GELORA.CO - Aksi sumpah pocong yang dilakukan mantan terpidana kasus Vina Cirebon, Saka Tatal telah menggegerkan publik. Pemuda tersebut nekat melakukan ritual keramat tersebut lantaran merasa jadi korban fitnah.
Tak tanggung-tanggung, Saka Tatal pun menantang Iptu Rudiana, sebagai pihak yang terlibat dalam perkara tersebut untuk melakukan sumpah pocong, kemarin.
Namun sayangnya, Iptu Rudiana tidak hadir. Tapi Saka Tatal tak gentar sedikitpun. Ia tetap menjalani prosesi sumpah pocong tersebut.
Nah terlepas dari momen tak biasa itu, ritual sumpah pocong sendiri rupanya cukup melekat bagi sebagian masyarakat Indonesia.
Banyak kisah mistis yang membumbui ritual keramat itu. Terlebih bagi pelaku yang melakoni namun ternyata berbohong.
Yup, sumpah pocong sendiri memang tidak ada dalam ajaran Islam. Namun sebagian pihak menganggap cara itu terpaksa digunakan sebagai solusi dalam sebuah perkara yang dianggap rumit.
Bagi mereka yang berbohong, konon azab yang dialaminya sangatlah pedih. Seperti kisah yang diunggah akun YouTube Rio Wijaya.
Konon, pernah terjadi perselisihan antara dua keluarga, di sini sebut saja keluarga Pak Sormin dan keluarga Pak Junaedi.
Entah bagaimana awal mula perseteruan antara dua keluarga ini terjadi. Namun yang jelas hal itu telah berlangsung cukup lama.
Hingga pada suatu Pak Sormin ini memiliki lahan pertanian yang cukup luas sedangkan Pak Junaedi ini hanyalah buruh tani yang ada di kampung tersebut.
Nah kejadian sumpah pocong ini terjadi ketika sawah dari Pak Sormin ini tiba-tiba ada yang menghancurkannya.
Padi yang harusnya panen tinggal nunggu hari aja tiba-tiba itu hancur, seolah-olah seperti ada orang yang sengaja mengacak-ngacak.
Pak Sormin menuduh bahwa pelakunya adalah Junaidi dan keluarganya. Ia pun mengadukan kejadian itu kepada kepala desa.
Tapi bapak kepala desa tidak langsung menerima bulat-bulat aduan tersebut karena tidak ada bukti maupun saksi. Sormin cuma memiliki firasat.
"Saya yakin pak kalau keluarga Pak Junaedi yang ngacak-ngacak sawah saya ini, karena mereka bermusuhan dengan saya," kata Sormin menghasut kepala desa. Pak Junaidi yang merasa difitnah tak terima dengan tuduhan tersebut. Kemudian kepala desa menggelar sidang di balai.
Menurut keterangan, saat itu Junaidi dan keluarganya sedang ke luar kampung. Mereka menghadiri hajatan keluarga di desa lain.
Keluarga dari Pak Junaedi yang punya hajatan itu pun mau bersaksi. Bahwa malam itu Junaedi dan anak-anaknya ada di rumah mereka, menginap di rumah mereka dan tidak ada di lokasi sawahnya Pak Sormin.
Namun rupanya Pak Sormin tak menerima jawaban tersebut. Perselisihan pun berlanjut.
Bahkan fitnah tersebut telah sampai ke seluruh penduduk kampung. Beberapa minggu kemudian, Pak Sormin sampai membawa polisi untuk menangkap Junaidi dan keluarganya.
Beruntung, kepala desa yang mengetahui kejadian itu langsung bertindak. Ia merasa permasalahan ini adalah tanggung jawabnya, terlebih tidak ada bukti kuat atas tuduhan Pak Sormin.
Tak lama berselang, Pak Sormin lagi-lagi menuduh keluarga Pak Junaedi. Ia bersikeras bahwa Junaidi telah merusak sawahnya.
Pak Junaedi yang sudah sabar sekali menerima tudingan ini pun berdiri, lantaran kesabarannya sudah habis.
"Saya berani bersumpah, demi Allah demi Alquran 30 juz, saya berani bersumpah, kalau bukan saya dan anak-anak saya pelaku dari perbuatan ini," katanya dengan lantang.
Sejumlah ulama dan tetua adat yang hadir dalam balai desa berusaha menenangkan Junaidi.
"Kamunya jangan sembarangan bersumpah dengan membawa nama Allah dan membawa kitab suci Alquran. Kamu tahu apa yang kamu ucapkan itu bisa menjadi malapetaka buat kamu dan keluargamu," kata salah satu ustadz di kampung tersebut.
"Saya sudah cukup sabar pak ustad, menerima apa yang dituduh oleh keluarga Pak Sormin. Tapi kalau saya terus diam seperti ini kasihan anak-istri saya, selalu dipojokkan oleh tuduhan dari Pak Sormin," ucap Junaidi memelas.
Atas dasar itulah, Pak Junaedi kemudian menantang Pak Sormin untuk melakukan sumpah pocong.
