Putusan MK soal Pilkada Diakali DPR, Komisi II: KPU Ikuti Undang-Undang

Putusan MK soal Pilkada Diakali DPR, Komisi II: KPU Ikuti Undang-Undang

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia 
mengatakan bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU) sejatinya membuat 
peratuan terkait pilkada dengan merujuk kepada undang-undang.

Doli menyampaikan ini ketika merespons soal bagaimana sikap KPU terkait 
adanya polemik syarat pencalonan kepala daerah yang telah diputuskan oleh 
Mahkamah Konstitusi (MK) tetapi dianulir oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR.

"Kalau KPU itu kan mengikuti Undang-Undang," kata Doli di Kawasan Senayan, 
Jakarta, Rabu (22/8/2024).

Wakil ketua umum Partai Golkar ini menyebut KPU adalah pelaksana 
undang-undang sehingga harus merumuskan peraturan KPU terkait pilkada merujuk 
undang-undang terbaru.

"Dia kan pelaksana undang-undang. Nah UU yang terakhir itu yang 
dilaksanakan," ujar Doli.

Lebih lanjut, Doli enggan mengomentari revisi yang baru saja dilakukan Baleg 
DPR RI terkait UU Pilkada.

"Nah itu saya enggak tahu, tanya ke teman-teman Baleg," ujar dia.

Diberitakan sebelumnya, Panitia Kerja (Panja) revisi UU Pilkada Baleg DPR RI 
baru saja menolak menjalankan Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 soal 
syarat usia minimum calon kepala daerah.

Dalam putusan itu, MK menegaskan bahwa titik hitung usia minimal calon 
kepala daerah dihitung saat penetapan pasangan calon oleh KPU.

Namun, Baleg DPR pilih mengikuti putusan kontroversial Mahkamah Agung 
(MA) yang dibuat hanya dalam tempo 3 hari, yakni titik hitung usia minimal 
calon kepala daerah dihitung sejak tanggal pelantikan.

Dalam jalannya rapat, Rabu (21/8/2024), keputusan ini juga diambil hanya 
dalam hitungan menit.

Mayoritas fraksi, selain PDI-P, menganggap bahwa putusan MA dan MK 
sebagai dua opsi yang sama-sama bisa diambil salah satunya.

Mereka menilai, DPR bebas mengambil putusan mana untuk diadopsi dalam 
revisi UU Pilkada sebagai pilihan politik masing-masing fraksi.

Baleg pun mengakali Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang 
melonggarkan ambang batas (threshold) pencalonan kepala daerah untuk 
semua partai politik peserta pemilu. 

Baleg mengakalinya dengan membuat pelonggaran threshold itu hanya berlaku 
buat partai politik di luar DPRD.

Ketentuan itu menjadi ayat tambahan pada Pasal 40 revisi UU Pilkada yang 
dibahas oleh panja dalam kurun hanya sekitar 3 jam rapat.

Sementara itu, Pasal 40 ayat (1) UU Pilkada yang mengatur threshold 20 
persen kursi DPRD atau 25 persen suara sah pileg tetap diberlakukan bagi 
partai-partai politik yang memiliki kursi parlemen.

Padahal, justru pasal itulah yang dibatalkan MK dalam putusannya kemarin. 
Tidak ada perlawanan berarti dari para anggota panja untuk membela putusan 
MK yang sebetulnya berlaku final dan mengikat.

Revisi UU Pilkada tersebut setidaknya berimplikasi terhadap dua hal.

Pertama, Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia Kaesang Pangarep dapat 
maju sebagai calon gubernur/wakil gubernur karena memenuhi syarat usia 
yang diatur dalam revisi UU Pilkada.

Kedua, PDI-P terancam tidak mendapatkan tiket untuk mencalonkan gubernur 
dan wakil gubernur Jakarta karena perolehan kursi di DPRD Jakarta tidak 
cukup, sedangkan partai politik lain sudah mendeklarasikan dukungan ke 
pasangan Ridwan Kamil-Suswono.

Padahal, sejak 2018, MK sudah menegaskan bahwa putusan MK terkait 
konstitusionalitas sebuah undang-undang harus dipatuhi.

Mahkamah menyatakan, tindakan apa pun yang seolah-olah menganggap sah 
suatu bagian dari undang-undang yang telah dibatalkan MK merupakan 
tindakan ilegal.

"Dengan demikian, dalam hal suatu lembaga atau masyarakat tidak 
menjalankan putusan Mahkamah Konstitusi, hal demikian merupakan bentuk 
nyata dari pembangkangan terhadap konstitusi," tulis Putusan Nomor 98/PUU-
XVI/2018 itu.

Sumber: kompas

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita