Saling Sindir Menteri Saat Industri Tekstil Terpuruk, Menperin Tuding Menteri Keuangan Sri Mulyani Tidak Konsisten Antara Pernyataan dan Kebijakan

Saling Sindir Menteri Saat Industri Tekstil Terpuruk, Menperin Tuding Menteri Keuangan Sri Mulyani Tidak Konsisten Antara Pernyataan dan Kebijakan

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO  - Di tengah terpuruknya kinerja Industri Tektstil dan Produk Tekstil (TPT), dua menteri kabinet justru saling sindir. 

Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menuding Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani tidak konsisten antara pernyataan dan kebijakan yang diambil terkait dengan praktik dumping di industri tekstil.  

Menperin menanggapi pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani saat rapat dengan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, terkait dengan maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri tekstil. Saat itu, Sri Mulyani menyebut bahwa  dumping menjadi penyebab terpuruknya industri TPT.  

"Terdapat hasil produksi TPT di dunia yang tidak terserap oleh negara tujuan ekspor yang saat ini menerapkan restriksi perdagangan. 

Akibatnya, terjadi oversupply, sehingga negara produsen melakukan dumping dan mencoba untuk mengalihkan pasar ke negara-negara yang tidak memiliki proteksi pasar dalam negeri, salah satunya ke Indonesia,” jelas Menperin dalam keterangan tertulis yang dirilis Kamis (20/6/2024). 

Menperin menuding ketidakkonsistenan Menteri Keuangan dalam melindungi industri tekstil terlihat dalam kebijakan terkait Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) yang bertujuan melindungi industri tekstil dalam negeri dari serbuan produk impor.  

Namun, penerapan BMTP Kain yang masa berlakunya telah berakhir pada 8 November 2022, hingga saat ini belum terbit perpanjangannya.  

"Meskipun perpanjangan BMTP Kain telah disetujui, namun hingga saat ini belum terbit Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang menjadi dasar pelaksanaannya. Ia menambahkan, di sinilah salah satu letak inkonsistensi pernyataan Menteri Keungan. 

Di satu sisi, menyalahkan praktik dumping yang dilakukan negara produsen TPT, namun di sisi lain, lambat atau tidak kunjung membuat kebijakan untuk pengamanan pasar TPT di dalam negeri," keluh Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita. 

 Pembatasan Impor Lebih lanjut, Agus Gumiwang Kartasasmita juga menyoroti pencabutan Peraturan Menteri Perdagangan No. 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. 

Padahal, regulasi yang digantikan bulan April 2024 ini terbukti memberi dampak positif bagi pertumuhan industri TPT nasional.  

Efektivitas pengendalian impor tersebut terlihat dari turunnya volume impor sebelum dan setelah pemberlakuan Permendag 36/2023. 

Impor pakaian jadi yang pada Januari dan Februari 2024 berturut turut sebesar 3,53 ribu ton dan 3,69 ribu ton turun menjadi 2,20 ribu ton pada bulan Maret 2024 dan 2,67 ribu ton di pada bulan April 2024.

 Sementara itu, impor tekstil juga mengalami penurunan, dari semula 193,4 ribu ton dan 153,2 ribu ton pada Januari dan Februari 2024, menjadi 138,2 ribu ton dan 109,1 ribu ton pada Maret dan April 2024. 

Efektivitas pemberlakuan Permendag 36/2023 tersebut juga terlihat dari PDB Industri Tekstil dan Pakaian Jadi yang sepanjang tahun 2023 tumbuh negatif (triwulan I hingga IV 2023 tumbuh negatif), telah tumbuh positif sebesar 2,64% (YoY) di triwulan I 2024. 

 Meski efektif mendukung industri tekstil, Menteri Keuangan Sri Mulyani justru menyebut mengenai restriksi perdagangan (dalam Permendag 36/2024), sebagai salah satu penyebab meningkatnya PHK di sektor tekstil dengan kebijakan menghapus larangan dan pembatasan (lartas) bagi produk TPT hilir berupa pakaian jadi dan aksesori pakaian jadi.

 "“Padahal, pemberlakuan lartas melalui pemberian Pertimbangan Teknis untuk impor merupakan salah satu langkah strategis untuk mengendalikan masuknya produk-produk yang merupakan pesaing dari produk-produk dalam negeri di pasar domestik, mengingat kebijakan-kebijakan pengendalian terhadap impor produk hilir tersebut lamban ditetapkan oleh kementerian terkait, terutama Kementerian Keuangan,” kata Menperin. 

Beda Dari Negara Lain Lebih lanjut Menperin sejumlah menyoroti kebijakan nasional yang tidak mendukung pengembangan industri tekstil nasional. 

Di saat negara - negara produsen tekstil berupaya melindungi pasarnya dari ancaman dumping, Indonesia justri tidak kompak dalam menghadang serbuan produk tekstil impor.  

Menperin menyebut, beberapa negara telah menerapkan kebijakan restriksi perdagangan, salah satunya India yang memberlakukan Quality Control Order (QCO) untuk produk viscose staple fiber (VSF) dan alas kaki. 

Praktik ini menunjukkan bahwa setiap negara produsen berusaha untuk melindungi industri dalam negerinya dengan mengambil kebijakan dumping dan hal ini merupakan suatu hal yang biasa dilakukan.

 “Oleh sebab itu, kita yang seharusnya cepat mengantisipasinya dengan pengambilan kebijakan trade remedies berupa kebijakan anti-dumping dan safeguard, serta kebijakan nontariff lainnya,” jelas Menperin lebih lanjut. 

Untuk mengamankan pasar domestik dari serbuan barang impor yang masuk, Kemenperin telah melakukan berbagai upaya yang menjadi kewenangannya, di antaranya adalah meningkatkan kualitas hasil produksi melalui Standar Nasional Indonesia (SNI) dan mendorong pelaksanaan program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN). 

Di samping itu, Kemenperin juga mendorong pemberlakuan instrumen pengamanan terhadap Industri Dalam Negeri yang mengalami kerugian serius atau ancaman kerugian serius akibat lonjakan produk impor yang sejalan dengan aturan World Trade Organization (WTO) berupa trade remedies, di antaranya adalah Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) dan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD). 

 “Keberhasilan upaya tersebut harus dilakukan secara komprehensif, tidak cukup oleh Kementerian Perindustrian sendiri karena kewenangannya tidak hanya di Kementerian Perindustrian saja,” tegas Menperin

Sumber: tvOne
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita