GELORA.CO - PT Sarimelati Kencana Tbk (PZZA), emiten pemegang lisensi Pizza Hut di Indonesia mengalami rugi bersih Rp75 miliar dalam enam bulan pertama tahun ini. Kerugian tersebut lebih besar dari semester I-2023 yang sebesar Rp45 miliar.
Dalam laporan keuangan yang disampaikan kepada Bursa Efek Indonesia (BEI), Rabu (31/5/2024), PZZA membukukan penjualan bersih Rp1,4 triliun pada semester I-2024, turun 24 persen dibanding periode yang sama tahun lalu Rp1,8 triliun.
Meski turun, pendapatan dan laba bersih PZZA secara quarter-to-quarter (qtq) membaik. Rugi perseroan menyusut dari Rp59 miliar di kuartal I menjadi Rp16 miliar di kuartal II. Sementara itu, pendapatan PZZA juga naik secara qtq dari Rp638 miliar menjadi Rp735 miliar meski secara year-on-year (yoy) masih turun 24 persen.
Sementara itu beban pokok penjualan bisa ditekan 29 persen dari Rp614 miliar menjadi Rp436 miliar. Beban usaha juga turun dari Rp1,2 triliun menjadi Rp1 triliun. Meski begitu, PZZA tetap mengalami rugi operasional sebesar Rp67 miliar.
Dari sisi neraca, posisi kas dan setara kas PZZA naik dari Rp51 miliar menjadi Rp61 miliar. Piutang usaha turun dari Rp26 miliar menjadi Rp11 miliar dan persediaan juga turun dari Rp265 miliar menjadi Rp159 miliar.
Sebelumnya, Direktur Utama PZZA Hadian Iswara menilai, kinerja perseroan terdampak aksi boikot. Dia mengatakan, aksi tersebut terjadi akibat kesalahpahaman masyarakat terhadap Pizza Hut yang dikait-kaitkan dengan Israel.
Sementara Direktur PZZA Boy Ardhitya Lukito menilai, tuduhan masyarakat tak sejalan dengan kenyataan faktual yang ada. Dia menyebut, aksi boikot itu berimbas pada merek-merek lain yang dituduh terafiliasi Israel.
"Bukan cuma Pizza Hut tapi semua industri, semua brand luar negeri yang di industri F&B dan FMCG juga menjadi terimbas," katanya beberapa waktu lalu.
Rugi Pengelola KFC Indonesia Melonjak 6.173 Persen di Semester I 2024
Kerugian pengelola restoran cepat saji KFC Indonesia, PT Fast Food Indonesia Tbk (FAST) membengkak pada semester I 2024.
Berdasarkan salinan laporan keuangan perusahaan dalam keterbukaan informasi BEI, perusahaan menderita rugi bersih Rp348,83 miliar. Angkanya meroket 6.173,9 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu, Rp5,56 miliar.
Jika dilihat lebih lanjut, kerugian perusahaan membengkak seiring pendapatan semester I 2024 yang menurun dari periode yang sama tahun lalu yakni dari Rp3,1 triliun menjadi Rp2,48 triliun.
Pendapatan makanan dan minuman yang merupakan lini bisnis utama perusahaan tercatat turun dari Rp3,1 triliun menjadi Rp2,47 triliun.
Penurunan juga terjadi dari komisi atas penjualan konsinyasi dari Rp11,85 miliar menjadi Rp10,46 miliar.
Sementara itu, beban pokok penjualan turun tipis yakni dari Rp1,14 triliun menjadi Rp1,06 triliun. Bahkan, ada peningkatan beban operasi lain dari Rp10,06 miliar menjadi Rp22,07 miliar.
Dari sisi liabilitas, beban utang perusahaan naik sepanjang paruh pertama tahun ini dari Rp3,1 triliun menjadi Rp3,5 triliun.
Sementara itu, jumlah aset perusahaan tercatat meningkat Rp3,91 miliar menjadi Rp3,97 miliar.