GELORA.CO - Perombakan atau reshuffle kabinet oleh Presiden Joko Widodo Senin (19/8/2024), dilakukan ketika masa jabatannya tersisa dua bulan lagi. Hal ini menimbulkan dugaan sebagai langkah sangat politis ketimbang mempertimbangkan aspek profesionalitas.
Misalnya, terindikasi terlihat dari pergantian Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia yang semula dijabat oleh Yasonna H Laoly, kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, kepada politisi Partai Gerindra, Supratman Andi Agtas.
Selain itu, figur yang selama ini dekat dengan PDI-P, yakni Arifin Tasrif juga diganti oleh Bahlil Lahadalia yang sebelumnya menjabat Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
Untuk mengganti Bahlil, Presiden memercayakan Rosan Roeslani yang pernah menjabat Ketua Kamar Dagang dan Investasi Indonesia (Kadin), Dubes RI di Amerika Serikat serta Ketua Tim Kampanye Nasional Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Peneliti Pusat Riset Politik, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Firman Noor tak menampik sarat dugaan politis dari perombakan kabinet kali ini.
Saat dihubungi dari Jakarta, Senin (19/8/2024), dia menilai, ”Bahwa nuansa politis lebih kelihatan di era Jokowi ini ketika menyusun kabinet. Bisa dikatakan ini adalah untuk lebih pada melindungi kepentingan-kepentingan Presiden ketimbang hal-hal yang bersifat profesional,” ucap Firman dikutip dari Kompas.id.
Ia menyoroti salah satunya pergantian Menkumham. Jika pergantian karena Yasonna tidak optimal bekerja sebagai Menkumham, publik mungkin bisa memahaminya.
Namun, kini yang lebih kentara terlihat, pergantian menteri dilakukan di tengah sejumlah partai politik (parpol) akan menggelar rapat tertinggi partai, seperti kongres, munas (musyawarah nasional), dan muktamar, untuk menentukan pucuk pimpinan partai sekaligus formasi kepengurusan parpol selama lima tahun ke depan.
Setidaknya Golkar, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Amanat Nasional (PAN) dan Hanura akan menggelar hajatan seperti munas dan rakernas Agustus ini.
”Saya dengar memang terkait dengan pengesahan-pengesahan pengurus partai politik," kata Firman.
Maka, posisi Menkumham sangat strategis sebab terkait tanda tangan keabsahan kepengurusan parpol. "Penguasa itu ingin memastikan bahwa pengurus partai yang nanti disahkan oleh penguasa ini melalui menterinya, itu memang ramah terhadap kekuasaan,” ujar Firman.
Sumber: kompas