GELORA.CO - Amnesty International Indonesia menyoroti upaya pembungkaman aspirasi oleh Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat (Polda NTB) dengan mengerahkan personel keamanan secara berlebihan di sekitar arena MotoGP Mandalika pada 27-29 September 2024.
"Ribuan aparat keamanan dikerahkan, lengkap dengan mobil meriam air dan mobil gegana." ungkap Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, pada Jumat, 27 September 2024.
Ia menyebut, pengamanan yang berlebihan adalah hanya upaya untuk membungkam suara-suara masyarakat menuntut keadilan atas haknya yang terdampak langsung oleh pembangunan Sirkuit Mandalika dan Kawasan Ekonomi Khusus atau KEK Mandalika.
"Masyarakat yang menuntut keadilan atas pelanggaran hak-hak mereka, termasuk hak atas tanah dan kehidupan yang layak. Namun, respons yang diterima adalah pembungkaman, pengabaian, dan intimidasi melalui pengerahan aparat keamanan” jelasnya.
Amnesty menyebut Polda NTB mengerahkan 2.736 personel gabungan Polri dan TNI. Pengamanan juga diperkuat oleh 300 personel tambahan dari Mabes Polri dan Polda Jawa Timur. Kapolda NTB juga mengeluarkan Maklumat nomor MAK/2/IX/2024 yang salah satu poinnya adalah melarang masyarakat untuk membentangkan spanduk ataupun menggelar demonstrasi selama perhelatan MotoGP berlangsung.
“Pengamanan berlebih ini diterjunkan ke pemukiman warga, dengan membangun tenda dan pos-pos pengaman di perkampungan dan di sekitar perumahan warga” ucapnya.
Sumber Amnesty juga mengungkapkan, sirkuit dan Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika menyisakan banyak persoalan terhadap warga terdampak di 15 dusun yang tersebar di lima desa.
Setidaknya terdapat empat masalah terkait konflik lahan, di antaranya tanah warga yang belum dibayar sama sekali, tanah yang ketika dilakukan pengukuran kembali ternyata ditemukan kelebihan luas atau biasa disebut pembayaran tanah sisa, pembayaran tanah yang baru hanya DP, dan tanah yang salah bayar.
“Januari 2019 hingga September 2024, setidaknya ada sembilan kasus serangan terhadap masyarakat adat dengan sedikitnya 89 korban, termasuk kriminalisasi, intimidasi, dan kekerasan fisik” kata Amnesty dalam siaran pers tertulis.
Padahal, Usman Hamid mengatakan tidak ada undang-undang yang melarang siapapun menyuarakan aspirasi di muka umum. Hak atas kebebasan berpendapat dan menyampaikan informasi sudah dijamin dan dilindungi di berbagai instrumen hukum.
Ia mengatakan dalam instrumen hak asasi manusia internasional, hak atas kebebasan berpendapat dan menyampaikan informasi dijamin di Pasal 19 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) serta Komentar Umum No. 34 terhadap Pasal 19 ICCPR.
“Hak tersebut juga dijamin di Konstitusi Indonesia, yaitu Pasal 28E ayat (3) dan 28F UUD 1945, serta pada Pasal 14 dan 25 UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia” tegasnya.
Sumber: tempo