GELORA.CO - Anggota Komisi VI DPR Fraksi PDI Perjuangan, Harris Turino membungkam protes keras dari Menteri Investasi Bahlil Lahadalia yang mengeluhkan soal anggaran tahun 2025.
Hal itu terjadi saat Rapat Kerja Komisi VI DPR RI dengan Kementerian Investasi, Selasa (11/6).
Harris mengatakan bahwa keluhan Bahlil soal anggaran Kementerian Investasi yang disunat, dilayangkan di tempat yang salah. "Saya sepakat dengan Ketua bahwa ini curhat di tempat yang tidak pas. Karena seharusnya curhat ini adalah disampaikan di dalam rapat kabinet," kata Harris dikutip dari Komisi VI DPR RI, Rabu (12/6/2024).
Diketahui, anggaran yang didapat Kementerian Investasi/BKPM diturunkan nyaris setengahnya menjadi Rp681 miliar pada tahun 2025 dari yang sebelumnya Rp1,22 triliun di tahun 2024.
Tak hanya itu, realisasi investasi tahun 2025 juga dipatok sebesar Rp1.850 atau naik dari tahun ini yang hanya Rp1.650 triliun.
Oleh sebab itu, Harris menyarankan bahlil untuk mempertanyakan hal tersebut di rapat kabinet dan bukan di Komisi VI.
Anggota Fraksi PDIP tersebut juga menyarankan agar Bahlil menanyakan apakah pemangkasan anggaran sekaligus kenaikan target tersebut adalah ide Presiden Jokowi atau Presiden Terpilih Prabowo Subianto.
"Ide untuk mengurangi anggaran dari 1,2 triliun menjadi hanya 681 miliar, apakah ini ide presiden sekarang atau ide presiden terpilih?" cecar Harris.
Harris mengatakan bahwa pasti ada alasan mengapa anggaran Kementerian Investasi dikurangi sedemikian besar.
"Apakah pengurangan ini akan dilakukan karena ada reserve untuk program-program lain? yang dianggap lebih penting? Nah, ini siapa yang dominan?" katanya.
Harris mengatakan bahwa Bahlil perlu mempertanyakan apakah ini ide Jokowi atau Prabowo. "Ya walaupun kalau ngangkat ini bahaya pak, bisa 'keluar' nama bapak," ujar Harris sambil terkekeh.
Harris sepakat bahwa secara logis seharusnya anggaran Kementerian investasi dinaikkan supaya investasi akan datang lebih banyak. Namun, harus disadari bahwa korelasi antara besaran anggaran Kementerian Investasi tidak linier dengan besaran investasi yang masuk.
Bahkan Harris mengatakan bahwa sekalipun tidak ada Kementerian Investasi, investor asing tetap datang ke Indonesia.
"Ekstrem saja, jika Kementerian investasi dibubarkan saya yakin tetap ada investasi asing yang masuk. Karena daya tarik republik ini memang sangat besar," kata Harris mengkritik pedas.
"Tetapi seberapa besar pun anggaran yang digelontorkan untuk Kementerian investasi, kalau tidak ada kestabilan politik, tidak ada kepastian hukum, dan korupsi merajalela ekonomi biaya tinggi, maka usaha bapak akan sia-sia," imbuhnya. Maka, ia mengingatkan bahwa pencapaian investasi di Indonesia selama ini bukan hanya jasa Bahlil semata.
"Korelasinya tidak selalu seperti itu, termasuk juga keberhasilan mendatangkan 1400 triliun investasi juga tidak semata-mata diklaim karena keberhasilan seorang Bahlil Lahadalia, Harris mengatakan, masuknya investasi ke Indonesia juga berkat kerja sama dari semua pihak dari aparat keamanan dari DPR dan dari pihak-pihak lain di dalam menciptakan iklim investasi yang ideal.
Sebelumnyam Bahlil mengeluhkan bahwa basis anggaran tahun 2025 tak sejalan dengan target yang dipatok tinggi. "Tahun 2025, saya baru menemukan teori ekonomi kayak gini. Ini kita belajar semua ini karena itu saya tidak akan banyak bicara dalam rapat hari ini, karena saya belum menemukan teorinya.
Kalau memang pimpinan dan seluruh bapak ibu anggota DPR punya teori baru tolong ajari saya,” kata Bahlil di forum yang sama. Bahkan, Bahlil meminta DPR untuk memanggil Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa untuk menjelaskan hal tersebut.
Sebab menurutnya, Rencana Kerja Pemerintah (RKP) yang dibuat oleh Kemenkeu dan Bappenas tersebut tidak masuk akal. "Dan saya minta kepada pimpinan untuk panggil Ibu Menteri Keuangan dan Menteri Bappenas jelaskan ini.
Dalam teori saya dalam basis anggaran yang ada, saya turunkan RKP (target) koreksi jadi Rp800 miliar (red: triliun)," keluhnya.
"Jadi saya katakan dalam forum ini RKP yang dibuat Bappenas dan Menkeu Rp1.850 triliun itu tidak koheren dengan anggaran yang diberikan, biar media tau
Sumber: tvOne