Analisis soal Mundurnya Airlangga dari Ketum Golkar: Demi Jokowi-Gibran hingga Tekanan dari Luar

Analisis soal Mundurnya Airlangga dari Ketum Golkar: Demi Jokowi-Gibran hingga Tekanan dari Luar

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO  - Mundurnya Airlangga Hartarto dari Ketua Umum Partai Golkar memunculkan beragam spekulasi terkait penyebabnya.

Dalam pidatonya pada Minggu (11/8/2024), Airlangga beralasan mundur dari Ketua Umum Golkar demi stabilitas transisi pemerintahan dan kesolidan partai.

Namun, ada beberapa pengamat yang menilai alasan mundurnya Airlangga tidak sebatas itu.

Menurut mereka ada alasan lain yang membuat Menko Perekonomian itu sampai harus mundur meski Musyawarah Nasional (Munas) tinggal empat bulan lagi atau digelar pada Desember 2024.


Beberapa pengamat menilai ada alasan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan anaknya, Gibran Rakabuming Raka sehingga Airlangga sampai mundur.

Di sisi lain, adapula anggapan bahwa ada tekanan dari internal dan eksternal Golkar agar Munas dipercepat.

Demi Mudahkan Jokowi atau Gibran Jadi Ketum Golkar

Pengamat politik dari Universitas Al Azhar, Ujang Komarudin menganggap mundurnya Airlangga demi memuluskan langkah Jokowi ataupun Gibran untuk salah satu dari mereka menjadi Ketua Umum Golkar.


Ujang mengatakan langkah apapun akan ditempuh trah Jokowi untuk memuluskan langkahnya menjadi orang nomor satu di Golkar meski harus menabrak AD/ART dari partai berlambang beringin tersebut.

"Ya bisa jadi kalau Airlangga mundur, bisa jadi kalau nggak Jokowi atau Gibran (menjadi Ketua Umum Golkar)," katanya kepada Tribunnews.com, Minggu (11/8/2024).


"Jadi saya melihatnya bahwa tidak mungkin Airlangga mundur kalau tidak ada tekanan. Bisa jadi tekanan itu agar Airlangga mundur untuk memberi ruang gerak si Gibran atau Jokowi untuk menjadi Ketua Umum Golkar meskipun dengan menabrak aturan apapun," sambung Ujang.

Di sisi lain, Ujang menilai mundurnya Airlangga tidak memengaruhi internal Partai Golkar.

Menurutnya, Partai Golkar sudah berpengalaman sejak lama dalam menghadapi permasalahan politik dan hukum apapun sejak era kepemimpinan Akbar Tandjung hingga Setyo Novanto.

"Golkar ketika dihajar kasus korupsi Alquran 2014, biasa-biasa saja, masih partai besar. 2019 dihajar kasus korupsi ketua umumnya dan sekjennya juga biasa-biasa saja."

"Kalau 2024, Golkar suaranya signifikan naik. Jadi dengan konteks Golkar gonjang-ganjing pun sudah biasa di dalam Partai Golkar," kata Ujang.


Ada Ulah Invisible Hand hingga Ingin Munas Dipercepat

Sementara, Direktur Eksekutif Institue for Democracy and Strategic Affairs, Khoirul Umam menuturkan adanya kejanggalan terkait pengunduran Airlangga sebagai Ketua Umum Golkar.

Dia curiga adanya invisible hand yang turut menjadi alasan dalam pengunduran diri Airlangga.

Umam mengatakan ada benturan yang kuat antar internal Golkar yang menurutnya sudah terjadi sejak Pilpres 2024 lalu.

Benturan ini pun, kata Umam, juga dipengaruhi adanya kekuatan eksternal seperti kekuasaan untuk mempengaruhi keputusan politik Golkar.

"Faksi-faksi kekuatan di internal Golkar memiliki agenda kepentingan ekonomi-politik yang beragam. Ada yang mencoba untuk mempertahankan kedaulatan politik partai dari intervensi eksternal."

"Ada pula yang mencoba bersimbiosis dengan kekuatan eksternal yang dekat dengan kekuasaan, untuk mempengaruhi dan mengendalikan keputusan politik strategis Partai Golkar," kata Khoirul dalam keterangannya, Minggu (11/8/2024).


Terkait benturan internal Golkar, Umam mengungkapkan hal tersebut sudah terlihat ketika partai beringin itu masih kesana-kesini saat menentukan koalisi Pilpres 2024.

Bahkan, Golkar pun sempat diisukan santer bakal berkoalisi dengan PDIP.

Kemudian, benturan juga diduga terjadi setelah Airlangga diperiksa sebagai saksi dalam kasus korupsi minyak goreng pada pertengahan tahun lalu.

"Hal itu diyakini sejumlah kalangan sebagai alasan mengapa akhirnya Airlangga sempat diperiksa lembaga penegak hukum terkait kasus minyak goreng, karena manuver Airlangga dianggap tidak firmed dengan agenda kepentingan kekuatan," ungkapnya.

Sementara soal kecurigaan adanya invisible hand, Umam menduga hal tersebut terjadi karena Golkar dianggap tidak tegas dalam pengusungan calon di Pilkada.

Sehingga, sambungnya, dugaan invisible hand itu berperan dengan cara mendongkel Airlangga dari pucuk pimpinan Golkar.

Di sisi lain, pengamat politik dari Universitas Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno menduga adanya kekuatan politik besar dari internal maupun eksternal Golkar sehingga Airlangga mundur.

Menurutnya, kekuatan politik itu menginginkan agar Munas Golkar dipercepat.

"Ada kekuatan politik yang cukup besar yang muncul dari baik internal dan eksternal Golkar yang sebenarnya supaya Munas Golkar dipercepat dan kemudian lahir kepemimpinan baru yang bisa menjadi suksesor Airlangga Hartarto," katanya dalam Kompas Siang di YouTube Kompas TV, Minggu (11/8/2024).


Adi juga mengatakan desakan Munas dipercepat ini agar penyelarasan transisi pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo bisa menjadi lancar.

Terkait faktor eksternal, Adi menduga sosok tersebut memiliki kekuatan yang melampaui Airlangga sebagai menteri maupun Ketua Umum Golkar.

Bahkan, dia sampai menyebut kekuatan eksternal itu dapat mengintervensi agar Golkar menggelar Munaslub untuk memutuskan pengganti Airlangga.

"Kalau kita melihat kondisi alamiah, tentu Munas Golkar digelar pada Desember. Artinya apa kok ada desakan Munaslub tiba-tiba bukan di bulan Desember, tentu ada yang menekan, ada yang pressure."

"Lalu, kalau Pak Airlangga Hartarto mundurnya terkesan sukarela, ini jadi alasan Munaslub bisa dipercepat agar tidak digelar bulan Desember. Siapa tahu Agustus, sudah akan keluar dan muncul kontestan yang dinilai layak menggantikan Airlangga Hartarto sebagai ketua umum," jelas Adi

Sumber : Tribunnews 
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita