GELORA.CO - Salah satu tim psikolog yang memeriksa kejiwaan Pegi Setiawan, Nurafni membeberkan penyebab penyidik Polda Jabar panik menangani kasus pembunuhan Vina dan Eky.
Nurafni menyampaikan kepanikan yang terjadi bukan hanya terhadap penyidik Polda Jabar, melainkan semua pihak yang terlibat dalam penyidikan kasus Vina Cirebon.
"Jadi, kalau saya lihat panik, enggak hanya Polda-nya, tampang panik gitu, tapi di dalam proses hukum ini memang kayaknya seua berusaha dengan kepentingan dan kemauan sendiri-sendiri," ujar Nurafni dalam tayangan YouTube Diskursus Net dilansir, Kamis (18/7/2024).
Afni menjelaskan terdapat catatan penting saat pihaknya memeriksa Pegi Setiawan dalam penyidikan yang dilakukan Polda Jabar.
Dia mengungkit kasus tersebut mulai ramai seusai viral film Vina: Sebelum 7 Hari.
Menurutnya, seusai viral, kondisi pemeriksaan psikologi Pegi Setiawan turut mendapat sorotan.
Terlebih, dia mengaku terkejut seusai Polda Jabar membocorkan hasil tes psikologi Pegi Setiawan saat sidang praperadilan di PN Bandung.
"Yang menjadi catatan bagi kami mungkin yang memeriksa itu adalah bagaimana ketidakkondusifan ini yang jadi ramai gitu. Kita periksa dan terhadap data mungkin saya lebih ke situ ininya ya," jelasnya.
Dia menerangkan dalam proses hukum, tersangka juga terdapat batas waktu selama penyidikan di kepolisian.
Oleh karena itu, dia mengatakan itu bisa menjadi salah satu faktor timbulnya kepanikan penyidik Polda Jabar. "Kalau orang ditangkap itu ada batas waktu ya. Nah tampaknya kalau dibilang panik di situ. Ini harus selesai, tapi untuk mencari data lebih banyak itu tidak mudah gitu.
Jadi, bukan hanya kendala di polisinya saja, kami lihat misalnya untuk kami sendiri psikolog aja mungkin lawyer sendiri belum ngerti kami itu mau ngapain gitu ya," kata dia.
Selain itu, Afni mengatakan Pegi Setiawan diperiksa sebagai tersangka undang-undang perlindungan anak, persetubuhan, dan pembunuhan berencana.
Namun, dia mengaku pihaknya belum mendapatkan poin adanya keterkaitan tindak pidana dari Pegi Setiawan terkait kasus tersebut. "Saya lihat beberapa pasal ya ada undang-undang perlindungan anak untuk 81 ya, persetubuhan, kemudian (pasal) 340-nya juga ada pembunuhan berencana (pasal) 338 juga ada.
Nah hanya saya sampai dengan akhirnya saya hentikan dulu. Sebab, memang saya belum menemukan keterkaitan dengan tindak pidana gitu ya," sebutnya.
Dia kembali menyinggung soal kepanikan yang terjadi selama proses hukum Pegi Setiawan.
Menurutnya, semua pihak dalam hal ini penyidik Polda Jabar pun merasakan dipacu dengan waktu.
"Kalau memang dibilang panik itu enggak hanya (penyidik) ini saja yang panik, berburu dengan waktu, berpacu dengan administrasi mungkin yang harus diselesaikan.
Terus kemudian ya APH (Aparat Penegak Hukum) di sini dengan mekanismenya sendiri-sendiri gitu. Jadi, saya lihat memang semua juga riuh," imbuhnya.
Kepanikan ada di Polda Jabar Mantan Wakapolri, Komjen (Purn) Oegroseno menyebut terdapat kepanikan yang terjadi pada penyidik Polda Jabar.
Bahkan, dia menilai kepanikan tersebut juga dirasakan Kapolda Jabar Irjen Akhmad Wiyagus. "Ya kompetensi sih tidak terlalu ya, integras ada kepanikan.
Panik menghadapi kasus ini harusnya kan saya bilang Polda Jabar jangan dibiarkan sendiri harusnya ada tim dari Mabes Polri yang memberikan asistensi," ujar Oegroseno.
Psikolog forensik, Reza Indragiri pun membandingkan kepanikan yang bisa dilalui Polda Jabar seharusnya tidak bisa dikatakan begitu saja. Sebab, dia menilai Polda Jabar termasuk kelas yang cukup diperhitungkan.
"Mana yang terbaik Pak kalau kita bicara Polda di maaf Indonesia Timur, bukan maksud merendah kan ya kan di Polda ada juga kelas-kelasnya kan, Pak kalau kita bicara Polda di kawasan Indonesia Timur masuk akal Pak ada kata kepanikan. Ini kita bicara Polda Jabar.
Pak Kapoldanya itu mantan KPK, Pak masih bisa Pak kita gunakan kata kepanikan mewarnai psikologinya penyidik tahun 2024," sahut Reza. "Nah, Itulah namanya kepemimpinan Pak.
Jadi, mengambil keputusan kalau teorinya tentang diskresi mengambil keputusan itu sudah diberikan sejak pangkat kapten atau AKP sekarang ya itu di PTIK.
Nah, ini kan ada risiko yang harus dikalkulasi itu pelajarannya ada dalam manajemen kepolisian," tutur Oegroseno.
"Nah ini mungkin dalam situasi yang percepatan waktu kan kalau sudah, kan waktu berjalan argonya nih. Nah itu mungkin tidak diterapkan di situ," tambahnya
Sumber: tvOne