4 Jenderal Kopassus Pernah Lolos dari Maut saat Bertempur, Nomor 3 Duel Jarak Dekat

4 Jenderal Kopassus Pernah Lolos dari Maut saat Bertempur, Nomor 3 Duel Jarak Dekat

Gelora News
facebook twitter whatsapp
4 Jenderal Kopassus Pernah Lolos dari Maut saat Bertempur, Nomor 3 Duel Jarak Dekat

GELORA.CO -
Komando Pasukan Khusus atau Kopassus selalu diandalkan dalam berbagai misi penting. Tak jarang prajurit Kopassus mempertaruhkan nyawa saat bertarung jarak dekat dengan musuh.

Tidak terkecuali para prajurit Kopassus yang kemudian menjadi jenderal. Sejumlah jenderal Kopassus memiliki kisah lolos dari maut dalam pertempuran jarak dekat.

Berikut empat jenderal Kopassus yang lolos dari maut saat pertempuran jarak dekat:

1. Jenderal Benny Moerdani


Nama Leonardus Benjamin Moerdani atau Benny Moerdani menjadi legenda di dunia militer Indonesia. Benny pernah terlibat dalam operasi pembebasan Irian Barat (sekarang Papua) pada 1962. Kemudian juga saat Operasi Ganyang Malaysia pada 1964.

Di Papua, Benny nyaris tewas ditembak musuh. Dalam buku berjudul “Benny Moerdani yang Belum Terungkap”, diceritakan Benny yang saat itu berpangkat kapten bersama prajurit RPKAD (kini Kopassus) diterjunkan dalam Operasi Naga. Saat dalam perjalanan menuju pusat pertahanan Belanda di Merauke, pasukan Benny Moerdani yang sedang beristirahat di Sungai Kumbai diserang Marinir Belanda.

Pertempuran jarak dekat tak dapat dielakkan. Benny yang tidak menduga bakal mendapat serangan mendadak tersebut, langsung berlindung dan menginstruksikan anak buahnya untuk menyelamatkan diri. Dalam penyergapan tersebut, Benny nyaris tewas karena topi rimbanya tertembak. Beruntung, nyawanya terselamatkan.

Sementara saat konfrontasi Indonesia-Malaysia pada 1964, Benny juga nyaris tewas. Peristiwa itu terjadi saat Benny bersama pasukannya menyusup ke daerah musuh.

Pasukan SAS dari Inggris yang terkenal kehebatannya dalam berbagai pertempuran di Perang Dunia II mencium adanya penyusupan Benny. Mereka kemudian menunggu di seberang sungai.

Pasukan elite Inggris ini tinggal menunggu waktu untuk memberondong Benny dan pasukannya. Dari teropong sniper terlihat begitu jelas sosok Benny Moerdani. Namun anehnya, pasukan SAS tak melepaskan tembakan. Mereka terdiam beberapa detik, hingga akhirnya Benny dan pasukannya berhasil lolos dari maut.

2. Letjen Sintong Panjaitan


Nyawa Sintong Panjaitan juga nyaris hilang terkena tembakan musuh saat sebutir peluru melintas di kepalanya. Dalam buku biografi berjudul “Sintong Panjaitan: Perjalanan Prajurit Para Komando”, mantan Danjen Kopassus ini menceritakan saat-saat dirinya menundukkan kelompok pemberontak Lodewijk Mandatjan di Papua.

Saat itu, Tim RPKAD melakukan pembersihan di dalam kota Kecamatan Warmare. Siang harinya Tim RPKAD kembali ke Manokwari.

Truk yang mengangkut pasukan harus melewati daerah perbukitan yang rawan terjadi pernyergapan. Setelah berhenti di ketinggian, Tim RPKAD termasuk Sintong turun dari truk untuk melakukan orientasi medan.

Sintong duduk bersebelahan dengan Kasi I/Intelijen Korem 171/Manokwari Mayor Vordeling yang sedang merokok. Tiba-tiba mereka ditembak oleh pemberontak dari jarak dekat yang hanya berjarak 6 meter dari arah jurang.

Beruntung tembakan itu tidak mengenai kepala Sintong. Pada saat bersamaan, Sintong sedang menggaruk kaki yang digigit semut merah.

3. Jenderal AM Hendropriyono


Mertua dari Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa ini juga lolos dari maut ketika sedang bertugas memburu pimpinan pasukan Barisan Rakyat (Bara) Sukirjan alias Siauw Ah San dalam operasi pembersihan Pasukan Gerilya Rakyat Serawak (PGRS)/Pasukan Rakyat Kalimantan Utara (Paraku) pada 1973.

