GELORA.CO - Pengamat politik Refly Harun menilai hanya politik gentong babi (pork barrel politics) yang bisa menyetop Anies Baswedan menang di pemilihan kepala daerah (Pilkada) DKI Jakarta 2024 seperti yang terjadi pada pemilihan presiden (Pilpres) kemarin.
Pasalnya menurut Refly Harun, meskipun Presiden terpilih Prabowo Subianto hanya menang tipis di DKI Jakarta, namun aroma paling besar politik gentong babi terdapat di wilayah tersebut, sehingga tidak mustahil terjadi lagi untuk Anies Baswedan.
"From the beginning saya mengatakan kalau untuk konteks nasional saja Anies hanya bisa distop dengan politik gentong babi, apalagi di konteks Pilkada DKI, jadi di Pilkada DKI ya tambah besar peluangnya untuk menang," ucapnya.
"Jangan lupa walaupun Prabowo menang di DKI tapi pertama menangnya tipis, kedua aroma gentong babi yang paling besar kan, salah satunya ya tentu di Jakarta, gampang menggerakkan aparat dan lain sebagainya," imbuhnya, dikutip dari YouTube Refly Harun, Selasa (2/7).
Sementara itu, Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh menilai orang lain akan merasa lelah menghadapi Anies Baswedan di Pilkada DKI Jakarta 2024 karena berdasarkan berbagai sumber elektabilitasnya merupakan yang tertinggi.
"Kalau yang saya mendapatkan dari berbagai sumber, ya memang Anies Baswedan yang saat ini, amat sangat mendominasi skor dari pada seluruh survei ya. Ranking-nya nomor 1. Saya pikir capek juga orang mau hadapin dia di Jakarta ini," kata Surya Paloh di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (24/6/2024), dikutip dari Suara.
Kemudian mengenai Wakil Ketua Umum Partai Golkar Ridwan Kamil yang dipersiapkan untuk melawan Anies, Surya Paloh menilai hal tersebut bagus. "Boleh-boleh aja, kan nggak apa-apa. Bagusnya juga kalau memang Bung Ridwan juga mau kan, biar ada keseimbangan dikit kan," katanya.
Selanjutnya, mengenai apakah NasDem akan mengusung Anies dan memasangkannya bersama kadernya di Pilkada DKI Jakarta, Paloh menegaskan partainya akan memberikan keputusan di akhir. "NasDem itu, yang paling terakhir itu," imbuh dia.
Sumber: wartaekonomi