Keresahan Warga Jakarta Soal Baleg DPR Anulir Putusan MK, Batasi Pilihan Cagub dan Preseden Buruk Demokrasi

Keresahan Warga Jakarta Soal Baleg DPR Anulir Putusan MK, Batasi Pilihan Cagub dan Preseden Buruk Demokrasi

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat 
(DPR) merevisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) pada Rabu 
(21/8/2024), sehari setelah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait 
ambang batas pencalonan kepala daerah.

Namun, langkah yang dilakukan Baleg memicu respons negatif dari sejumlah 
warga Jakarta lantaran mereka merasa akan dirugikan dalam Pemilihan 
Kepala Daerah (Pilkada) Jakarta 2024 mendatang.

Untuk diketahui, MK memutuskan bahwa ambang batas (threshold) 
pencalonan kepala daerah tidak lagi sebesar 25 persen perolehan suara partai 
politik/gabungan partai politik hasil Pileg DPRD sebelumnya, atau 20 persen 
kursi DPRD.

MK memutuskan, threshold pencalonan kepala daerah dari partai politik 
disamakan dengan threshold pencalonan kepala daerah jalur 
independen/perseorangan/nonpartai sebagaimana diatur pada Pasal 41 dan 
42 UU Pilkada.

Berdasarkan putusan MK ini, threshold pencalonan gubernur Jakarta hanya 
membutuhkan 7,5 persen suara pada pemilihan legislatif sebelumnya.

Putusan MK ini membuat PDI-P bisa mengusung kandidat sendiri pada Pilkada 
Jakarta 2024 setelah 12 parpol diborong untuk mendukung Ridwan Kamil dan 
Suswono sebagai pasangan calon (paslon) gubernur dan wakil gubernur 
Jakarta.

Namun, Baleg mengakali Putusan MK yang melonggarkan 
threshold pencalonan kepala daerah untuk semua partai politik peserta pemilu.

Baleg mengakalinya dengan membuat pelonggaran threshold itu hanya berlaku 
untuk partai politik yang tak punya kursi DPRD.

Threshold 20 persen kursi DPRD atau 25 persen suara sah pileg tetap 
diberlakukan bagi partai-partai politik yang memiliki kursi DPRD.

Dengan aturan ini, PDI-P kembali tak bisa mengusung calon di Jakarta karena 
partai lain sudah bersatu dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus mengusung 
Ridwan Kamil-Suswono.

Paslon yang diusung KIM Plus pun cukup bertarung dengan calon independen, 
yakni Dharma Pongrekun dan Kun Wardana.

Membatasi pilihan calon

Warga Sunter Jaya, Jakarta Utara, bernama Ari (40) mengaku menyesalkan 
langkah yang dilakukan Baleg.

Ia merasa hal tersebut akan membatasi pilihan calon gubernur dan wakil 
gubernur Jakarta yang akan ia pilih nanti.

"Ya kalau Ridwan Kamil sama Dharma doang (yang maju Pilkada Jakarta) 
enggak ada pilihan. Pilihannya terbatas," ucap Ari kepada Kompas.com, Rabu 
(21/8/2024).

Jika nantinya Pilkada Jakarta 2024 hanya diisi oleh dua calon yang berlaga, Ari 
mengaku bahwa itu bisa mengurangi minatnya untuk memberikan hak 
suaranya.

"Kalo Ridwan Kamil (sama) Dharma doang, nyoblosnya fifty-fifty. Bingung mau 
nyoblos apa enggak. Soalnya enggak ada pilihan lagi. Tadinya kalau warga sini 
mau dukung Ahok (Basuki Tjahaja Purnama)," tutur perempuan yang bekerja 
sebagai Asisten Rumah Tangga (ART) itu.

Bikin gondok

Nawang Wulan, warga Sunter Jaya, Jakarta Utara, mengaku dongkol dengan 
siasat Baleg yang mengakali putusan MK.

"Gondok (dengan langkah Baleg) karena MK sudah mutusin tapi kok DPR 
malah ubah lagi, enggak mihak rakyat," kata Wulan saat dihubungi 
Kompas.com, Rabu.

Menurut Wulan, langkah Baleg menganulir putusan MK mencerminkan perilaku 
negatif terhadap masyarakat.

Bikin gondok
Nawang Wulan, warga Sunter Jaya, Jakarta Utara, mengaku dongkol dengan siasat Baleg yang mengakali putusan MK.

"Gondok (dengan langkah Baleg) karena MK sudah mutusin tapi kok DPR malah ubah lagi, enggak mihak rakyat," kata Wulan saat dihubungi Kompas.com, Rabu.

Menurut Wulan, langkah Baleg menganulir putusan MK mencerminkan perilaku 
negatif terhadap masyarakat.

Ibu rumah tangga ini merasa pihak yang tengah berkuasa tak henti-hentinya 
untuk meraih kekuasaan.

"Ini kayaknya lagi rebutan kekuasaan. Sejak anak Jokowi dilolosin jadi wakil 
presiden kok negara ke sini-sini jadi amburadul kelihatannya, enggak jelas," 
tutur Wulan.

Presiden buruk bagi demokrasi

Warga Ciganjur, Jakarta Selatan, bernama Bimo (31) memprotes langkah Baleg 
DPR yang menganulir putusan MK.

Ia merasa DPR seolah berkali-kali berusaha mengakali dan mengangkangi 
hukum.

"Keputusan yang dilakukan DPR jadi preseden buruk bagi proses demokrasi di 
Indonesia dan juga semakin menunjukkan kemunduran proses kita bernegara 
dan berdemokrasi," jelas Bimo kepada Kompas.com, Rabu.

Bimo berharap masyarakat tak apatis dengan situasi politik saat ini yang 
semakin mengkhawatirkan.

"Harapannya masyarakat bisa lebih lantang menyuarakan protes atas 
kesewenangan DPR dan pemerintah sehingga mereka mendengar warga," 
ujarnya.

Peraturan negara mudah diatur

Rifqi (29), warga Koja, Jakarta Utara, merasa heran dengan apa yang dilakukan 
oleh Baleg DPR.

Pekerja swasta itu menganggap, peraturan negara saat ini begitu mudah untuk 
diatur sesuai kemauan pihak-pihak yang berkuasa.

"Masa putusan MK segampang itu diotak-atik," jelas Rifqi, Rabu.

Rifqi menyampaikan, tindakan Baleg DPR yang tiba-tiba merevisi UU Pilkada 
untuk merevisi putusan MK adalah sebuah pembangkangan.

Menurutnya, hal tersebut tidak boleh dilakukan oleh DPR.

"Ya pastinya enggak bagus buat iklim demokrasi dong. MK kan harusnya punya 
kuasa tertinggi," imbuhnya.

Sumber: kompas

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita