GELORA.CO - Penyelenggaraan Munas XI Partai Golkar yang menetapkan Bahlil Lahadalia sebagai ketua umum periode 2024-2029 dinilai telah melanggar AD/ART.
Muhammad Kadafi selaku kuasa hukum kader-kader Golkar telah mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat, Jumat (23/8).
Pakar hukum tata negara Refly Harun turut mengomentari gugatan yang jika dikabulkan tersebut, maka Bahlil terancam dicopot sebagai Ketum Golkar.
“Ngeri-ngeri sedap ya. Jadi bagaimana pendapat saya? Jadi begini, jangan lupa yang namanya partai politik itu entitas private to public, dia bukan lembaga negara, dia lembaga non negara, tetapi dia diatur oleh undang-undang, salah satunya undang-undang partai politik, “ kata Refly dikutip RMOL dalam kanal Youtube Refly Harun, Sabtu (24/8).
Lanjut dia, dalam UU Partai Politik dijelaskan mengenai Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) sebagai aturan internal yang mengikat.
“Kalau ada konflik terkait dengan aturan misalnya, biasanya pengadilan akan melihat aturan internal mereka. Jadi melanggar undang-undang, melanggar AD/ART itu bisa menjadi satu paket. Pasal mana dalam undang-undang Partai Politik yang dilanggar, kemudian di-inline-kan dengan AD/ART sebagai pengejawantahan dari undang-undang partai politik,” jelasnya.
Sambung Refly, kalau memang benar penyelenggaraan Munas XI bertentangan dengan AD/ART, maka secara teoritis bisa tidak diakui.
“Di situlah kemudian peran Menteri Hukum dan HAM, ketika konflik terjadi, sudah dijaga oleh Menteri Hukum dan HAM berdasarkan pengalaman selama ini. Jadi segera didaftarkan, segera disahkan kepengurusannya. Karena kalau sampai kemudian ada Munas tandingan dan kemudian ada pengurus kembar maka ini masih in-waiting jadinya,” beber dia.
Refly memprediksi konflik ini bisa menjadi berlarut-larut di kemudian hari. Dia pun mengendus bahwa senior-senior Golkar mulai kecewa dengan kepengurusan yang baru diumumkan Bahlil.
“Walaupun Raja Jawa tidak tercantum sebagai ketua Dewan Pembina, kemudian putra mahkota dari Raja Jawa juga tidak tercantum sebagai apapun di situ, tapi rupanya senior-senior Golkar terhempas semua,” ungkapnya.
Refly menilai gugatan ini merupakan suatu yang wajar karena kekecewaan dari banyak kader Golkar.
“Kalau kemudian pengadilan mengeksten bukti bahwa munas itu diselenggarakan dengan cara melanggar hukum, yaitu karena adanya tekanan terhadap Airlangga Hartarto yang kemudian menyebabkan mengundurkan diri, walaupun tidak ada alasan yang memadai kenapa dia mundur dan kemudian munas dipercepat dari Desember ke Agustus,” jelasnya.
“Bisa jadi pengadilannya membenarkan, asal pengadilannya tidak sontoloyo ya. Pengadilan membenarkan bahwa munas itu tidak sah, maka dikembalikan mandatnya bahwa munas itu di Desember,” pungkas Refly.
Sebelumnya, Kadafi menjelaskan bahwa perintah melaksanakan Munas XI tersebut secara jelas dan tegas termaktub di dalam Anggaran Dasar (AD) Partai Golkar.
Hasil Munas X Golkar Tahun 2019 menyebut bahwa Munas diselenggarakan setiap 5 tahun di bulan Desember.
Sumber: rmol