Pengemudi Ojol Demo Tuntut Kepastian dan Legalitas, Kemenaker Tanggapi Begini

Pengemudi Ojol Demo Tuntut Kepastian dan Legalitas, Kemenaker Tanggapi Begini

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO -Ratusan pengemudi atau driver ojek online (ojol) memadati kawasan Patung Kuda atau Arjuna Wijaya, Jakarta Pusat, hari ini, Kamis (29/8). 

Para pengemudi ojol ini menuntut untuk bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana kepresidenan.
 
Para pengemudi ojol ini menuntut kesejahteran hingga status hukum atau legalitas yang jelas mengenai ojek online dan kurir. Sebelumnya, Gojek selaku salah satu operator ojek online juga sudah memberikan tanggapan.
 
Merespons hal itu, Head of Corporate Affairs Gojek Rosel Lavina mengimbau para driver ojol untuk menyampaikan aksi secara kondusif dan tertib. Pihaknya mengklaim bahwa selalu terbuka terhadap aspirasi dari para mitra Gojek.
 

"Kami selalu terbuka terhadap aspirasi rekan-rekan mitra driver aktif Gojek dan senantiasa mengimbau agar disampaikan secara kondusif dan tertib," kata Rosel dalam keterangan tertulis, Kamis (29/8).
 
Sementara terkait dengan tuntutan para pengemudi ojol yang menamakan dirinya Koalisi Ojol Nasional, Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Kementerian Ketenagakerjaan Indah Anggoro Putri menampik kalau selama ini driver ojol tidak legal beroperasi di Indonesia.
 
"Saya rasa (driver ojol) legal, kalau enggak legal masa kita selama ini kalau naik ojol (dan) pesan makanan enggak legal? Enggak lah, legal kok. Apanya yang gak legal?" tutur Putri di Kompleks DPR RI, Jakarta Pusat, Kamis (29/8).
 
Sementara itu, Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menilai tuntutan mitra ojek online yang menginginkan adanya status legalitas bagi para pekerja ojol dan kurir online dapat berdampak negatif bagi para pekerja itu sendiri. 
 

“Saya paham tuntutan mereka juga akan mengarah kepada status pekerja bagi driver ojek online dimana bisa mendapatkan hak yang mereka tuntut. Namun lagi-lagi masalahnya adalah ketika statusnya pekerja maka bentuk kontraknya bukan sebagai pekerja gig lagi. Mereka dapat kehilangan fleksibilitas pekerjaan dan sebagainya,” ujar Nailul terpisah.
 
Formalisasi pekerja ojol, lanjutnya, sejatinya juga bisa menjebak driver pada jebakan pekerjaan dengan kualitas rendah tanpa ada kesepatan untuk mengembangkan kemampuannya. 
 
Oleh karenanya, menurut Nailul, masalah sebenarnya adalah bukan di dalam status sebagai angkutan umum. Sebab sejak awal tidak ada permasalahan tentang status angkutan umum atau bukan di ojek pangkalan. 
 
Isu legalisasi ojol ini sejatinya sudah bergulir sejak tahun lalu, ketika Kemnaker mengajukan draf Permenaker Ojek Online. Sebab saat itu, mayoritas driver ojol menolak pembatasan jam kerja maksimal 12 jam.
 
“Pembatasan jam kerja akan merugikan kami, karena tidak fleksibel," ujar Ketua Umum Gograber Indonesia Ferry Budhi, saat melakukan aksi demo di depan Gedung Kemenaker, beberapa waktu lalu.

Sumber: jawapos 
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita