GELORA.CO -Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menyebut beras jagung bisa menjadi opsi menu dalam program makan gratis.
Pernyataan itu, dianggap kurang tepat oleh pengamat kebijakan publik Bambang Haryo Soekartono.
Menurut dia, Menko PMK ternyata tidak paham bahwa produksi jagung di Indonesia jumlahnya masih kurang untuk kebutuhan nasional kita.
“Baik untuk konsumsi manusia maupun ternak ayam dan lain lain yang ada di Indonesia, kebutuhan nasional jagung kita sekitar 15,7 juta ton per tahun, sedangkan hasil produksi pertanian jagung kita sebesar 13.79 juta ton per tahun, berarti kita harus impor sekitar 1,2 juta ton Jagung setiap tahunnya,” jelas BHS akrab disapa dalam keterangan yang diterima RMOL, Selasa malam (6/8).
“Harusnya, Pak Menko PMK tahu, ironisnya harga jagung di Indonesia adalah yang termahal di dunia yaitu sebesar Rp5-8 ribu per kg bahkan lebih yang dijual ke konsumen. Dengan referensi harga jagung termahal di dunia sesuai data dari website Tridge.com, yaitu di Negara Ukraina seharga 270 USD per ton, atau Rp4.372 per kg,” tambahnya.
"Ini yang seharusnya diperjuangkan oleh Menko PMK bahwa harga pokok pangan seperti jagung ini harus murah. Apalagi Kementerian Pangan kan sering mengadakan studi banding dan harusnya paham bahwa harga jagung Internasional saat ini tidak lebih dari Rp2000, atau tepatnya Rp1760 per liter atau per kg, sesuai dengan data dari Website Business Insider. Tapi, harga jual di Indonesia, sangat mahal, bahkan ada yang di atas Rp8 ribu/kg," beber BHS.
Lebih lanjut, anggota DPR-RI terpilih periode 2024-2029 ini menyatakan bila harga jagung bisa diturunkan, maka makanan seperti ayam dan telur akan menjadi murah.
“Kita tau kan bahwa sebagian besar masyarakat Jawa dan Sumatera yang merupakan penduduk terbesar di Indonesia, gemar mengkonsumsi ayam dan telur. Inilah yang harusnya kita dorong agar kita mendapatkan harga lauk pauk yang murah terutama untuk program makan gratis,” ungkap dia.
"Dan seharusnya Menko PMK perlu melakukan kajian dengan turun ke masyarakat, menanyakan kepada anak-anak apakah familiar dan suka makan nasi jagung. Jangan sampai program makan gratis yang kita inginkan untuk makan dan nutrisi yang cukup untuk anak anak, menjadi percuma karena tidak diminati oleh anak-anak sekolah. Yang saat ini mereka banyak makan dengan menggunakan nasi putih, bukan nasi jagung," tegas BHS.
Anggota Dewan Pakar DPP Partai Gerindra itu mendorong Menko PMK perlu melakukan kajian tentang kesulitan memproduksi bahkan memasak beras jagung.
“Menurut informasi, memasak beras jagung butuh kesabaran dan waktu yang cukup lama agar mendapatkan hasil tanakan yang sempurna. Dan itu prosesnya jauh lebih lama daripada menanak nasi putih. Kita tau kan bahwa harga LPG naik terus. Selain itu ada informasi dari ibu-ibu bahwa nasi jagung tidak bisa bertahan lama, lebih mudah busuk daripada nasi putih biasa. Jadi apakah diversifikasi pangan dari nasi putih ke nasi jagung itu lebih efektif dan efisien?” tanya BHS,
"Bila memang pemerintah ingin melakukan diversifikasi pangan dari beras ke jagung, dan hasil kajian anak-anak mau mengonsumsi nasi jagung, maka tugas pemerintah adalah memproduksi tambahan pertanian jagung di Indonesia, agar jumlah impor jagung kita tidak menjadi lebih banyak," bebernya lagi.
"Sekaligus pemerintah harus mendorong harga pangan terutama komoditas jagung agar bisa lebih murah, untuk yang dikonsumsi di Indonesia, khususnya untuk Program Makan Gratis untuk anak sekolah, untuk mendekati harga Internasional yang saat ini jauh lebih rendah daripada harga jagung per kilogram yang ada di Indonesia," pungkas BHS.
Sumber: RMOL