GELORA.CO - Kelompok dari akademisi dan masyarakat sipil pemerhati hukum konstitusi yang tergabung dalam Constitutional and Administrative Law Society (CALS) bersikap atas kegaduhan revisi UU Pilkada yang mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Mereka menuding Presiden Joko Widodo dan Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus ditengarai hendak menghalalkan segala cara untuk mempertajam hegemoni kekuasaan koalisi gemuk dan gurita dinasti politik dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak tahun 2024.
Dua putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang dimaksud terkait ambang batas partai politik untuk mengusung calon kepala daerah. Serta penghitungan syarat usia calon kepala daerah dalam Undang-Undang tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (UU Pilkada).
Upaya pengabaian tersebut dilakukan untuk mengakali pilkada serentak 2024, agar di sejumlah daerah, terutama Daerah Khusus Jakarta, dapat didominasi KIM Plus tanpa kandidat kompetitor yang riil.
Itu juga memuluskan jalan putra Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep untuk mencalonkan sebagai Wakil Gubernur Jawa Tengah. Meskipun belum memenuhi syarat usia pencalonan kepala daerah.
“Pengabaian tersebut akan dijalani oleh Presiden dan DPR dengan merevisi sejumlah ketentuan UU Pilkada dalam waktu singkat dan serampangan. Guna menganulir garis-garis batas konstitusional yang diterbitkan MK,” kata Anggota CALS Herdiansyah Hamzah dalam keterangan tertulisnya, Rabu (21/8).
Pada Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024, tanggal 20 Agustus 2024, MK menafsirkan Pasal 40 ayat (1) UU Pilkada yang semula mengatur persyaratan ambang batas pengusungan pasangan calon kepala daerah berdasarkan perolehan kursi dan suara di Pemilu DPRD menjadi berdasarkan perolehan suara sah dalam pemilu pada provinsi/kabupaten/kota.
Hal tersebut berdasarkan rasio jumlah pemilih dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) dengan persentase yang setara dengan persentase pada pencalonan perseorangan.
“Ketentuan tersebut memberikan keadilan dan kesetaraan kompetisi bagi seluruh partai politik, baik yang memperoleh kursi di DPRD maupun yang tidak memperoleh kursi di DPRD. Serta membuka peluang hadirnya calon kepala daerah alternatif, untuk bertanding melawan dominasi koalisi gemuk,” ungkapnya.
Sementara itu, pada Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024, tanggal 20 Agustus 2024, MK menegaskan bahwa secara historis, sistematis, praktik selama ini, dan perbandingan dengan pemilihan lain, syarat usia pencalonan kepala daerah dihitung dari titik sejak penetapan pasangan calon oleh KPU.
Bukan saat pelantikan pasangan calon terpilih sebagaimana ditetapkan dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 23 P/HUM/2024.
“Artinya, putusan ini dapat menggulung karpet merah bagi putra Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep untuk mencalonkan sebagai Wakil Gubernur Jawa Tengah yang belum memenuhi syarat usia saat penetapan pasangan calon,” sambung pria yang akrab disapa Castro ini.
Selain itu, dia juga menyebut Presiden Joko Widodo beserta segenap partai politik pendukungnya tengah mempertontonkan pembangkangan konstitusi.
Oleh karena itu, CALS menyerukan agar Presiden dan DPR menghentikan pembahasan Revisi UU Pilkada dan mematuhi putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024, tanggal 20 Agustus 2024 dan putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024, tanggal 20 Agustus 2024.
Kemudian Komisi Pemilihan Umum (KPU) menindaklanjuti putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024, tanggal 20 Agustus 2024 dan putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024, tanggal 20 Agustus 2024.
“Jika Revisi UU Pilkada dilanjutkan dengan mengabaikan putusan MK, maka segenap masyarakat sipil melakukan pembangkangan sipil. Untuk melawan tirani dan autokrasi rezim Presiden Joko Widodo beserta partai politik pendukungnya dengan memboikot Pilkada 2024,” pungkasnya. (*)
Sumber: jawapos