Menanti Status Airlangga Hartarto di Kasus Korupsi Ekspor CPO, Saksi atau Tersangka?

Menanti Status Airlangga Hartarto di Kasus Korupsi Ekspor CPO, Saksi atau Tersangka?

Gelora News
facebook twitter whatsapp
Menanti Status Airlangga Hartarto di Kasus Korupsi Ekspor CPO, Saksi atau Tersangka?

GELORA.CO -
Perkembangan penyidikan kasus dugaan korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya pada bulan Januari 2021 sampai dengan Maret 2022 sempat tak ter-update lagi. 

Munculnya berbagai desakan agar saksi-saksi yang dianggap sangat penting membongkar kasus ini, maka Kejaksaan Agung atau Kejagung memastikan akan memberikan perkembangan terbaru kepada publik. Termasuk kemungkinan memeriksa lagi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.

"Jika ada perkembangan dan pemeriksaan terkait kasus ini akan kami info, terima kasih. Jika itu pun ada (pemeriksaan Airlangga) akan kami info kan,"  kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar saat dikonfirmasi, Minggu (11/8/2024) malam.

Sementara itu, penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung dikabarkan akan menetapkan Airlangga Hartarto yang baru saja mengundurkan diri sebagai Ketua Umum (Ketum) Partai Golongan Karya (Golkar) itu. Hal ini sebagaimana informasi dari sumber yang enggan disebutkan namanya, Minggu (11/8/2024).

Informasi tersebut seakan menjawab pernyataan pihak Kejagung pada Senin (24/7/2023) lalu. Bahwa pembantu Presiden Joko Widodo alias Jokowi itu berpotensi diperiksa kembali.

Merujuk pada keterangan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kuntadi saat itu, bahwa pihaknya akan mendalami 46 jawaban yang disampaikan Airlangga saat pemeriksaan. 

"Apakah ini sudah cukup atau belum, tentu saja pemeriksaan ini kami lakukan evaluasi dan pendalaman dikaitkan dengan keterangan yang lain, nanti akan kami sikapi," kata Kuntadi saat itu.

Menurut Kuntadi, pemeriksaan terhadap Airlangga masih dalam tahap penyidikan awal. Sehingga pihaknya belum bisa secara detail menjelaskan lebih jauh terkait dugaan keterlibatan Airlangga dalam kasus korupsi yang merugikan negara Rp6,47 triliun ini.

"Apakah ini tidak ada keterkaitannya dengan tindak pidana? Justru ini mendalami tindak pidana yang telah terbukti sebelumnya. Kita dalam rangka untuk mengembangkan," katanya.

Catatan Monitorindonesia.com, kehadiran Airlangga saat itu merupakan pemeriksaan perdana. Soalnya Airlangga sebelumnya tidak hadir dalam panggilan pertama tanggal 18 Juli 2023.

Perlu diketahui, bahwa kasus ini dibuka lagi penyidik gedung bundar Jampidsus Kejagung setelah Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memvonis lima orang terdakwa dalam perkara ini dengan hukuman 5-8 tahun. Vonis ini telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) di tingkat kasasi. 

Majelis hakim menyatakan pihak yang memperoleh keuntungan ilegal adalah korporasi atau tempat di mana para terpidana bekerja. Oleh karena itu, kata hakim, korporasi harus bertanggung jawab untuk memulihkan kerugian negara akibat perbuatan pidana yang dilakukannya.

Adapun nama Airlangga ikut terseret lewat Lin Che Wei yang merupakan anggota Tim Asistensi Airlangga Hartarto. Dalam tim itu, Lin Che Wei mengurusi bidang pangan dan pertanian sehingga ia turut mengurus kelangkaan minyak goreng sebagai produk turunan kelapa sawit. 

Menurut penyidik di Kejagung, para terdakwa korupsi minyak goreng, termasuk Lin Che Wei, berulang kali menyebut nama Airlangga Hartarto dan mantan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi yang berperan besar dalam membuat kebijakan penanganan kelangkaan minyak goreng.

Kejagung dalami peran Airlangga dan Lutfi


Penyidik mulai menggali peran Airlangga dan Lutfi dalam dalam pemeriksaan Lin Che Wei pada 13 Juni 2022. Pertanyaan penyidik kepada Lin Che Wei hanya berfokus pada peran Airlangga dan Lutfi dalam kebijakan minyak goreng serta penggunaan dana pungutan ekspor sawit yang dikelola Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). 

Di lain sisi, Kejagung juga kini menyidik kasus dugaan korupsi anggaran di BPDPKS sejak 7 September 2023 lalu, namun tak kunjung ada tersangkanya.  Berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Prin-46/F.2/Fd.2/09/2023, Kejagung menduga adanya perbuatan hukum dalam penelitian harga indeks pasar (HIP) Biodiesel, sehingga berpotensi merugikan keuangan negara. 

BPDPKS adalah lembaga di bawah Kementerian Keuangan yang mengelola pungutan ekspor dari perusahaan sawit. Sementara Airlangga menjabat Ketua Komite Pengarah BPDPKS.

Pada 2021, dana yang terkumpul di BPDPKS mencapai Rp 71,6 triliun. Penentu penggunaan alokasi dana BPDPKS adalah Komite Pengarah BPDPKS. Namun dana BPDPKS belum sempat dikucurkan karena aturan pengendalian harga minyak goreng berganti. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 1 Tahun 2022 gagal mengembalikan stok minyak goreng.

Menteri Perdagangan kala itu, Muhammad Lutfi, menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 2 Tahun 2022 pada 24 Januari 2022. Aturan itu menerapkan larangan terbatas kepada produsen mengekspor minyak sawit mentah dan sejumlah produk turunannya untuk menjaga stok domestik. Akan tetapi, minyak goreng tetap langka.

