Bukan Negara Arab, Justru China Damaikan Faksi-Faksi Palestina di Beijing

Bukan Negara Arab, Justru China Damaikan Faksi-Faksi Palestina di Beijing

Gelora News
facebook twitter whatsapp
Bukan Negara Arab, Justru China Damaikan Faksi-Faksi Palestina di Beijing

GELORA.CO -
Faksi-faksi Palestina bertemu di Beijing, Cina untuk membahas upaya mengakhiri perpecahan nasional dan meluncurkan proses rekonsiliasi antar partai politik besar. Kelompok-kelompok itu dikabarkan telah berhasil menyepakati deklarasi persatuan Palestina.

Pertemuan tersebut dihadiri oleh 14 faksi Palestina. Diantaranya dari kelompok nasionalis termasuk Fatah; kelompok Islam seperti Hamas dan Jihad Islam Palestina; serta kelompok sosialis seperti Front Populer untuk Pembebasan Palestina dan Front Demokratik untuk Pembebasan Palestina.

Almayadeen memperoleh salinan Deklarasi Beijing yang di dalamnya para peserta berjanji untuk "mengakhiri perpecahan nasional Palestina," dan untuk "menyatukan upaya nasional untuk menghadapi agresi (Israel) dan menghentikan genosida." Menurut dokumen yang diperoleh Almayadeen, faksi-faksi Palestina akan memantau implementasi klausul perjanjian tersebut “dengan bantuan Mesir, Aljazair, Cina, dan Rusia.”

Deklarasi tersebut juga menekankan “komitmen terhadap pembentukan negara Palestina merdeka dengan al-Quds sebagai ibu kotanya,” yang akan dilaksanakan berdasarkan resolusi internasional di PBB nomor 181 dan 2334.

Pernyataan ini juga menggarisbawahi hak rakyat Palestina untuk menolak penjajahan dan mengakhirinya sesuai dengan hukum internasional, Piagam PBB, dan hak semua orang untuk menentukan nasib sendiri.

Rinciannya, para peserta sepakat untuk membentuk pemerintahan persatuan nasional sementara setelah mendapat persetujuan faksi-faksi Palestina dan Presiden Otoritas Palestina. Pemerintahan ini akan menjalankan otoritasnya “atas seluruh wilayah Palestina”, termasuk Tepi Barat, Yerusalem, dan Jalur Gaza, mengakhiri perpecahan selama bertahun-tahun.

Mereka yang hadir pada pertemuan tingkat tinggi di Beijing juga sepakat untuk mengaktifkan Kerangka Kerja Kepemimpinan Sementara Terpadu dan memastikan diadakannya kongres reguler. Para pihak juga akan berupaya untuk menghilangkan “pengepungan brutal terhadap rakyat [Palestina] di Gaza dan Tepi Barat serta memberikan bantuan kemanusiaan dan medis tanpa batasan.”

Mereka juga mengatakan bahwa mereka akan “menghadapi konspirasi pendudukan (Israel) dan pelanggaran terus menerus terhadap Masjid al-Aqsa, dan menolak segala bentuk kerusakan terhadap Masjid al-Quds dan kota al-Quds serta tempat-tempat sucinya.

Deklarasi tersebut juga menyambut baik “pendapat Mahkamah Internasional yang menegaskan tidak sahnya kehadiran, penjajahan Israel, dan pemukiman ilegal.”

Cina adalah salah satu negara pertama yang menyerukan gencatan senjata komprehensif dan abadi di Gaza untuk mencegah krisis kemanusiaan, menyerukan “Israel” untuk mencabut blokade yang diberlakukan di Jalur Gaza untuk memastikan masuknya bantuan yang sangat dibutuhkan, menghormati hukum kemanusiaan internasional, dan berhenti menargetkan semua objek sipil dan pekerja bantuan di Gaza.

Negara ini juga telah melakukan upaya besar untuk menjadi tuan rumah perundingan internal Palestina dan memastikan bahwa faksi-faksi Palestina mencapai konsensus nasional dan persatuan di antara mereka sendiri, di bawah bentuk pemerintahan yang langgeng.

Kesatuan Palestina terkoyak saat Amerika Serikat dan Israel menentang kemenangan demokratis Hamas dalam pemilu Palestina pada 2006 silam. Saat itu, mereka memanas-manasi Fatah melancarkan perlawanan yang berujung perang sipil di Gaza. Perang tersebut berujung pemerintahan terpisah di Palestina. Hamas menguasai Gaza sepenuhnya dibawah blokade Israel dan Mesir, sementara Otoritas Palestina yang diujungtombaki Fatah menjalankan administrasi sipil di Tepi Barat di bawah pendudukan milited Israel.

Pekan lalu, Hamas menyarankan selama perundingan gencatan senjata bahwa pemerintahan independen yang terdiri dari tokoh-tokoh nonpartisan akan memerintah Gaza pascaperang dan Tepi Barat yang diduduki Israel, kata seorang anggota biro politik gerakan Islam Palestina.

“Kami mengusulkan agar pemerintah kompetensi nasional non-partisan mengelola Gaza dan Tepi Barat setelah perang,” kata pejabat Hamas Hossam Badran dalam sebuah pernyataan tentang negosiasi yang sedang berlangsung antara Israel dan Hamas dengan mediasi dari Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat.

“Pemerintahan Gaza setelah perang adalah urusan internal Palestina tanpa campur tangan pihak luar, dan kami tidak akan membahas sehari setelah perang di Gaza dengan pihak eksternal mana pun,” tambah Badran.

Seorang pejabat Hamas mengatakan kepada AFP bahwa proposal pembentukan pemerintahan nonpartisan dibuat “dengan para mediator.” Pemerintah akan “menangani urusan Jalur Gaza dan Tepi Barat pada tahap awal setelah perang, membuka jalan bagi pemilihan umum” kata pejabat tersebut, yang tidak ingin namanya diungkapkan.

Sementara kantor berita WAFA melansir, Sekretaris Komite Eksekutif Organisasi Pembebasan Palestina Hussein Al-Sheikh berdiskusi dengan utusan khusus Menteri Luar Negeri Rusia untuk Timur Tengah, Vladimir Safronkov, mengenai perkembangan terkini dalam upaya menghentikan agresi dahsyat dan memburuknya bencana kemanusiaan di Jalur Gaza.

Dalam pertemuan tersebut, yang dihadiri oleh juru bicara resmi kepresidenan, Nabil Abu Rudeina, dan perwakilan Rusia untuk Palestina, Duta Besar Gocha Boachidze, kedua belah pihak membahas eskalasi Israel di Tepi Barat, yang terbaru adalah keputusan Knesset baru-baru ini untuk menolak pembentukan negara Palestina, yang memicu lebih banyak kekerasan dan ketidakstabilan di wilayah tersebut.

Kedua pihak menekankan bahwa solusi dua negara sesuai dengan legitimasi internasional dan hukum internasional merupakan pilihan strategis yang harus diupayakan untuk dicapai.

Sumber: republika
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita