GELORA.CO - Panitia Kerja (Panja) Revisi UU Pilkada Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menggelar rapat kerja bersama pemerintah dalam hal ini Kemendagri, Kemenkumham, dan Kemenkeu bersama Dewan Perwakilan Daerah RI (DPD) pada Rabu (21/8/2024).
Rapat di gedung parlemen itu membahas Revisi Undang-Undang (UU) terkait Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
Rapat digelar sehari setelah keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal Pilkada 2024.
Dalam rapat Baleg DPR itu diduga ada beberapa poin putusan MK yang 'diakali' oleh para anggota dewan, diantaranya:
1. Ambang Batas Pencalonan
Diduga Panja Revisi UU Pilkada Baleg DPR berupaya mengakali putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang melonggarkan ambang batas (threshold) pencalonan kepala daerah untuk semua partai politik peserta pemilu.
Awalanya dalam rapat, DPR dan pemerintah mengaku sepakat mengadopsi putusan MK itu.
Namun Baleg DPR diduga mengakalinya dengan membuat pelonggaran threshold itu hanya berlaku buat partai politik yang tak punya kursi DPRD.
Ambang batas minimum 7,5 persen yang sebelumnya diputuskan MK kini gugur.
Ketentuan itu menjadi ayat tambahan pada Pasal 40 revisi UU Pilkada yang dibahas oleh panja dalam kurun hanya sekitar 3 jam rapat.
Sementara itu, Pasal 40 ayat (1) UU Pilkada yang mengatur threshold 20 persen kursi DPRD atau 25 persen suara sah pileg tetap diberlakukan bagi partai-partai politik yang memiliki kursi parlemen.
Padahal justru pasal itulah yang dibatalkan MK dalam putusannya kemarin.
Dalam putusan MK sebelumnya menyatakan bahwa ambang batas pencalonan kepala daerah tidak lagi sebesar 25 persen perolehan suara partai politik/gabungan partai politik hasil Pileg DPRD sebelumnya atau 20 persen kursi DPRD.
MK memutuskan threshold pencalonan kepala daerah dari partai politik disamakan dengan threshold pencalonan kepala daerah jalur independen/perseorangan/nonpartai sebagaimana diatur pada Pasal 41 dan 42 UU Pilkada.
MK menegaskan hal ini demi menghindari berjalannya demokrasi yang tidak sehat karena threshold versi UU Pilkada rentan memunculkan calon tunggal.
Dengan begitu maka dimungkinkan PDIP terancam tidak dapat mencalonkan gubernur di Jakarta.
Pasalnya untuk di Jakarta, PDIP memperoleh kursi 15,65 persen atau kurang dari 20 persen.
Keputusan Baleg DPR RI ini bisa menutup pintu bagi Anies Baswedan maju di Pilkada Jakarta lewat PDIP.
"Menyikapi keputusan MK yang baru ditetapkan beberapa waktu lalu. Jadi kami dibantu oleh sekretariat ditampilkan. Jadi hanya penyempurnaan redaksi, dan kemudian beberapa hal yang penyesuaian," kata Staf Ahli DPR RI di Baleg, Widodo saat menyampaikan presentasi di dalam rapat panja yang digelar di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (21/8/2024).
2. Usia Kepala Daerah
Baleg DPR juga menyepakati syarat batas usia cagub dan cawagub merujuk pada putusan Mahkamah Agung (MA).
Berdasarkan putusa MA, batas usia cagub dan cawagub minimal 30 tahun sejak pelantikan pasangan calon kepala daerah terpilih.
Mayoritas fraksi menyetujui syarat usia cagub dan cawagub mengikuti putusan MA.
"Setuju ya merujuk ke MA?" tanya Wakil Ketua Baleg DPR Achmad Baidowi dalam rapat di gedung parlemen Jakarta, Rabu (21/8/2024).
Sebelum disepakati, Anggota Baleg dari F-PDIP Putra Nababan mengajukan protes. Dia mempertanyakan dasar persetujuannya.