Selanjutnya, keluar Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2022 pada 15 Februari 2022. Aturan ini mewajibkan perusahaan memasok 20 persen total ekspor CPO mereka untuk kebutuhan dalam negeri, yang dikenal dengan sebutan domestic market obligation (DMO). 

Perusahaan yang memenuhi rasio itu akan mendapatkan persetujuan ekspor dari pemerintah. Kejaksaan Agung menemukan penyelewengan dalam pengambilan kebijakan penyelesaian kelangkaan minyak goreng. Dari aturan yang berganti-ganti itu, jaksa menilai ada kerugian negara. "Kami sedang mengusut perbuatan signifikan yang melawan hukum,” kata Ketut Sumedana, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung saat itu.

Airlangga diduga mempengaruhi sejumlah kebijakan kelangkaan minyak goreng yang menguntungkan perusahaan kelapa sawit. Sementara itu, Lutfi menjadi pelapis Airlangga dalam mengambil kebijakan. 

Dalam sebuah pemeriksaan, Lin Che Wei mengaku kerap berkomunikasi dengan Airlangga mengenai persoalan minyak goreng. Pada 27 Januari 2022, misalnya, dia diminta Airlangga membuat presentasi implementasi distribusi minyak goreng serta penghitungan kebutuhan dana BPDPKS. 

Lin Che Wei juga melaporkan berbagai hasil rapat dengan pengusaha kelapa sawit yang membahas kelangkaan minyak goreng. 

Lin Che Wei juga mengaku menghadiri berbagai rapat bersama Komite Pengarah BPDPKS yang dipimpin Airlangga. Rapat itu mengundang narasumber utama BPDPKS pada periode Januari-awal Februari 2022. 

Narasumber utama BPDPKS terdiri atas empat pengusaha kelapa sawit, yakni Franky Oesman Widjaja dari Sinar Mas Group; Martias Fangiono dari First Resources; Martua Sitorus, pendiri Wilmar Group; dan Arif Patrick Rahmat dari PT Triputra Agro Persada. Dalam rapat itu, Airlangga memimpin keputusan menyalurkan Rp 7 triliun subsidi minyak goreng dari dana BPDPKS.

Penyidik Kejagung menyebut Lin Che Wei sebagai penghubung pengusaha kelapa sawit dengan Airlangga dan Lutfi. Misalnya, dalam perubahan kebijakan menjadi skema larangan terbatas pada rapat 24 Januari 2022. Lutfi meminta Lin Che Wei menyampaikan perubahan itu kepada Airlangga. 

Tiga hari kemudian, Lutfi membahas perubahan kebijakan tersebut bersama para narasumber utama BPDPKS tersebut.

Dengan kesaksian dan pernyataan Lin Che Wei, jaksa meluaskan pertanyaan untuk Airlangga. Tak hanya mengenai dampak kerugian negara akibat kelangkaan minyak goreng, jaksa juga bertanya ihwal penggunaan dana sawit BPDPKS untuk subsidi produksi biodiesel B30. 

Subsidi ini diberikan kepada pengusaha sebagai insentif produksi campuran solar dan minyak nabati dengan rasio 70:30 persen itu.


Penggeledahan


Kejagung telah menggeledah tiga lokasi yakni kantor PT Wilmar Nabati Indonesia atau Wilmar Group (WG), beralamat di Gedung B & G Tower Lantai 9, Jalan Putri Hijau Nomor 10, Kota Medan. Kantor Musim Mas atau Musim Mas Group (MMG), beralamat di Jalan KL Yos Sudarso KM. 7.8, Kelurahan Tanjung Mulia, Kecamatan Medan Deli, Kota Medan. 

Lokasi ketiga yakni kantor PT Permata Hijau Group (PHG), beralamat di Jalan Gajahmada Nomor 35, Kota Medan. Penggeledahan dilakukan pada Kamis, 6 Juli 2023. "Dari ketiga tempat tersebut, tim penyidik berhasil melakukan penyitaan aset," ujar Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana dalam keterangannya, Sabtu (8/7/2023).

Dari kantor Musim Mas disita tanah dengan total 277 bidang seluas 14.620,48 hektare. Sementara dari kantor PT Wilmar Nabati Indonesia disita berupa tanah dengan total 625 bidang seluas 43,32 hektare. 

Sedangkan dari kantor PT Permata Hijau Group (PHG) disita tanah dengan total 70 bidang seluas 23,7 hektare. Kemudian mata uang rupiah sebanyak 5.588 lembar dengan total Rp385.300.000, mata uang dollar USD sebanyak 4.352 lembar dengan total USD435.200, mata uang ringgit Malaysia sebanyak 561 lembar dengan total RM52.000, dan mata uang dollar Singapura sebanyak 290 lembar dengan total SGD250.450.

Tersangka

Awalnya, Kejagung menetapkan empat orang tersangka yakni, IWW selaku Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag), MPT selaku Komisaris PT. Wilmar Nabati Indonesia, SM selaku Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group (PHG), dan PTS selaku General Manager di Bagian General Affair PT. Musim Mas.

Namun berdasarkan keterangan saksi-saksi dan perkembangan pekara ini, Kejagung kemudian menetapkan mantan anak buah Airlangga Hartarto, Lin Che Wei pada pada Selasa (17/5/2022).

Lin Che Wei diduga bersama-sama dengan tersangka IWW (Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan RI) mengkondisikan pemberian izin Persetujuan Ekspor (PE) di beberapa perusahaan.

Lin Che Wei dijerat dengan Pasal 2 jo. Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (an)

Sumber: monitor
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita