Siasat DPR Akali Putusan MK Dapat Langgar Konstitusi

Siasat DPR Akali Putusan MK Dapat Langgar Konstitusi

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO -  Pemerintah dan DPR menjadwalkan rapat kerja 
secara mendadak untuk mrevisi Undang-undang Pilkada pada Rabu 
(21/8/2024) hari ini.

Rapat kerja dadakan ini digelar untuk membahas Putusan Mahkamah 
Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang melonggarkan ambang batas 
pencalonan kepala daerah.

"Nah saat yang bersamaan tadi ada putusan Mahkamah Konstitusi terkait UU 
Pilkada Pasal 40, itu. Pasal 40. Itulah kemudian yang salah satunya menjadi 
materi muatan dalam pembahasan besok," kata Wakil Ketua Badan Legislasi 
DPR Achmad Baidowi, Selasa (20/8/2024).

Awiek, sapaan akrab Baidowi, tidak menjawab gamblang ketika ditanya soal 
rapat tersebut digelar untuk menghampat implementasi putusan MK.

Menurut dia, dapat dipastikan bahwa Baleg turut menyoroti putusan MK dalam 
melakukan penyusunan RUU Pilkada.

"Putusan MK tentu dijadikan perhatian dalam penyusunan RUU," ucap Awiek.

Berdasarkan informasi yang diperoleh Kompas.com, revisi UU Pilkada akan 
dilakukan secara kilat.

Rapat kerja akan digelar pada Rabu pagi pukul 10.00 WIB, dilanjutkan rapat 
panitia kerja pembahasan revisi UU Pilkada pada pukul 13.00 WIB, dan akan 
diputuskan pada Rabu malam pukul 19.00 WIB.

Ketua DPP PDI-P Ronny Talapessy berpandangan, upaya revisi UU Pilkada 
tersebut bertujuan untuk menghambat putusan MK agar tidak langsung 
berlaku pada Pilkada 2024.

"Iya kita lihat, kok tiba-tiba ada RUU Pilkada. Dalam hal ini kan tidak ada 
(dibahas). Padahal sudah diuji di MK. Kok tiba-tiba ada RUU Pilkada?" kata 
Ronny di Kantor DPP PDI-P, Selasa.

Dapat langgar konstitusi

Apakah akal-akalan pemerintah dan DPR ini dapat dibenarkan secar hukum?

Patut diketahui, putusan MK bersifat final sehingga tak dapat direvisi.

Sifat final putusan MK bahkan merupakan amanat UUD 1945 hasil 
amendemen ketiga yang tercantum secara eksplisit pada Pasal 24C ayat (1).

"Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan 
terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji 
undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran 
partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum," bunyi 
ayat tersebut.

Dalam hal ambang batas pencalonan pilkada ini, MK sama sekali tidak 
memerintahkan perbaikan atas pasal pencalonan yang diputus 
inkonstitusional pada UU Pilkada, sehingga tindak lanjut oleh pemerintah dan 
DPR tak mempunyai alasan hukum.

Selama ini, jika tidak ada klausul tertentu dari MK terkait keberlakuan sebuah 
putusan MK, putusan itu otomatis langsung berlaku dan mengikat.

Berbeda halnya dengan ketika MK menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional 
bersyarat. Dalam putusan nomor 91/PUU-XVIII/2020 itu, MK memerintahkan 
perbaikan dalam 2 tahun.

Lalu, dalam Putusan MK Nomor 116/PUU-XXI/2023 tentang ambang batas 
parlemen, MK secara eksplisit menyerahkan pengaturan lebih lanjut terkait 
angka ambang batas parlemen yang relevan kepada pembentuk 
undang-undang, sehingga pemerintah dan DPR perlu merevisi UU Pemilu guna 
menindaklanjuti perintah MK.

Pakar hukum pidana Universitas Andalas Feri Amsari mengamini hal itu. Ia 
menyatakan, putusan MK soal threshold calon kepala daerah tersebut mesti 
berlaku semenjak dibacakan.

Pasalnya, putusan MK tak memuat ketentuan penundaan pemberlakuan saat 
pembacaan putusan.

"Putusan MK berlaku sejak saat dibacakan, sehingga dengan sendirinya maka 
akan diberlakukan untuk penentuan syarat penetapan calon di 2024 ini," kata 
Feri kepada Kompas.com, Selasa.

"Apalagi di dalam putusan kan tidak disebutkan penundaan penerapannya, oleh 
sebab itu sudah pasti diberlakukan untuk saat ini," sambung dia.

Feri juga menyebut, putusan MK terkait ambang batas pencalonan kepala 
daerah adalah putusan yang positif untuk menyelamatkan iklim demokrasi di 
Indonesia karena meminimalisasi kemungkinan pilkada hanya diikuti calon 
tunggal.

"Jadi ini putusan yang bisa disambut gembira karena betul-betul 
menyelamatkan potensi permainan demokrasi dengan upaya mempermainkan 
masyarakat pemilih," ujar Feri.

Sumber: kompas
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita