OLEH: TONY ROSYID*
WACANA Anies Baswedan-Kaesang Pangarep sempat muncul beberapa kali. Wacana ini semula lahir dari PKB. Tapi, reaksi para pendukung Anies sangat keras: tolak Kaesang. Wacana Anies-Kaesang pun akhirnya meredup.
Belakangan muncul lagi. Nasdem termasuk salah satu partai yang kader-kadernya ikut merekomendasikan Anies-Kaesang. Sampai akhirnya, Kaesang-pun bertandang ke kantor DPP PKS di Jalan TB Simatupang.
Publik membaca ini sebagai bagian dari upaya PSI melakukan komunikasi politik dengan PKS agar bisa pertimbangkan Kaesang untuk mendampingi Anies.
Lagi-lagi, reaksi pendukung Anies menolak. Mereka akan balik kanan jika Anies dipasangkan dengan PKS. Wacana Anies-Kaesang pun redup lagi.
Isu yang muncul kemudian Kaesang akan dicagubkan. Masih ditimbang apakah akan jadi cagub di Jakarta atau Jawa Tengah. Semua masih dinamis dan mudah untuk setiap saat berubah.
Hingga saat ini, PKS masih konsisten dengan formasi Anies Baswedan-Sohibul Iman. Disingkat "AMAN". PKB, Nasdem dan PDIP keberatan. Bahkan sedikit mengancam akan meninggalkan PKS jika ngotot pasangkan Anies dengan Sohibul Iman.
Ada dua alasan. Pertama, Anies dianggap identik dengan PKS. Kedua, sebagai partai pemenang di Daerah Khusus Jakarta (DKJ), PKS akan dapat jatah ketua DPRD.
PKS tentu saja punya argumen untuk membantahnya. Bagi PKS, Anies bukan kader PKS. Ketika PKS pernah memberi tawaran kepada Anies untuk menjadi kader PKS atau memilih PKS jadi cawagubnya, PKB langsung bereaksi.
Anies tidak perlu jadi kader PKS, kata PKB. PKB taktis. Kalau Anies jadi kader PKS, partai-partai lain belum tentu bisa terima Anies.
Karena Anies bukan kader PKS, maka PKS sebagai partai pemenang di Jakarta merasa paling berhak untuk mengambil jatah cawagub. Harusnya cagub. Karena Anies lebih potensial untuk menang, maka PKS ambil sikap realistis dan menyodorkan cawagub. Yaitu Sohibul Iman.
Bagaimana dengan elektabilitas Anies ketika disandingkan dengan kader PKS? Kalau lihat surveinya, die hard Anies 39 persen. Ini pemilih yang ngotot akan memilih Anies. Dan ada 36 persen lainnya yang membuka kemungkinan untuk memilih Anies.
Artinya, jika 39 persen ditambah undecided voters (pemilih yang belum menentukan pilihan) dan swing voters (pemilih yang bisa berubah pilihannya) maka siapapun akan sulit mengalahkan Anies.
Siapapun cawagub Anies, yang dibutuhkan hanya bagaimana menggeser undecided voters dan swing voters untuk memilih Anies.
Di antara kader dari empat partai bakal pengusung yaitu PKS, PKB, Nasdem dan PDIP potensinya sama, dan tidak ada yang lebih kuat satu dengan yang lain.
Namun, memilih kader PKS sebagai cawagub Anies dapat mendorong mesin PKS di Jakarta bekerja secara masif. Ini mengingat bahwa kader PKS solid dan bisa bergerak secara kolosal dan lebih terukur.
Meskipun juga ada spekulasi jika cawagubnya dari PDIP akan mrnambah suara. Karena ceruk Anies dan PDIP berbeda. Ini memang harus diuji dengan survei.
Tapi, faktor bahwa PKS menjadi partai pemenang di DKJ dan mesin PKS di DKJ itu bisa diandalkan kinerja politiknya tidak bisa dipungkiri. Dan ini menjadi variable yang tidak boleh diremehkan pengaruh dan kekuatannya dalam Pilgub Jakarta.
Bagi PDIP, tidak ada pintu yang ideal kecuali ikut mengusung Anies. PDIP hanya punya 15 kursi dan tidak punya kader yang potensial menang jika melawan Anies. Begitu juga dengan PKB dan Nasdem.
Soal cawagub dari PKS, juga ketua DPRD dari PKS, ini hal yang lumrah terjadi. Sebelumnya, Jokowi ketika jadi Gubernur DKI, ketua DPRD-nya juga dari PDIP. Ketika Jokowi jadi presiden, ketua DPR-nya juga dari PDIP. Ini semacam berkah buat partai pemenang pemilu.
Besar kemungkinan empat partai yaitu PKS, PKB, Nasdem dan PDIP akan konsisten mengusung Anies Baswedan. Sementara posisi Sohibul Iman sebagai kandidat cawagub Anies sepertinya akan menemukan rutenya.
*(Penulis adalah Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa)