OLEH: ROY SURYO*
GAWAI saya tidak henti-hentinya bunyi notifikasi. Ini menandakan adanya pesan-pesan masuk untuk konfirmasi tentang berita kebenaran rekaman suara Presiden Joko Widodo, sebagaimana disampaikan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, pasca upacara peringatan 17 Agustus di halaman Masjid At-Taufiq, Sekolah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Lenteng Agung, Jakarta Selatan, pada Sabtu (17/8).
Perlu sekali lagi ditegaskan bahwa saya sudah lebih dari empat tahun terakhir ini tidak lagi menjadi bagian atau pun berafiliasi dengan partai politik apa pun. Ini setelah secara resmi saya mengundurkan diri secara terbuka dan melalui surat tertanggal 11 Maret 2020 (Supersemar).
Jadi analisis ini 1000 persen -- bukan hanya sekedar 100 persen-- murni ilmiah tanpa ada unsur politis apapun, selain hanya demi kebenaran fakta ilmiah ilmu pengetahuan semata.
Intinya, kemarin Hasto di depan banyak wartawan memberikan keterangan pers (sebagaimana video lengkap pemberitaan YouTube yang berjudul "Hasto PDIP Beberkan Rekaman Diduga Suara Jokowi yang mau gunakan Penegak Hukum untuk Intimidasi).
Tayangan berdurasi 2 menit 31 detik tersebut memuat jelas di mana Hasto memutar suara (yang berasal dari video di ponselnya) di TCR (Time Code Recorder) 1'30" sd 1'59" yang didahului dengan kalimat dia "Tapi gambarnya nggak usah ya ...".
Pernyataan Hasto ini kemudian menjadi sangat viral baik di media konvensional maupun banyak platform sosial media, lengkap dengan berbagai komentar maupun analisis (sok) ilmiah dari beberapa warganet.
Ada yang menyebut bahwa rekaman audio tersebut hanya rekayasa, mulai dari tuduhan hasil editan. Bahkan ada pula yang nekat menuduh bahwa itu hasil karya AI (Artificial Intelligence) dilengkapi dengan video contoh-contoh AI dari kasus-kasus lain yang tidak ada hubungan sebelumnya.
Terus terang harus tersenyum saya baca semua komentar tersebut.Meski ada pepatah yang mengatakan bahwa "maha benar netizen dengan segala komennya".
Namun kali ini (maaf) banyak komentar -- terutama disinyalir yang jelas berasal dari akun-akun PendengungRp/ BuzzerRp -- yang tampak selalu "berani berujar karena ada yang bayar. Malahan karena ingin kelihatan (sok) ilmah, ada juga yang contohnya nekat atau ngawur asal mengambil dari DeepFake dan atau ReFace, padahal sama sekali jauh dari itu.
Faktanya, suara yang rekaman yang aslinya berupa video (hanya memang tayangan visualnya sengaja tidak ditunjukkan kepada wartawan oleh Hasto dengan cara membalik ponselnya) itu memang asli 100 persen berasal dari suara Joko Widodo saat memberikan sambutan dalam acara Rakornas Forkominda (Rapat Koordinasi Nasional Forum Komunikasi Pimpinan Daerah) yang diselenggarakan di SICC (Sentul Internasional Conventuon Center), Sentul Selatan, Bogor, pada Rabu (13/11/2019).
Durasi keseluruhan pidatonya saat itu adalah sepanjang 38 menit 53 detik sebagaimana bisa disaksikan secara utuh melalui Kanal resmi YouTube BPMI (Biro Pers Media & Informasi) Sekretariat Presiden: youtu.be/4m2iiJoZEWA? dan potongan asli kalimat sepanjang sekitar 40 detik tersebut memang faktanya terdapat pada TCR 37'34" hingga 38'20" alias sesaat sebelum Joko Widodo mengakhiri sambutannya.
Kenapa potongan kalimat ini masih bisa dikategorikan asli, karena memang tidak ada unsur editing di dalamnya.
Definisi teknis tidak ada unsur editing ini menjadi krusial harus saya sampaikan di sini karena masih banyak awam (atau juga yang "sok pakar") tidak bisa membedakan antara proses "cut-to-cut" dengan yang sudah ada "inserting" (sisipan suara lain alias tambahan, atau bahkan ada "dubbing" (penggantian suara dari yang asli menjadi suara lain, bisa orang atau sumber lain, misalnya atmosphere).
Jadi selama potongan tersebut hanga dicuplik dari rekaman aslinya saja tanpa disisipi atau ditambah-tambahi unsur suara lain di depan, di tengah maupun di belakangnya, maka meski sependek apapun rekaman tersebut (dari panjang durasi aslinya) tetap masih memenuhi syarat teknis sebagai suara asli, sebagaimana potongan suara Joko Widodo dari video keseluruhan yang sudah jelas bisa diidentifikasi keasliannya tersebut.
Memang harus juga dimaklumi bahwa terkadang potongan rekaman begini bisa menimbulkan perbedaan persepsi bagi yang mendengarnya.
Maka secara objektif saya tampilkan secara utuh aslinya dan bahkan kesemuanya diberikan link lengkap agar bisa didengarkan langsung dan dimaknai masing-masingnya. Namun sekali lagi tetap harus dipahami bahwa kalau memang potongan tersebut masih memenuhi kriteria asli ya harus disebut sebagai asli, bukan editing apalagi dikatakan rekayasa (sebagaimana komentar-komentar sok pakar yang sekarang subur merebak di sosial media).
Kesimpulannya, selaku yang pernah mengajar mata kuliah Editing Elektronik di samping banyak vang lainnya di ISI (Institut Seni Indonesia) selama 10 tahun 1984-2004, sebelum menjadi anggota DPR dan karir lainnya, saya merasa perlu untuk meluruskan yang memang harus diluruskan dan mengkritik kalau jelas harus dikritik.
Inilah termasuk defisini "merdeka" sebagaimana kita memaknai 79 tahun usia republik ini. Artinya jangan takut berkata benar kalau memang benar, Apalagi bisa mendeskripsikannya secara ilmiah seperti ini ... Merdeka.
*(Penulis adalah Pemerhati Telematika)