"Pimpinan ini setuju atas apa pimpinan?" tanya Putra.
Awiek pun menjawab dengan menegaskan kembali bahwa ketentuan soal usia cagub yang masuk dalam RUU Pilkada adalah putusan MA.
"Pilihan MA, Mahkamah Agung, kan ada dua putusan pengadilan. Fraksi PDIP sudah kita kasih kesempatan ngomong, fraksi yang lainkan juga punya kesempatan ngomong, punya hak yang sama," ujat Awiek.
Dengan keputusan ini, tentu kembali membuka peluang bagi Ketua Umum PSI Kaesang Pangarep untuk ikut berkontestasi di Pilkada Serentak 2024.
Sebab sebelumnya peluang Kaesang tertutup untuk Pilkada 2024 karena Mahkamah Konstitusi memutuskan usia cagub-cawagub minimal 30 pada saat pendaftaran.
3. Pelantikan Kepala Daerah Mulai Februari 2025
Baleg DPR juga menyepakati proses pelantikan kepala daerah terpilih hasil Pilkada serentak yang digelar November 2024 akan dilangsungkan bertahap mulai Februari 2025.
"Prinsipnya secara bertahap ya? Perlu tambahan kalimat di situ. Serentak bertahap mulai Februari 2025," kata Wakil Ketua Baleg DPR RI sekaligus pimpinan rapat, Ahmad Baidowi.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemendagri Suhajar Diantoro yang mewakili Pemerintah membeberkan terkait proses tahapan Pilkada setelah pencoblosan.
Kata Suhajar, nantinya KPU RI akan mengumumkan hasil atau rekapitulasi suara dari hasil Pilkada itu akan dimulai pada 16 Desember 2024.
Setelahnya kata dia, akan diberikan waktu untuk masa sanggah calon kepala daerah yang menggugat ke Mahkamah Konstitusi RI dengan batas waktu 3 hari.
"Kemudian ada tiga hari masa perbaikan perkara yang mau diperkarakan sampai 23 (Desember, red)," kata dia.
"Dari (tanggal) 23, KPU masih menunggu surat dari MK, yang memberitahukan mana daerah-daerah yang akan bersengketa, dan itu dalam tahapan peraturan MK, tahapannya di 7 Januari, kita hitung lagi di 7 Januari, MK kirim surat ke KPU, KPU akan sampaikan ke KPU seluruh daerah," beber Suhajar.
Kata dia, dari hasil tersebut nantinya akan ada beberapa provinsi yang tidak bersengketa terhadap hasil dari KPU.
Maka kata Suhajar, terhitung sejak Januari 2025 KPU sudah bisa melakukan rapat pleno hasil Pilkada terhadap provinsi yang tidak bersengketa tersebut.
"Daerah yang tidak ada sengketa KPU punya waktu 3 hari untuk plenokan hasilnya baru sampaikan ke DPRD provinsi kabupaten masing-masing, DPRD perlu tiga hari untuk menyampaikannya, apabila DPRD ga proses akan diambil alih pemerintah," kata Suhajar.
Dengan adanya tahapan tersebut maka Suhajar menyatakan sejatinya pelantikan kepala daerah hasil Pilkada 2024 sudah bisa dilakukan secara bertahap mulai 7 Februari 2025.
"Maka kita perkirakan 7 Februari 2025 pelantikan gubernur serentak dapat dilaksanakan, Bupatinya 10 Februari," ujar dia.
Dapat langgar konstitusi
Apakah akal-akalan pemerintah dan DPR ini dapat dibenarkan secar hukum?
Patut diketahui, putusan MK bersifat final sehingga tak dapat direvisi.
Sifat final putusan MK bahkan merupakan amanat UUD 1945 hasil amendemen ketiga yang tercantum secara eksplisit pada Pasal 24C ayat (1).
"Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum," bunyi ayat tersebut.
Sumber: tribunnews