"Demi Allah, kalau memang benar saya melakukan perusakan di sawah Pak Sormin biarlah saya dilaknat oleh Allah Subhana Wa ta'alla."
Sontak saja sejumlah tetua adat kampung dan ulama yang mendengar kaget. Mereka meminta agar Junaidi istighfar.
"Istighfar nak, istighfar nak. Apa yang kamu katakan baru saat itu adalah ucapan yang enggak baik. Untuk apa dilakukan sumpah seperti itu. Kamu enggak tahu resikonya nanti apa," ujar tetua adat kampung.
Sementara itu, Pak Sormin yang memang pengetahuan agamanya cetek menerima tantangan tersebut. Dia mengaku siap untuk ritual sumpah pocong.
Tetua adat dam alim ulama yang ada di sana tidak dapat berbuat apa-apa lagi. Mereka sudah mencoba untuk menenangkan namun kedua belah pihak tetap bersikeras.
Lalu dilakukanlah ritual untuk melakukan sumpah pocong. Biasanya ritual keramat itu dilakukan di tempat ibadah, bisa dilakukan di masjid, bisa dilakukan di mushola.
Ritual Sumpah Pocong
Tibalah hari yang ditentukan. Sumpah pocong pun dilakukan dengan disaksikan beberapa saksi.
Nah jadi prosesi awal untuk melakukan sumpah pocong ini, kedua belah pihak Sormin dan Junaedi awalnya disuruh ngambil wudhu dulu.
Disuruh beristighfar dan disuruh mengucapkan dua kalimat syahadat. Asyhadu Alla Ilaha Illallah, Wa Asyhadu Anna Muhammadar Rasulullah.
Ketika mereka sudah benar-benar yakin, alim ulama atau ustadz yang ada di sana sudah kembali mengingatkan kalau sumpah pocong ini sangat berat sekali.
Tapi lagi-lagi, Sormin dan Junaidei mengaku ikhlas menerimanya dan sumpah pocong pun segera dilakukan.
Kedua pun dikafani layaknya seperti orang mati, diikat seperti pocong. Dibaringkan lah bersampingan dan dua orang saksi mengapit Pak Junaedi dan Pak Sormin yang sudah dikafani.
Ustadz yang membantu untuk melakukan sumpah pocong ini memegang sebuah Alquran, di atas setiap kepala orang yang ingin bersumpah, dan mereka pun melapalkan sumpahnya.
Ketika sumpah pocong sudah dilakukan tidak satu orangpun yang akan tahu apa yang akan terjadi kepada kedua belah pihak, yang mana nanti di salah satu pihak terjadi sebuah keganjilan atau terjadi sesuatu yang mengerikan.
Itulah laknat yang Allah berikan untuk Allah menunjukkan dialah yang salah. Dan setelah sumpah pocong ini dilakukan, di sini Pak Junaedi sangat lega sekali.
Azab Sumpah
Beberapa minggu setelah prosesi sumpah pocong, Sormin yang usianya baru sekitar 54 tahun, tiba-tiba demam tinggi. Dia meracau dan segera dilarikan ke rumah sakit dan tiba-tiba setruk.
Dokter mengatakan pembuluh darah di bagian otaknya tuh pecah. Sormin cuman bisa terbaring koma di rumah sakit dan kurang lebih sekitar satu bulan dirawat akhirnya beliau menghembuskan nafas terakhir.
Ketika bapak kepala desa melayat ke rumah duka bersama ulama setempat, ia bertemu dengan Pak Junaedi.
Pada Junaidi, salah satu ulama di kampung itu pun memintanya untuk membuka pintu maaf pada almarhum.
"Allah sepertinya sudah menunjukkan kebenaran yang sudah kalian sumpah. Nak saya ingatkan permasalahan kalian di dunia ini sudah selesai. Saya minta sama kamu ikhlaskan almarhum yang sudah meninggal dunia," ujarnya.
"Biarlah sumpah yang sudah dilakukannya biarlah Allah yang mengurusnya nanti itu urusan almarhum dengan Allah Subhanallah ta'ala. Di sini saya minta urusan kalian di dunia, saya minta kamu ikhlaskan, kamu maafkan almarhum yang sudah meninggal dunia," sambungnya.
Begitu pun keluarag Pak Sormin, mereka bergegas minta maaf pada keluarga Junaidi.
Ditolak Bumi
Setelah semua prosesi dilakukan, jenazah sudah dibawa kembali ke rumah duka jenazah sudah dimandikan, dikafani dibawa ke masjid untuk disalatkan, dibawalah jenazah ini menuju ketempat peristirahatan terakhir, ke tempat pemakaman umum yang ada di desa tersebut.
Kejadian aneh pun terjadi. ketika jenazah keluar dari rumah duka, dibawa ke masjid untuk disalatkan cuaca sama sekali tidak menunjukkan kalau ada tanda-tanda bakal hujan.
Cuaca sangat cerah sekali. Namun setelah jenazah keluar dari masjid, tiba-tiba petir menyambar, di tengah cuaca yang panas petir menyambar dan beberapa orang yang mengerti tentang tanda-tanda alam seperti ini mereka mengucap astaghfirullahaladzim.
Mereka tahu dan mereka sadar, bakal ada sesuatu yang ganjil akan terjadi di prosesi pemakaman almarhum Pak Sormin.
Ternyata memang apa yang dipikirkan oleh beberapa warga dan pak ustad ini memang benar-benar terjadi.
Sebelum jenazah ini dibawa ke masjid untuk disholatkan, beberapa warga dan tukang gali kubur sudah mempersiapkan lubang kuburan dari almarhum Pak Sormin, yang mana tradisi di kampung tersebut untuk mengukur jenazah, itu biasanya mereka menggunakan sebatang bambu.
Potongan bambu itulah yang akan dibawa ke liang lahat untuk menjadi acuan si penggali kuburan. Nah ketika kuburan itu digali semuanya berjalan lancar tanahnya gampang digali, ukurannya sudah pas bahkan dilebihkan sedikit.
Tapi ketika jenazah sampai ternyata enggak muat, tidak bisa masuk ke dalam liang lahat.
Bagian kepala dan bagian kaki jenazah almarhum Pak Sormin itu mentok. Seolah-olah liang lahat itu kesempitan dan petugas penggali makam ini kebingungan.
Sebab kejadian itu terus berulang, meski mereka telah mengukur panjang jenazah berkali-kali. Kuburan itu seolah mengecil dan menjadi sempit.
"Kita harus tetap tenang, marilah sama-sama kita istigfar meminta kepada Allah berdoa kepada Allah agar prosesi pemakaman dari almarhum ini bisa berjalan dengan lancar," kata ustadz.
Pak ustadz pun turun ke bawah menyambut jenazah almarhum Pak Sormin. Jenazah itu terasa sangat berat.
Singkat cerita akhirnya jenazah almarhum Pak Sormin bisa dimakamkan dengan layak.
Teror Pocong
Setelah beberapa hari Pak Sormin meninggal dunia, kejadian-kejadian aneh mulai terjadi di kampung tersebut.
Terutama di beberapa titik sawah yang dimiliki almarhum. Salah satu warga mengaku melihat sosok almarhum.
Kejadian bermula ketika seorang warga lagi nyari belut malam-malam di saluran irigasi sawah milik alramhum.
Semasa hidup, Pak Sormin dikenal pelit. Ia melarang warga untuk cari belut di sawahnya.
Malam itu, salah satu warga pun memberanikan diri untuk mencari belut di saluran irigasi sawah milik Pak Sormin.
Dia merasa merinding ketika menginjakkan kakinya disana, tapi dia mengabaikan perasaan tersebut dianggap memiliki perasaan yang aneh-aneh.
Beliau pun memulai pencarian belutak ku lebih sekitar satu petak sawah sudah dikelilingi, sudah dapatlah beberapa belut dia masuk ke petak sawah kedua dan di petak sawah kedua inilah dia mengalami suatu kejadian yang sangat mengerikan sekali.
Ketika dia sedang nunduk memancing belut yang ada di saluran irigasi, dari belakang ini seperti ada yang niup, di bagian telinganya ini dingin sekali.
Ketika dia menoleh kebelakang, dia sangat kaget dibelakangnya berdiri sosok pocong dengan kapas yang masih menyumpal di hidung.
Dia melihat pocong itu menatapnya dengan tatapan yang sangat tajam sekali.
ketika dia menatap pocong itu dia sama sekali tidak bisa berkedip.
Pocong itu mengatakan, "Kamu pulang, kamu jangan disini."
Orang yang sedang mencari belut ini pun pingsan. Cerita itu berkembang sampai satu kampung.
Bahkan Pak Junaedi juga mengalaminya. Kurang lebih terjadi sekitar hampir 04.00 pagi. Saat itu ia ke luar rumah hendak menuju kamar mandi yang ada di halaman.
Dia mau ngambil wudhu juga untuk sekalian nunggu subuh. Ketika berjalan menuju ke kamar mandi dia melihat dari balik pohon jambu itu kayak ada bayangan putih.
Awalnya di sini Pak Junaedi berpikir ah itu mungkin karung. Tapi anehnya karung itu bisa bergerak dan terlihat seperti ngambang.
Pak Junaedi pun disini penasaran dan mencoba untuk mendekati sosok tersebut.
Ketika ingin mendekati sosok tersebut, langkah kakinya tetiba berhenti, seolah terkunci.
Sosok itupun mewujudkan dirinya tepat di hadapan Pak Junaedi. Wajahnya mirip sekali dengan almarhum Pak Sormin menatap tajam ke-arah Pak Junaedi.
"Di maafin aku Di. Maafin aku Di. Tolong aku Di. Berat Di, sikit Di," tutur sosok itu sambil meringis kesakitan,
Pak Junaedi sama sekali tidak mengerti dengan apa yang dimaksud oleh sosok pocong yang ada dihadapannya.
Junaidi kemudian menceritakan peristiwa itu ke ustadz. Sejumlah warga dan keluarga almarhum akhirnya menggelar pengajian, dan memanjatkan doa untuk Pak Sormin. Sejak saat itu teror pocong pun berakhir.
Sumber: viva