GELORA.CO - Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengakui ada sejumlah persolan yang dihadapi lembaga anti rasuah itu sehingga penanganan korupsi terkesan semakin lemah.
Hal itu diungkapkan Alex saat menghadiri rapat dengar perndapat dengan Komisi III DPR RI pada Senin, 1 Juli 2024.
Namun demikian Alex menegaskan, bahwa selama 8 tahun lebih dirinya di KPK kegiatan yang dilakukannya nyaris tidak berubah.
"Saya tiap pagi berangkat jam 7 pagi pulang paling cepat saya setelah Magrib, tidak ada yang berubah," katanya.
Lantas mengapa hasilnya berubah dan bahkan sekarang KPK begitu terpuruk?
Alex menjelaskan, kalau dari sisi kinerja bisa dilihat selama 4 tahun sebelumnya di periode pertama dia ada 600-an perkara yang ditangani.
Sementara untuk periode kedua itu ada 500-an lebih perkara yang ditangani.
"Hanya sering masyarakat lupa, di periode yang kedua ini ada bencana Covid 2 tahun. Praktis selama 2 tahun itu kekuatan pegawai KPK hanya sekira 25 sampai 50 persen, itu pun masih bisa kami tangani 500-an perkara. Itu kinerja dari sisi penindakan," tuturnya.
Kemudian terkait independensi di periode ini, ungkap Alex, rasanya lebih banyak pejabat tinggi negara ditindak KPK.
Di antaranya dua menteri, termasuk Kepala Basarnas yang sebelumnya tidak sebanyak itu.
"Artinya apa? Ya sebetulnya dalam penanganan perkara penindakan independensi, dari intervensi eksekutif maupun lembaga-lembaga yang lain secara kepada pimpinan, saya pastikan tidak ada," tegasnya.
Alex mengklaim, selama 8 tahun dirinya bertugas di KPK tidak pernah sekalipun ia dihubungi untuk menghentikan perkara-perkara tertentu.
"Tapi apakah ada intervensi di dalam penanganan perkara? Nah, sekalian problem di KPK ini kalau boleh saya sampaikan ada beberapa ya menyangkut kelembagaan, mungkin juga regulasi, kemudian SDM," bebernya.
Dari sisi kelembagaan, kata Alex, Indonesia tidak seperti di negara-negara lain, misalnya yang berhasil dalam pemberatasan korupsi Singapura atau Hongkong. Mereka hanya punya satu lembaga yang menangani perkara korupsi.
Dua negara itu hanya punya satu lembaga yang secara khusus menangani kasus korupsi. Sedangkan Indonesia ada tiga lembaga, yakni KPK, Polri dan Kejaksaan.
"Apakah berjalan dengan baik? Harus saya sampaikan sekalian tidak berjalan dengan baik. Ego sektoral masih ada. Kalau kami menangkap jaksa misalnya, tiba-tiba dari pihak Kejaksaan menutup pintu koordinasi, supervisi sulit mungkin juga dengan kepolisian demikian," keluhnya.
"Ketika kita berbicara pemberantasan korupsi ke depan, saya khawatir dengan mekanisme seperti ini, saya terus terang ya tidak yakin kita akan berhasil memberantas korupsi," ujarnya.
"Saya harus mengakui ya, secara pribadi 8 tahun saat di KPK ditanya apakah berhasil? Saya tidak akan sungkan-sungkan, saya gagal memberantas korupsi," timpalnya lagi.
Sumber: viva