GELORA.CO - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan atau KontraS menyoroti kasus pembunuhan Pendeta Yeremia oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) di wilayah Kabupaten Intan Jaya, Papua Tengah, setelah empat tahun berlalu. Menurut mereka, hingga kini negara masih gagal dalam memberikan keadilan kepada korban dan keluarga.
Koordinator Badan Pekerja KontraS Dimas Bagus Arya menyebut vonis ringan yang dijatuhkan kepada tiga pelaku pembunuhan Pendeta Yeremia yang diadili melalui peradilan militer tidak ideal. “Melalui peristiwa ini, kita kembali ditunjukan bagaimana tidak akuntabelnya penyelesaian peristiwa melalui peradilan militer,” kata Dimas dalam keterangan tertulis yang dikutip pada Senin, 23 September 2024.
Ia menilai, dalam konteks Hak Asasi Manusia (HAM), peradilan militer tidak dapat menjalankan prinsip-prinsip peradilan yang adil, independen, dan imparsial. “Bahkan banyak kasus yang diadili melalui mekanisme ini dilaksanakan secara tertutup dan tidak transparan,” tutur Dimas.
Akibatnya, Dimas menjelaskan, korban kesulitan mendapatkan akses dan informasi berkaitan dengan perkembangan kasus yang dialami. Ini turut terkonfirmasi oleh salah seorang keluarga dari Pendeta Yeremia. “Dirinya menyatakan bahwa pihak keluarga tidak dilibatkan selama proses persidangan berlangsung,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Dimas menegaskan bahwa pengadilan militer bukanlah tempat yang ideal untuk mengadili kasus-kasus yang berkaitan dengan tindak pidana yang dilakukan oleh aparat militer. “Mekanisme hukum ini tak kunjung dibenahi, bukan tidak mungkin membuat rantai impunitas semakin panjang dan menjadikan posisi masyarakat di Papua menjadi semakin dirugikan,” kata dia.
Pada 19 September 2020 lalu, Pendeta Yeremia yang merupakan tokoh agama dan juga aktif dalam kegiatan-kegiatan kemanusiaan ditembak hingga tewas oleh TNI di area perkebunan miliknya. Tubuh Pendeta Yeremia ditemukan dalam posisi tertelungkup dengan darah mengalir melalui tangan dan kepala, serta luka tusuk di bagian punggung.
Atas peristiwa pembunuhan tersebut, tiga pelaku telah ditetapkan sebagai tersangka, yakni Moh. Andi Hasan Basri, Alex Ading, dan Saiful Anwar. Ketiga pelaku kemudian diadili melalui peradilan militer di Pengadilan Militer III-19 Jayapura. Ketiganya dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Pembunuhan yang Dilakukan Secara Bersama-sama.
Namun, melalui putusan bernomor 186-K/PM.III-19/AD/VI/2022, ketiga pelaku ini masing-masing hanya mendapatkan vonis satu tahun penjara. Atas vonis ringan tersebut, Oditur yang bertugas saat itu mengajukan upaya hukum banding. Pada Kamis 25 Mei 2023, Majelis Hakim pemeriksa perkara banding melalui putusan nomor 57-K/PMT.III/BDG/AD/IV/2023 memutuskan, “Menguatkan Putusan Pengadilan Militer III-19 Jayapura Nomor 186-K/PM.III-19/ AD/VI/2022 tanggal 30 Januari 2023, untuk seluruhnya”.
Sumber: tempo