GELORA.CO - Meningkatnya suhu konflik antara Israel dan Hizbullah di Lebanon membuat Amerika Serikat (AS) dan Israel khawatir. Kekhawatiran itu beralasan mengingat kemungkinan sistem iron dome tidak berfungsi ketika diserang senjata hizbullah hingga ancaman matinya jaringan listrik Israel.
Kekhawatiran para pejabat AS berasal dari banyaknya persenjataan Hizbullah yang berupa rudal dan drone, termasuk amunisi berpemandu presisi. CNN melaporkan pada Kamis (20/6/2024), ketakutan ini telah disampaikan para pejabat Israel kepada rekan-rekan mereka di AS di tengah persiapan kemungkinan serangan darat dan udara ke Lebanon.
“Kami menilai setidaknya beberapa baterai Iron Dome akan kewalahan,” kata seorang pejabat senior pemerintah AS, bersama dua orang lainnya yang tidak mau disebutkan namanya, kepada CNN.
Para pejabat Israel menyatakan keterkejutannya atas kecanggihan serangan Hizbullah baru-baru ini, terutama setelah rekaman yang beredar secara online menunjukkan sebuah drone merusak baterai Iron Dome awal bulan ini. Meskipun militer Israel membantah adanya kerusakan sistem, para pejabat Israel dilaporkan percaya bahwa kemampuan Hizbullah merupakan ancaman nyata, khususnya di wilayah utara.
Kemampuan Perlawanan untuk menyebarkan senjata berpemandu presisi dalam jumlah besar tetap menjadi perhatian utama strategi keamanan Israel. Di tengah meningkatnya ketegangan, para pejabat AS menekankan peran penting sistem pertahanan udara tambahan dan pengisian ulang Iron Dome dalam skenario potensi konflik.
AS selama ini telah menginvestasikan US$2,9 miliar dalam program Iron Dome Israel. “Fakta bahwa kami berhasil mempertahankan garis depan selama ini merupakan sebuah keajaiban,” kata seorang pejabat senior AS kepada CNN.
Implikasi dari konflik yang lebih luas antara Israel dan Perlawanan Lebanon sangat menakutkan, karena persenjataan Hizbullah diperkirakan mencakup sekitar 150.000 roket dan rudal, beberapa di antaranya memiliki kemampuan presisi jarak jauh yang dapat menjangkau lebih jauh ke dalam wilayah Israel.
Upaya diplomatik AS yang dipimpin oleh utusan Amos Hochstein berupaya meredakan ketegangan. Namun, permusuhan lintas batas baru-baru ini dan meningkatnya retorika menunjukkan adanya situasi genting yang dapat meningkat dengan cepat.
Meskipun mengakui kekhawatiran Israel terhadap keamanan, para pejabat AS telah menyatakan keberatan mereka mengenai potensi konflik yang lebih luas dan dampak regionalnya. Mereka telah memperingatkan adanya konsekuensi yang tidak diinginkan, termasuk risiko menarik pemain regional lainnya dan mengancam stabilitas di Timur Tengah.
Jaringan Listrik Israel Rentan
Sementara itu, pendudukan Israel mengakui bahwa jaringan listriknya tidak akan bertahan lama jika terjadi perang dengan Hizbullah. Pimpinan perusahaan listrik entitas tersebut mengakui bahwa perang akan menghancurkan Israel.
Shaul Goldstein, CEO Noga, Perusahaan Manajemen Sistem Kelistrikan, memperingatkan bahwa pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah dapat dengan mudah mematikan jaringan listrik Israel, sehingga membuat rezim pendudukan berada dalam kegelapan.
“Saya mulai mengkaji apa ancaman sebenarnya terhadap sektor ketenagalistrikan. Misalkan sebuah rudal menghantam fasilitas listrik, menyebabkan pemadaman listrik selama satu jam, dua jam, tiga jam, 24 jam, 48 jam, 72 jam, dan seterusnya. Apa yang akan terjadi pada Israel dalam situasi seperti ini? Intinya adalah setelah 72 jam, kehidupan di Israel tidak mungkin terjadi,” katanya.
Komentarnya menuai kritik tajam dari semua lapisan masyarakat Israel, termasuk Meir Spiegler, direktur jenderal Israel Electric Corporation. Spiegler mengutuk pernyataan Goldstein sebagai "tidak bertanggung jawab, tidak sesuai dengan kenyataan, dan menyebabkan kepanikan yang tidak perlu di kalangan masyarakat." Dia menyarankan agar Goldstein fokus mengelola Noga, yang mengalami penurunan kemampuan sejak masa jabatannya dimulai.
Menteri Energi dan Infrastruktur Israel Eli Cohen berusaha meyakinkan masyarakat menyusul prediksi Goldstein yang mengkhawatirkan. "Israel tidak akan berada dalam kegelapan. Kemungkinan terjadinya skenario seperti itu rendah," kata Cohen, menekankan bahwa pemerintah sedang mempersiapkan semua skenario yang mungkin terjadi. Misalnya melakukan diskusi, penilaian, serta telah menginvestasikan miliaran shekel untuk memastikan energi yang stabil dan teratur untuk semua warga Israel.
Namun, jaminan Cohen bukannya tidak mendapat tantangan, karena ia mendapat cemoohan dari para komentator Israel di media sosial, mempertanyakan kesiapan dan transparansi pemerintah mengenai masalah ini.
Gal Hen, komentator urusan ekonomi Channel 12, mempertimbangkan perdebatan tersebut, dengan menyatakan bahwa meskipun Perusahaan Listrik tidak bertanggung jawab atas seluruh pasar listrik, Goldstein, sebagai pimpinan Noga, memang mampu memahami ancaman dan kerentanan sektor ini. Hen menambahkan bahwa pihak keamanan dan militer sangat menyadari potensi ancaman terhadap infrastruktur ketenagalistrikan.
Noga pada bulan April menyarankan pemukim Israel untuk memasang sistem energi surya di atap rumah untuk penggunaan rutin, dan juga untuk memasok listrik kepada mereka dalam situasi darurat.
Pimpinan perusahaan tersebut, dalam sebuah wawancara dengan Channel 14 Israel, menyajikan sebuah skenario mensimulasikan eskalasi dengan Lebanon, termasuk pemadaman listrik selama berjam-jam di sebagian besar pemukiman. Ini menunjukkan bahwa serangan yang ditargetkan dapat menyebabkan krisis pasokan listrik total.
Saluran tersebut mencatat bahwa Noga diduga merupakan salah satu fasilitas paling terlindungi di Israel dan seharusnya beroperasi dalam keadaan sulit serta memungkinkan pasokan listrik terus menerus sepanjang masa perang, bahkan dalam skenario terburuk sekalipun.
Sumber: inilah