Mantan Penyelenggara Pemilu Desak KPU Laksanakan Putusan Mahkamah Konstitusi

Mantan Penyelenggara Pemilu Desak KPU Laksanakan Putusan Mahkamah Konstitusi

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Puluhan mantan anggota penyelenggara pemilu mendesak agar 
Komisi Pemilihan Umum melaksanakan dua putusan Mahkamah Konstitusi mengenai 
Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah. Mereka menilai, tak ada alasan bagi KPU 
untuk tidak melaksanakan kedua putusan MK mengenai uji materi Pasal 7 ayat 2 huruf 
e dan Pasal 40 Undang-Undang Pilkada.

Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) periode 2012-2017, Jimly 
Ashiddiqie, mengatakan kedudukan putusan Mahkamah Konstitusi dalam sistem 
hukum nasional setara dengan undang-undang untuk dilaksanakan. “KPU sebagai 
pelaksana hukum (self regulatory bodies) wajib melaksanakan putusan MK yang 
bersifat final dan mengikat,” kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu lewat 
keterangan tertulis yang diterima Tempo, Rabu, 21 Agustus 2024. 

Menurut Jimly, pelaksanaan putusan MK penting dilakukan untuk menjamin dan 
melindungi hak kostitusional partai politik peserta Pemilu 2024 dalam mengusung 
pasangan calon kepala daerah di Pilkada Serentak 2024. Selain itu, kata dia, 
pelaksanaan putusan MK untuk mewujudkan pilkada yang demokratis dan adil. 

“KPU agar segera menerbitkan revisi Peraturan KPU Nomor 8 Tahun 2024 tentang 
Pencalonan Gubernur Dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Wali Kota 
dan Wakil Wali Kota,” kata dia.

Jimly bersama 27 mantan penyelenggara pemilu membuat pernyataan sikap mengenai 
dua putusan Mahkamah Konstitusi dan kewajiban KPU untuk melaksanakannya. Para 
mantan penyelenggara pemilu itu pernah bertugas di KPU, Badan Pengawas Pemilu, 
dan DKPP.

Kedua putusan MK tersebut mengenai uji materi Pasal 7 ayat 2 huruf e dan Pasal 40 
Undang-Undang Pilkada. Pasal 7 ayat 2 huruf e mengatur bata usia calon gubernur dan 
wakil gubernur minimal 30 tahun terhitung sejak penetapan pasangan calon. Lalu Pasal 
40 mengatur ambang batas pencalonan kepala daerah dan wakil kepala dearah. Di sini 
Mahkamah Konstitusi menurunkan ambang batas pencalonan kepala daerah. Awalnya, 
ambang batas pencalonan yaitu didukung minimal 20 persen partai politik pemilik kursi 
di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Lalu ambang batas itu diubah menjadi didukung 
oleh partai politik dengan perolehan suara antara 6,5 sampai 10 persen dari total suara 
sah. Angka persentase dukungan partai politik itu disesuaikan dengan jumlah 
penduduk di provinsi, kabupaten, maupun kota.

Namun, Panitia Kerja Badan Legislasi (Baleg) DPR menyiasati keputusan Mahkamah 
Konstitusi tersebut saat pembahasan perubahan keempat Undang-Undang Pilkada, 
Rabu, kemarin. Dalam perubahan Pasal 7 ayat 2 huruf e UU Pilkada, Baleg merumuskan 
batas usia calon gubernur dan wakil gubernur minimal 30 tahun terhitung sejak 
pelantikan pasangan calon terpilih.

Selanjutnya, rumusan Baleg terhadap Pasal 40 UU Pilkada adalah mengatur ambang 
batas pencalonan sebesar 6,5 sampai 10 persen suara sah hanya berlaku bagi partai 
politik non-kursi di DPRD. Sedangkan ambang batas pencalonan bagi partai politik 
pemilik kursi di DPRD adalah sebesar 20 persen dari jumlah kursi di Dewan atau 25 
persen dari perolehan suara sah.

Anggota KPU Periode 2012-2017, Hadar Nafis Gumay, mengatakan Bawaslu seharusnya melaksanakan fungsi checks and balances untuk memastikan KPU melaksanakan 
putusan Mahkamah Konstitusi tersebut. Ia mengatakan, jika KPU dan Bawaslu tidak 
melaksanakan tugas dan wewenang yang diperintahkan oleh undang-undang, DKPP 
berdasarkan laporan atau pengaduan masyarakat, sepatutnya memberikan sanksi 
maksimal atas tindakan penyelenggara pemilu yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip 
pemilu demokratis. 

Hadar mengatakan KPU juga harus memastikan bahwa semua calon kepala daerah dan 
wakil kepala daerah memenuhi syarat usia terhitung sejak penetapan pasangan calon 
oleh KPU. “Sebagai lembaga yang dijamin konstitusi, KPU mempunyai tanggung jawab 
konstitusional untuk menyelenggarakan pilkada yang adil dan berintegritas,” ujar 
Hadar. 

Sumber: tempo
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita