GELORA.CO - Pengurus Pusat Pemuda Katolik meminta agar aspirasi massa yang melakukan aksi terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) diperjuangkan dan didengarkan oleh Dewan Pimpinan Rakyat (DPR) RI.
Ketua Umum PP Pemuda Katolik, Stefanus Asat Gusma menegaskan agar DPR jangan terkesan memaksakan proses RUU secara terburu-buru.
"DPR harus mendengarkan aspirasi rakyat, mendengarkan suara rakyat. Apalagi aksi ini terjadi di banyak daerah," kata Gusma, dalam keterangannya Kamis (22/8).
Ia menyatakan Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan terkait syarat usia calon kepala daerah dan dukungan partai bagi calon kepala daerah dalam Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 60/PUU-XXII/2024.
Itu sebabnya, DPR harusnya menghargai dan menghormati keputusan MK sebagai institusi yang diberikan kewenangan untuk menilai suatu hal yang diatur dalam undang undang, agar tetap di jalur konstitusi yang baik dan benar yang selaras dengan nafas UUD 1945.
"Pointnya MK adalah lembaga yudikatif, konstitusional keputusannya final dan mengikat, maka harus dilaksanakan dinamika yang terjadi terkait protes masyarakat dan mahasiswa menjadi dinamika demokrasi yang harus dihormati," kata Gusma.
Gusma, menambahkan wajar bila ada masyarakat terutama mahasiswa yang mengkritisi langkah DPR dengan melakukan aksi unjuk rasa.
"Aparat keamanan harunsya melakukan pendekatan persuasif terhadap para demonstran, tidak menggunakan gas air mata, tidak gunakan senjata, tidak ada aksi kekerasan," kata Gusma.
Seperti diketahui, elemen masyarakat dan mahasiswa menggelar aksi unjuk rasa di beberapa kota besar di Indonesia, mulai dari Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Semarang dan lainnya.
Unjuk rasa buntut dari sikap Badan Legislasi (Baleg) DPR yang menyetujui revisi Undang-Undang Pilkada usai putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Sayangnya, DPR Memutuskan untuk menunda sidang paripurna pengesahan Revisi Undang-Undang No.10 tahun 2016 tentang Pilkada.
Sumber: jawapos