GELORA.CO - Cabuli 7 siswi SD saat berkemah, oknum pembina Pramuka ditetapkan jadi tersangka.
Kasus pencabulan terhadap siswi sekolah dasar (SD) kembali terjadi, ironisnya dilakukan oleh pembina pramuka.
Seorang pembina pramuka berinisial ZA ditetapkan sebagai tersangka atas kasus pencabulan terhadap tujuh siswi SD.
Peristiwa memalukan ini terjadi saat kegiatan Perkemahan Jumat-Sabtu (Perjusa) yang diadakan pada tanggal 13-14 September 2024. ZA kini telah ditangkap oleh pihak kepolisian dan ditahan untuk menjalani proses hukum lebih lanjut.
Diketahui kejadian pencabulan ini terjadi di Kecamatan Sukomanunggal, Surabaya.
Pelaku Ditangkap dan Ditahan
Kasus ini mulai terkuak setelah para korban dan orang tua mereka melaporkan tindakan bejat ZA kepada pihak kepolisian.
Berdasarkan laporan yang diterima, ZA diduga melakukan tindakan pencabulan terhadap para siswi selama kegiatan perkemahan sekolah berlangsung. Menindaklanjuti laporan tersebut, polisi bergerak cepat dan berhasil menangkap pelaku.
Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya, AKBP Aris Purwanto, menyampaikan bahwa ZA saat ini telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di rumah tahanan Polrestabes Surabaya.
"Terkait dengan kasus pencabulan ini, kita sudah melakukan penangkapan dan menetapkan ZA sebagai tersangka. Saat ini, sejak hari Minggu, ZA sudah kita tahan di Rutan Polrestabes Surabaya," kata Aris pada Rabu, 18 September 2024.
Korban Berjumlah 7 Siswi, Masih Bisa Bertambah
Berdasarkan hasil penyelidikan awal, diketahui bahwa jumlah korban yang menjadi sasaran tindakan asusila ZA berjumlah tujuh orang siswi.
Para korban merupakan siswa kelas 5 dan kelas 6 SD yang ikut serta dalam kegiatan perkemahan tersebut.
Namun, pihak kepolisian menyatakan bahwa jumlah korban masih mungkin bertambah seiring dengan berlanjutnya penyelidikan.
"Korban sementara berjumlah tujuh orang, tetapi kami masih terus melakukan penyelidikan. Tidak menutup kemungkinan jumlah korban bisa bertambah," jelas AKBP Aris Purwanto.
Menurutnya, polisi akan bertindak tegas terhadap pelaku dan akan mengusut tuntas kasus ini hingga semua korban terungkap.
Pelaku Memanfaatkan Kegiatan Perkemahan
Kasus ini terjadi saat kegiatan Perjusa, di mana para siswa berkemah di bawah pengawasan para pembina pramuka. ZA, yang seharusnya bertugas menjaga dan melindungi para siswa, justru memanfaatkan kesempatan tersebut untuk melancarkan aksi bejatnya.
Menurut keterangan dari seorang komite sekolah, tindakan tidak bermoral ZA terungkap ketika beberapa siswi menangis di malam hari, yang menjadi pertanda adanya hal tidak wajar.
"Korban pencabulan waktu itu menangis pada malam hari Jumat (13 September 2024) saat kegiatan perkemahan berlangsung," ungkap salah seorang komite SDN Sukomanunggal yang enggan disebutkan namanya.
Ia juga menambahkan bahwa ZA tidak hanya melakukan pencabulan terhadap satu orang siswi, melainkan beberapa siswi dari kelas 5 dan 6 yang mengikuti kegiatan tersebut.
Penangkapan Pelaku Sesaat Setelah Perkemahan
ZA akhirnya ditangkap oleh polisi pada Sabtu, 14 September 2024, tidak lama setelah kegiatan perkemahan berakhir.
Penangkapan dilakukan sekitar pukul 12.00 WIB, sesaat setelah penutupan acara Perjusa. Berdasarkan rekaman video yang beredar di media sosial, ZA terlihat digiring oleh polisi dengan tangan terborgol dan kepala tertunduk. Video tersebut menunjukkan saat ZA dibawa ke mobil patroli oleh aparat kepolisian.
"Penangkapan dilakukan sesudah zuhur, sekitar pukul 12.00 WIB, tepat setelah penutupan kegiatan Perjusa," ungkap salah seorang komite sekolah yang menyaksikan penangkapan tersebut.
Sementara itu, menanggapi kasus ini Komnas Perlindungan Anak Surabaya pun prihatin dengan permasalahan tersebut.
Dilansir dari detik.com , selain mengecam perbuatan pelaku yang tidak mencerminkan nilai-nilai Pramuka, pihaknya juga menyoroti soal komitmen Sekolah Ramah Anak (SRA) di Surabaya.
Sebagaimana diketahui, Sekolah Ramah Anak (SRA) merupakan satuan pendidikan formal, nonformal, dan informal yang aman, bersih dan sehat, peduli dan berbudaya lingkungan hidup, mampu menjamin, memenuhi, menghargai hak-hak anak dan perlindungan anak dari kekerasan, diskriminasi, dan perlakuan salah lainnya.
"Seharusnya bukan hanya jargon, plakat, atau penandatanganan deklarasi Sekolah Ramah Anak. Tetapi efektitivitasnya dari tim penggerak pencegahan kekerasan anak di lingkungan sekolah (harus diperhatikan). Mereka perlu punya SK petunjuk pelaksanaan sehingga teknis (pencegahan dan penanganan kekerasan) mereka punya," ujar Ketua Komnas PA Surabaya Syaiful Bahri.
Pihaknya berharap, Pemerintah Kota Surabaya terus memperkuat komitmen dan gerakan dalam memutus mata rantai kekerasan pada anak, termasuk di lingkungan sekolah.
"Surabaya ini sudah dapat penghargaan Kota Layak Anak Internasional dan Utama. Sehingga semestinya itu bukan hanya jargon atau statement dan pencitraan," kata Syaiful.
Selain itu, Syaiful juga mengajak peran dari berbagai pihak. Mulai dari lingkungan rumah, ia berharap orang tua bisa memberikan pengawasan dan pendampingan terhadap tumbuh kembang anak.
"Selanjutnya peran serta dari tokoh masyarakat untuk terus berpadu. Termasuk juga tokoh-tokoh agama bagaimana penguatan agama, moral, leading sector yang terkait dengan perlindungan anak," tuturnya.
Tak lupa, dirinya mengajak para generasi muda agar ikut peduli terhadap perlindungan anak sehingga visi Indonesia Emas 2045 benar-benar bisa tercapai.
"Kalau tidak, bukan Indonesia Emas tapi Indonesia Cemas. Peran dari generasi muda yang bisa membantu mencegah kekerasan pada anak juga penting, baik mencegah bullying atau tindak kekerasan lainnya," pungkas Syaiful.
Sumber: disway