Dalam buku biografi berjudul “Operasi Sandi Yudha”, AM Hendropriyono yang saat itu berpangkat kapten harus merayap sejauh 4,5 kilometer di pedalaman hutan Kalimantan. Hendropriyono yang berhasil menjangkau persembunyian pimpinan pemberontak tersebut memerintahkan Siauw Ah San untuk menyerah.

Namun, permintaan itu ditolak Siauw Ah San. Hendropriyono yang memberikan komando untuk menyerbu langsung mendobrak jendela.

Salah satu anggota Hendro yakni Abdullah alias Pelda Ahmad Kongsenlani, sobek perutnya oleh bayonet Siauw Ah San. Melihat itu, Hendropriyono dengan sigap melemparkan pisau komando ke tubuh Siauw Ah San. Sayangnya, pisau komando yang dilemparkan tidak menancap telak dan hanya memberikan luka ringan di dada kanan.

”Saat itu saya tanpa senjata di tangan dan harus merebut bayonet dari Siauw Ah San. Sedangkan pistol masih terselip di belakang bawah punggung,” ucap Hendro.

Perlahan, Hendropriyono mundur beberapa langkah, lalu melompat tinggi dan menendang dada musuhnya. Meski terjatuh, Siauw Ah San masih sempat menghujamkan bayonet ke paha kirinya. 

“Ngilu rasanya baja dingin itu menembus daging dan menusuk tulang paha saya. Daging saya tersembul keluar dan darah mengalir dari paha kiri kaki,” katanya.

Siauw Ah San kemudian berdiri dan mencoba menusuk dada kiri Hendropriyono. Mendapat serangan itu, Hendropriyono langsung melindungi dengan tangan kiri hingga daging lengan kiri dan hasta kirinya sobek.

Darah kembali mengucur. Tangan kanannya dengan sigap membantu merebut bayonet. Akibatnya, kelima jarinya terluka parah. Bahkan, ruas jari kelingking kanan Hendropriyono nyaris putus.

Dengan menahan sakit karena darah yang terus mengucur dan jari yang nyaris putus, Hendropriyono berhasil mencabut pistol dan menembakannya ke tubuh Siauw Ah San. 

“Dor, saya tembak Siauw Ah San dengan dua kali tarikan picu tapi hanya satu peluru yang melesat menembus perutnya karena yang satu lagi macet. Siauw Ah San pun terhuyung-huyung,” ucapnya.

Hendropriyono lalu membanting Siauw Ah San hingga terjatuh. Meski terluka cukup parah tetapi nyawa Hendropriyono berhasil diselamatkan.

4. Letjen Sutiyoso


Sebelum menggelar Operasi Seroja berskala besar di Timor Timor (sekarang Timor Leste), TNI terlebih dahulu mengirimkan unit kecil pasukan khusus ke belakang garis musuh. Selain untuk memetakan kekuatan Fretilin, unit kecil ini juga mencari titik aman pendaratan bagi pasukan pendukung. Kapten Inf Sutiyoso merupakan orang pertama yang dikirim Kepala G-1/Intelijen Hankam Mayjen LB Moerdani untuk mengumpulkan informasi.

Dalam Operasi Flamboyan itu, Sutiyoso tidak makan selama lima hari demi menyelamatkan empat anggotanya yang tertembak musuh. Tidak hanya itu, mantan Wadanjen Kopassus ini juga harus menghindar dari kejaran musuh yang terus memburunya. Sambil bertempur, Sutiyoso membopong temannya satu per satu ke tempat yang lebih aman.

Dalam pertempuran, prajurit yang tertembak terkadang ditembak mati supaya tidak menjadi beban. Para senior yang dihubungi Sutiyoso melalui radio telah menyarankan supaya anggota yang terluka ditinggal. Namun, Sutiyoso tidak tega.

Salah satu anggota yang dipapah Sutiyoso bahkan meminta supaya dia ditinggal dan dibekali granat. Apabila sewaktu-waktu tertangkap, mereka akan meledakkan diri dengan granat itu.

“Tidak! Kamu bisa saya selamatkan. Kuatkan saja dirimu!” kata Sutiyoso.

Upaya penyelamatan empat anggotanya yang tertembak akhirnya berhasil. Di bawah desingan peluru Fretilin, Sutiyoso membopong anggotanya yang terluka naik ke helikopter.

Setelah berjuang keras, keempat anggota yang tertembak berhasil dievakuasi menggunakan helikopter.

Sumber: inews
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita