GELORA.CO - Buntut agresi militer ke Palestina, gerakan boikot terhadap produk dan perusahaan terafiliasi Israel kian gencar dilakukan oleh Indonesia, terutama di kalangan umat Islam.
Aksi ini menguat dengan terbitnya Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 83 Tahun 2023 tentang Hukum Dukungan terhadap Perjuangan Palestina, yang menegaskan bahwa mendukung agresi Israel ke Palestina adalah hukumnya haram.
Rupanya, aksi boikot tidak hanya mengarah ke produk yang terafiliasi dengan Israel. Ada produk negara lain yang dianggap juga layak untuk diboikot, yakni Prancis.
Wakil Sekretaris Jenderal MUI Bidang Ukhuwah Arif Fahrudin berpendapat Prancis telah mengabaikan hak asasi manusia, termasuk hak umat Islam untuk menjalankan ajaran agamanya.
"Jadi, masyarakat Indonesia hendaknya juga memboikot produk atau perusahaan multinasional asal Prancis," ujarnya ditemui usai Forum Ukhuwah Islamiyah di Jakarta, Rabu (31/7/2024).
Untuk diketahui, Pada September tahun lalu, Menteri Olahraga Prancis, Amelie Oudea-Castera, mengonfirmasi hijab dilarang untuk semua tim Prancis di Olimpiade yang sedang berlangsung sekarang, di bawah prinsip-prinsip sekularisme Prancis, yakni laicite. Kebijakan tersebut dikritik Kantor HAM PBB dan Komite Olimpiade Internasional (IOC).
Tak hanya itu, pada 2012, atlet sepakbola wanita Prancis juga dilarang memakai jilbab saat bertanding, perempuan juga dilarang memakai jilbab di sekolah sejak 2004.
Di sisi lain, ternyata Prancis melakukan diskriminasi membolehkan umat lain untuk mengenakan bintang David, tangan Fatima dan larangan niqab di tempat umum pada 2010.
Prancis pun dikenal dengan sikapnya yang keras bahkan cenderung Islamofobia, seperti membiarkan penghinaan dengan karikatur yang mengejek Nabi Muhammad dengan dalih “kebebasan berekspresi”.
Arif berpendapat, jika kebijakan tebang pilih tersebut dikaitkan dengan mayoritas masyarakat Indonesia yang Muslim, boikot juga bisa ditujukan ke perusahaan multinasional Prancis yang beroperasi dan meraup profit besar dari sekitar 270 juta rakyat Indonesia.
“Pelarangan-pelarangan seperti itu kan mengurangi hak asasi manusia yang sangat mendasar dan itu tidak boleh dilakukan. Maka dari itu, kalau sampai ada perusahaan yang jelas-jelas berasal dari kawasan atau negara manapun yang terlihat jelas melakukan pelanggaran HAM, apalagi pelanggaran hak dasar beragama, kita harus bersikap,” tegas Arif.
Dia melanjutkan, masyarakat Indonesia masih bisa menggunakan produk-produk lain yang bukan berasal dari negara yang Islamofobia.
“Kenapa kita harus menjadi makmum kepada perusahaan yang berasal di negara yang Islamopobia? PBB sendiri sudah jelas, tegas, untuk melarang Islamopobia kan,” tutup Arif.
Sumber: wartaekonomi