OLEH: HARIQO WIBAWA SATRIA*
MELIHAT banyaknya kritik dan kesal netizen kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), dapat dikatakan sementara ini, para hacker telah memenangkan sebagian besar hati netizen, utamanya dalam petaka jebolnya Pusat Data Nasional.
Strategi "gagal diam, sukses umumkan" sukses diterapkan para hacker.
Serangan hacker beda dengan serangan dalam sepakbola.
Tidak semua netizen mengetahui, berapa ratus kali kiper Kemkominfo dan BSSN berhasil menyelamatkan gawang Pusat Data Nasional dari upaya penjebolan.
Tapi jangan lupa, evaluasi dari netizen harus diperhatikan, karena itu juga merupakan data yang sangat berharga dan kaya perspektif.
Kritik netizen adalah jamu yang menyehatkan BSSN dan Kemkominfo.
Harus diakui, ada kelemahan dalam pelibatan publik, masih making content for the people belum with the people, ketidakseriusan mendengar saran netizen, serta kekurangan dalam mengomunikasikan apa saja yang dilakukan oleh BSSN dan Kemkominfo.
Selain itu, terlambatnya kemunculan pihak atau sosok yang menyatakan diri bertanggungjawab penuh, juga menjadi catatan untuk perbaikan dalam pengelolaan krisis ke depan.
Terkait pencadangan data, ada yang berseloroh.
"Setiap dua hari, saya selalu membackup nomor kontak di HP saya, jadi kalau HP saya rusak hari ini, maka yang hilang hanyalah data sehari terakhir," kata seorang penjual online yang setiap hari dapat pesanan.
Bahkan kalau ditarik ke belakang, perlu dikaji kembali, apakah memang perlu pengumuman bahwa Indonesia akan, sedang dan telah membangun Pusat Data Nasional?.
Mantan Anggota DPR RI dari Gerindra, almarhum Bambang Kristiono saat mendengar rencana pembangunan Pusat Data Nasional telah mengingatkan, semua komponen yang terkomputerisasi adalah target serangan dari serangan siber.
Selanjutnya, karena ada kecurigaan keterlibatan orang dalam, atau seorang karyawan yang diduga vendor rekanan Kemkominfo, sehingga menjadi relevan untuk didiskusikan pertanyaan di bawah ini.
Apakah pembangunan berbagai infrastruktur digital pemerintah perlu dikerjakan oleh pihak ketiga? atau sebaiknya mengkader, membaiat SDM internal, yang telah bersumpah setia menjaga kedaulatan data NKRI, baik saat aktif bekerja mau pun ketika pensiun.
Tiga tahun lalu, seorang putra bangsa yang menjadi ahli keamanan siber di Eropa, Muhammad Rezqi pernah mengatakan, jika setelah serangan siber kepercayaan terhadap perusahaan menurun, maka serangan siber tersebut dianggap berhasil.
Itulah mengapa, ada hacker yang memviralkan keberhasilannya dalam mencuri data, kemudian muncul beberapa akun medsos yang menyerang mental psikis aparat pemerintah sembari menduduki hati warga.
Kita, pemerintah atau siapa saja tidak bisa mengontrol sepenuhnya apa yang dilakukan oleh para hacker, yang bisa kita lakukan adalah memberikan respon dengan komunikasi krisis yang strategis.
Kalah dan menang dalam menghadapi serangan siber, sangat amat ditentukan oleh respon pertama. Hindari membangun fondasi respon terhadap krisis di tanah yang lembek.
Kurangnya empati, kepanikan, over percaya diri, melimpahkan kesalahan, tidak fokus mengelola krisis bisa melahirkan situasi "korban dibully, pelaku malah dipuji".
Sikap merasa paling digital, lalu meninggalkan segala yang manual juga tidak bijaksana.
Saya teringat ketika masa Pilpres 2024, ada yang menghina kebiasaan Pak Prabowo mencatat arahan Presiden Jokowi secara manual, Prabowo menulis dengan pensil kadang pulpen di atas kertas kecil, dalam berbagai rapat.
Padahal kebiasaan Prabowo tersebut merupakan langkah pencegahan kehilangan data, di tengah saat ini, banyak orang menyimpan data, catatan, password kantornya secara digital di handphone pribadi, yang kadang handphone itu menggunakan Wifi gratisan, bahkan di bawa saat liburan.
Sejak lima belas tahun lalu, Prabowo konsisten mengingatkan bahwa potensi serangan bisa terjadi kapan pun, baik dari dalam maupun dari luar.
"Ibu hamil harus sehat bahagia, balita harus bermain dengan sehat bahagia, anak-anak kita harus sehat dan kuat, ekonomi, militer harus kuat, karena meskipun bangsa kita cinta damai, tetapi kita harus selalu siaga dan siaga terhadap segala potensi serangan," kata Prabowo Subianto.
Dalam perang kuno, hacker itu pelontar batu besar untuk menjebol benteng lawan, ia bekerja setelah memperoleh informasi dari agennya di kubu lawan, sisi mana yang paling lemah dari benteng itu.
Jebolnya benteng bisa membuat benteng diserbu dan jatuh, namun bisa juga berakibat pada terbakarnya pasukan yang menyerbu ke dalam benteng, karena bangunan yang mereka duga benteng utama ternyata benteng jebakan.
Semoga pertahanan siber kita selalu beradaptasi dengan perkembangan manusia, ilmu komunikasi, kemajuan teknologi serta konsisten menjadikan kepentingan nasional sebagai pedoman.
Terima kasih, salam Indonesia Maju.
*(Penulis adalah Direktur Eksekutif Komunikonten, Institut Media Sosial dan Diplomasi)