GELORA.CO - Proyek Kereta Cepat Jakarta - Bandung menjadi salah satu penyebab membengkaknya kerugian PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. (WIKA) pada 2023.
Sepanjang tahun lalu, WIKA tercatat membukukan rugi bersih tahun berjalan sebesar Rp7,12 triliun. Jumlah tersebut meningkat dari posisi 2022 yang mencapai Rp59,59 miliar.
Direktur Utama Wijaya Karya Agung Budi Waskito mengatakan ada dua faktor yang mempengaruhi kerugian pada 2023, yakni tingginya beban bunga dan beban lain-lain. Salah satunya disebabkan oleh kerugian PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI).
“Di dalam laporan tadi ada dua komponen yang pertama adalah beban bunga yang cukup tinggi, kedua adalah beban lain-lain di antaranya mulai tahun 2022 kami sudah mencatat adanya kerugian dari PSBI atau kereta cepat yang tiap tahun juga cukup besar,” ujarnya saat Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VI DPR RI, dikutip Selasa (9/7/2024).
PSBI merupakan anak usaha dari PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI yang memegang 60% saham PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC). Secara komposisi, WIKA merupakan salah satu pemegang saham PSBI dengan kepemilikan 38% saham.
Agung mengaku perseroan menggelontorkan dana cukup besar untuk proyek tersebut. WIKA sedikitnya telah mengucurkan Rp6,1 triliun untuk setoran modal di PSBI atau konsorsium Indonesia, selaku pelaksana proyek Kereta Cepat Jakarta – Bandung.
“Memang paling besar karena dalam penyelesaian proyek Kereta Cepat Jakarta – Bandung, yang memang dari penyertaannya saja sudah Rp6,1 triliun, kemudian yang masih dispute atau belum dibayar sekitar Rp5,5 triliun sehingga hampir Rp12 triliun,” tuturnya.
Dalam memenuhi dana tersebut, Agung menyatakan perseroan harus menggalang modal melalui penerbitan obligasi yang akhirnya membuat beban keuangan membengkak.
“Untuk memenuhi uang ini, mau tidak mau WIKA harus melakukan pinjaman melalui obligasi, apalagi dengan adanya bisnis properti yang kami memberikan SHL [Surat Hibah Lahan] cukup besar pada kurun waktu 2019 – 2022,” kata Agung.
Beban keuangan yang ditanggung WIKA tercatat mencapai Rp3,2 triliun sepanjang 2023 atau meningkat 133,7% secara tahunan (year-on-year/YoY). Beban keuangan tersebut terdiri atas beban bunga atas utang bank ataupun nonbank, beban provisi, serta beban administrasi bank terkait dengan perolehan pinjaman yang diraih perseroan.
Saat ditemui Bisnis beberapa waktu lalu, Sekretaris Perusahaan WIKA Mahendra Vijaya mengakui beban terberat perusahaan terletak pada beban bunga yang masuk ke pos beban keuangan. Itu yang menjadi alasan WIKA menempuh langkah restrukturisasi.
“Kalau dibaca [laporan keuangan] sudah Rp3 triliun lebih beban bunganya. Memang itu kenapa kami melakukan restrukturisasi keuangan karena pada dasarnya beban bunga itu yang paling membebani WIKA,” ujarnya di Jakarta pada
Di sisi lain, faktor yang mempengaruhi kinerja perseroan sepanjang tahun lalu adalah banyaknya piutang bermasalah. Hal ini bermula saat pemilik vendor atau mitra yang tidak mampu melakukan pembayaran saat pandemi Covid-19 melanda Indonesia.
WIKA, kata Mahendra, telah berupaya menyelesaikan persoalan tersebut melalui proses mediasi di pihak-pihak independen. Namun, dinamika yang terjadi membuat perseroan mau tidak mau melakukan pencadangan kerugian atas piutang bermasalah.
“Atas dasar itu, ada piutang yang tidak bisa ditagihkan dan prosesnya cukup panjang melalui arbitrase, pengadilan, dan sebagainya. Ada yang sudah diputus, ada juga yang masih berproses. Namun, karena prosesnya cukup panjang, kami melakukan pencadangan duluan,” tuturnya.
Faktor itu yang kemudian membuat bottom line WIKA mengalami penurunan, sehingga rugi bersih sepanjang tahun lalu mengalami lonjakan dibandingkan dengan 2022.
“Jadi kinerja 2023 ini bisa dikatakan sebagai kondisi terendah WIKA. Mudah-mudahan di 2024 kami bisa membukukan kinerja yang lebih baik dibandingkan 2023 melalui PMN [Penyertaan Modal Negara] dan lainnya, tetapi proses penyehatan memang perlu waktu,” pungkasnya.
Sumber: bisnis