GELORA.CO - Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni geram dengan vonis yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya terhadap Gregorius Ronald Tannur pada Rabu (24/7).
Ronald Tannur dibebaskan dari segala dakwaan terkait kasus penganiayaan yang membuat kekasihnya, Dini Sera Afrianti, tewas.
Ketua majelis hakim PN Surabaya Erintuah Damanik mengatakan, Ronald dinilai tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ahmad Muzakki.
Padahal, jaksa dalam sidang sebelumnya menuntut Ronald hukuman 12 tahun penjara dan ganti membayar restitusi pada keluarga korban atau ahli waris senilai Rp 263,6 juta.
Sahroni geram dengan vonis ini. Ia menduga ada proses hukum yang tidak benar karena vonis hakim dengan tuntutan jaksa berbanding jauh.
“Saya dengan lantang mengutuk vonis bebas ini. Terlebih sebagai Pimpinan Komisi III yang membidangi Hukum dan HAM, saya merasa sangat malu dengan putusan tersebut, rusak penegakkan hukum kita," kata Sahroni dalam keterangannya, Kamis (25/7).
"Kasus ini kan bukti-buktinya sudah jelas, rekamannya ada, korban sampai meninggal, masa iya pelakunya bebas? Ngaco aja, jauh sekali dari tuntutan jaksa. Jadi teruntuk hakim yang menangani kasus ini, anda sakit dan memalukan!" tutur dia.
Bendahara Umum NasDem ini meminta agar Kejaksaan Agung langsung mengajukan banding terkait putusan tersebut. Komisi Yudisial pun diminta memeriksa para hakim yang mengadili perkara, karena diduga terdapat kesalahan atau kecacatan proses.
“Maka dari itu, saya minta Komisi Yudisial periksa semua hakim yang menangani perkara tersebut. Karena para hakim dengan jelas menampilkan sebuah kecacatan hukum kepada masyarakat. Dan Kejagung juga harus langsung ajukan banding terkait vonis bebas tersebut, jangan sampai tidak," ucap Sahroni.
"Kalau dibiarkan begini, seluruh masyarakat Indonesia pasti kecewa dengan proses hukum kita,” tambah Sahroni.
Menurut Sahroni, hukuman terhadap pelaku akan sangat mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap penegakkan hukum.
“Kepercayaan masyarakat terhadap penegakkan hukum sedang dipertaruhkan. Jangan hukum jadi tebang pilih begini, mentang-mentang anak siapa jadi berbeda perlakuannya. Sangat memuakkan dan memalukan,” tutup Sahroni.
Sumber: kumparan