Lawan Putusan MK dan Revisi UU Pilkada, Baleg DPR Panen Kritik

Lawan Putusan MK dan Revisi UU Pilkada, Baleg DPR Panen Kritik

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Ketua Majelis Kehormatan MK (MKMK) I Dewa 
Gede Palguna mengkritik sikap baleg. ”Cara ini, buat saya 
pribadi, adalah pembangkangan secara telanjang terhadap 
putusan pengadilan,” tegasnya. Perilaku baleg, lanjut Palguna, 
akan dihadapkan dengan rakyat, civil society, serta kalangan 
kampus.

Forum Pembelajar Hukum Tata Negara atau Constitutional and 
Administrative Law Society (CALS) juga mengkritik langkah DPR 
yang mengabaikan putusan MK. Ketua Presidium CALS Bivitri 
Susanti menyatakan, upaya revisi UU Pilkada menunjukkan 
Presiden Joko Widodo beserta partai politik pendukungnya 
tengah mempertontonkan pembangkangan konstitusi.

Langkah itu juga bentuk pamer kekuasaan yang eksesif tanpa 
kontrol. ”Seolah ia merupakan hukum, bahkan melebihi hukum 
dan sendi-sendi konstitusionalisme,” ujarnya kemarin.

Upaya demikian dinilai telah mendelegitimasi Pilkada 2024.
 ”Sebab, aturan main pilkada diakali sedemikian rupa untuk 
meminimalkan kompetitor dengan menutup ruang-ruang 
kandidasi alternatif,” katanya.

Karena itu, pembangkangan konstitusi oleh presiden dan partai 
politik pendukungnya harus dilawan.

Pakar kepemiluan Universitas Indonesia (UI) Titi Anggraini 
mengingatkan bahwa putusan MK final dan mengikat. Jika 
putusan MK tidak dilaksanakan, akibatnya adalah kecacatan 
pelaksanaan pilkada. ”Bila terus dibiarkan berlanjut, Pilkada 
2024 inkonstitusional dan tidak legitimate untuk 
diselenggarakan,” katanya.

Dalam sistem hukum Indonesia, MK adalah satu-satunya 
penafsir konstitusi yang memiliki kewenangan menguji UU. 
Pemerintah, DPR, dan semua elemen bangsa harus 
menghormati dan tunduk pada putusan MK dengan tanpa 
kecuali. ”Ketika MK sudah memberi tafsir, itulah yang harus 
diikuti semua pihak. Senang atau tidak senang,” tegasnya.

Pakar hukum tata negara Universitas Airlangga (Unair) Radian 
Salman meminta DPR menghentikan pembahasan revisi UU 
Pilkada. ”Jika pembahasan ini dilanjutkan, apalagi bertentangan 
dengan MK, mereka akan mewariskan keburukan demokrasi,” 
tegasnya kepada Jawa Pos kemarin.

Revisi UU Pilkada di masa akhir jabatan hanya akan membuat 
DPR makin ditinggalkan rakyat. Apalagi, revisi terkesan 
mendadak dengan pikiran yang sangat pragmatis jangka 
pendek. Bukan kepentingan jangka panjang sebagaimana niat 
peraturan perundangan dibuat.

Radian mengingatkan bahwa MK pernah mengeluarkan 
Putusan Nomor 98/PUU-XVI/2018. Bahwa segala UU yang dibuat 
dan bertentangan dengan putusan MK bisa disebut ilegal. 
Sebab, setiap putusan MK muncul akibat dispute atau sengketa 
dari UU yang dibuat. Sementara, UU dibuat atas dasar 
konsensus. ”Karena putusan tersebut tercipta akibat dispute, 
segala putusan MK harus diikuti,” katanya.

Di bagian lain, melalui siaran pers, Presiden Joko Widodo 
menegaskan pentingnya menghormati kewenangan dan 
keputusan setiap lembaga negara terkait dengan perubahan 
aturan pilkada. ”Iya, kita hormati kewenangan dan keputusan 
dari setiap lembaga negara. Itu proses konstitusional yang 
biasa terjadi di lembaga-lembaga negara yang kita miliki,” 
ujarnya.

Sumber: jawapos

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita