Hamas Tunjuk Yahya Sinwar Gantikan Ismail Haniyeh, Dijuluki 'Si Penjagal' dari Gaza oleh Israel

Hamas Tunjuk Yahya Sinwar Gantikan Ismail Haniyeh, Dijuluki 'Si Penjagal' dari Gaza oleh Israel

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO  -  Hamas menunjuk Yahya Sinwar sebagai pemimpin Hamas menggantikan Ismail Haniyeh yang tewas dibunuh di Teheran Iran pada  31 Juli 2024 lalu.

"Gerakan Perlawanan Islam Hamas mengumumkan pemilihan Komandan Yahya Sinwar sebagai kepala biro politik gerakan tersebut, menggantikan syahid Komandan Ismail Haniyeh, semoga Allah merahmatinya," kata gerakan itu seperti dikutip dalam sebuah pernyataan oleh kantor berita Reuters, Rabu (7/8/2024) .


Yahya Sinwar selama ini berada di Gaza sejak dimulainya perang dengan Israel.


Dia memilih di Gaza melawan Israel dan tidak mengungsi ke negara lain seperti pemimpin Hamas lainnya.

Sinwar telah menghabiskan separuh masa dewasanya di penjara Israel.

Dia juga pemimpin Hamas paling berkuasa yang masih hidup setelah pembunuhan Haniyeh.

Dijuluki Penjagal dari Gaza

Karena keberaniannya melawan langsung militer Israel di medan perang maka banyak gelar yang didapatnya.

Oleh Israel dia dianggap sosok menakutkan.


Yahya Sinwar disebut-sebut paling bertanggungjawab dan menjalankan gerakan perlawanan di Gaza Palestina saat ini.


Israel juga menuduh Yahya Sinwar sebagai pihak yang bertanggungjawab atas penahanan sejumlah sandera Israel di dalam terowongan.

“Gambaran Sinwar di jalan-jalan Gaza, sementara para sandera mendekam di ruang bawah tanah adalah gambaran kegagalan Israel,” kata The Hostage and Missing Families Forum.

Israel menjuluki Yahya Sinwar si penjagal dari Gaza karena dituduh kejam terhadap zionis.

Ribuan tentara Israel mengerahkan drone, penyadap elektronik, hingga informan manusia demi mencari keberadaan Yahya Sinwar.

Yahya Sinwar yang memiliki rambut seputih salju dan alis hitam merupakan pemimpin sayap politik Hamas di Gaza.

Yahya bersama sejumlah orang lainnya dianggap bertanggung jawab atas serangan pada 7 Oktober di wilayah selatan Israel, yang menewaskan sekitar 1.200 orang dan lebih dari 200 orang diculik.

“Yahya Sinwar adalah komandannya dan dia akan habis,” kata juru bicara Pasukan Pertahanan Israel (IDF) Laksamana Muda Daniel Hagari pada awal Oktober.

“Serangan keji ini diputuskan oleh Yahya Sinwar,” kata Kepala Staf IDF Herzi Halexi.

Israel sebut Sinwar adalah  orang kedua setelah pemimpin Hamas Ismail Haniyeh yang kini bermukim di Qatar.

Israel juga yakni saat ini Sinwar telah terpojok, bersembunyi di terowongan bawah tanah di suatu tempat di Gaza bersama pengawalnya dan tidak berkomunikasi dengan siapa pun karena khawatir akan terlacak dan ditemukan.

Kemunculan dan penangkapan Sinwar
Sinwar, 61, yang dikenal dengan sapaan Abu Ibrahim lahir di kamp pengungsi Khan Younis di ujung selatan Jalur Gaza.

Orang tuanya berasal dari Ashkelon namun dia menjadi pengungsi pasca-peristiwa “al-Naqba” (bencana), yang merujuk pada tersingkirnya warga Palestina dari tanah leluhur mereka dalam perang usai negara Israel dibentuk pada 1948.

Dia menempuh pendidikan di sekolah menengah untuk laki-laki di Khan Younis, lalu menjadi sarjana bahasa Arab dari Universitas Islam Gaza.

Pada masa itu, Khan Younis adalah “benteng” dukungan bagi Ikhwanul Muslimin, kata peneliti dari Washington Institute for Near East Policy, Ehud Yaari, yang pernah mewawancarai Sinwar di penjara sebanyak empat kali.

Menurut Yaari, Ikhwanul Muslimin “merupakan gerakan besar-besaran bagi generasi muda yang pergi ke masjid-masjid di tengah kemiskinan di kamp pengungsi”. Ini nantinya juga berpengaruh penting bagi Hamas.

Sinwar pertama kali ditangkap oleh Israel karena "aktivitas Islami" pada tahun 1982, ketika dia masih berusia 19 tahun.

Dia kemudian ditangkap lagi pada tahun 1985. Pada saat itulah dia dipercaya oleh pendiri Hamas berkursi roda, Sheikh Ahmed Yassin.

Keduanya menjadi “sangat, sangat dekat”, kata peneliti senior di Institut Studi Keamanan Nasional di Tel Aviv, Kobi Michael.

Hubungan dengan pemimpin spiritual organisasi ini memberi kesan pertama yang baik bagi Sinwar di dalam gerakan tersebut.

Dua tahun setelah Hamas didirikan pada tahun 1987, Sinwar mendirikan organisasi keamanan internal yang ditakuti bernama al-Majd. Saat itu, dia baru berusia 25 tahun.

Sinwar disebut bertanggung jawab atas banyak “pembunuhan brutal” terhadap orang-orang yang dicurigai bekerja sama dengan Israel.

“Beberapa di antaranya [dia bunuh] menggunakan tangannya sendiri dan dia bangga akan itu, dia menceritakannya kepada saya dan ke orang-orang lain.”

Lama Dipenjara

Sinwar telah menghabiskan sebagian besar masa dewasanya di penjara-penjara Israel. Dia dipenjara selama lebih dari 22 tahun, dari 1988 hingga 2011.

Waktunya selama dipenjara, sebagian di sel isolasi, tampaknya justru membuatnya semakin radikal.

“Dia meneguhkan otoritasnya dengan cara yang kejam, menggunakan kekerasan,” kata Yaari.

“Dia memposisikan dirinya sebagai pemimpin di antara para narapidana, bernegosiasi atas nama mereka dengan otoritas di penjara dan menegakkan disiplin di antara para narapidana.”

Pemerintah Israel menggambarkan Sinwar selama di penjara sebagai sosok yang “kejam, berwibawa, berpengaruh, dengan ketahanan yang tidak biasa, licik dan manipulatif, merasa puas dengan apa yang dia miliki… menyimpan rahasia bahkan di dalam penjara di antara tahanan lain memiliki kemampuan untuk membawa orang banyak”.

Menurut Yaari, Sinwar “sangat licik, cerdas tahu bagaimana memainkan pesona pribadinya.”

Ketika Sinwar memberitahunya bahwa Israel harus dihancurkan dan bersikeras bahwa tidak ada tempat bagi orang Yahudi di Palestina, “dia kemudian bercanda, ‘Mungkin kami akan mengecualikan Anda’”.

Selama dipenjara, Sinwar menjadi fasih berbahasa Ibrani.

Sinwar dibebaskan pada 2011 sebagai bagian dari kesepakatan yang membebaskan 1.027 tahanan Palestina dan Arab Israel dari penjara dengan imbalan satu sandera Israel, yakni tentara IDF Gilad Shalit.

Shalit telah disandera selama lima tahun setelah diculik oleh, antara lain, saudara laki-laki Sinwar, yang merupakan komandan senior militer Hamas.

Sinwar sejak saat itu menyerukan lebih banyak penculikan terhadap tentara Israel.

Saat ini, Israel telah mengakhiri pendudukannya di Jalur Gaza dan Hamas berkuasa setelah memenangkan pemilu dan kemudian menyingkirkan saingannya, partai Fatah pimpinan Yasser Arafat, dengan memecat banyak anggotanya dari posisi-posisi penting.

Kedisiplinan yang brutal

Ketika Sinwar kembali ke Gaza, dia langsung diterima sebagai pemimpin, kata Michael.

Penerimaan terhadapnya banyak dipengaruhi oleh prestisenya sebagai anggota pendiri Hamas yang telah mengorbankan hidupnya selama bertahun-tahun di penjara Israel.

Segera setelah keluar dari penjara, Sinwar juga beraliansi dengan Brigade Izzedine al-Qassam dan kepala staf Marwan Issa.

Pada 2013, dia terpilih menjadi anggota Biro Politik Hamas di Jalur Gaza, kemudian menjadi ketuanya pada 2017.

Adik laki-laki Sinwar, Mohammed, juga berperan aktif di Hamas. Dia mengaku selamat dari beberapa upaya pembunuhan Israel sebelum dinyatakan meninggal oleh Hamas pada 2014.

Beberapa laporan media menyebut bahwa dia mungkin saja masih hidup, aktif di sayap militer Hamas yang bersembunyi di terowongan di bawah Gaza, dan bahkan mungkin berperan dalam serangan 7 Oktober di Israel.

Reputasi Sinwar atas kekejamannya membuat dia dijuluki sebagai Si Penjagal Khan Younis.

Dia dianggap bertanggung jawab atas penahanan, penyiksaan dan pembunuhan seorang komandan Hamas bernama Mahmoud Ishtiwi pada tahun 2015 yang dituduh homoseksual dan melakukan penggelapan.

Pada tahun 2018, dalam pernyataannya kepada media internasional, dia mengisyaratkan dukungannya terhadap ribuan warga Palestina untuk menerobos pagar pembatas yang memisahkan Jalur Gaza dengan Israel.

Dukungan itu adalah bagian dari protes terhadap AS yang memindahkan kedutaan besarnya dari Tel Aviv ke Yerusalem.

Belakangan pada tahun yang sama, dia mengaku selamat dari upaya pembunuhan oleh warga Palestina pendukung pesaingnya, Otoritas Palestina (PA) di Tepi Barat.

Namun dia juga pernah menunjukkan sisi pragmatisnya.

Dia mendukung gencatan senjata sementara dengan Israel, pertukaran tahanan dan rekonsiliasi dengan Otoritas Palestina. Menurut Michael, Sinwar bahkan dikritik oleh pihak yang menentang keputusannya karena dianggap terlalu moderat

Sumber: Tribunnews 
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita