GELORA.CO -Iran menggelar pemilihan umum pada Jumat (28/6) untuk memilih pengganti Presiden Ebrahim Raisi yang meninggal dalam kecelakaan helikopter bulan lalu.
Mengutip Associated Press, pemungutan suara di Iran dimulai pukul 8 pagi dan ditutup pada pukul 6 sore waktu setempat.
Pemilihan presiden seharusnya baru diadakan tahun depan, tetapi pemilu dipercepat setelah kecelakaan helikopter yang menewaskan Presiden Ebrahim Raisi, serta menteri luar negeri dan pejabat lainnya pada 19 Mei lalu.
Mohammad Mokhber, yang ditunjuk sebagai pejabat presiden sementara, tidak mencalonkan diri dalam pemilihan.
Dewan Wali Iran, yang bertugas memeriksa kandidat, telah menyaring daftar panjang kandidat menjadi hanya enam kandidat, lima dari konservatif garis keras dan satu dari reformis.
Namun menjelang pemungutan suara minggu ini, dua kandidat mengundurkan diri. Mereka adalah Walikota Teheran Alireza Zakani dan Wakil Presiden Amir-Hossein Ghazizadeh Hashemi.
Kedua capres garis keras itu mengundurkan diri untuk memperkuat kekuatan “revolusi,” dan menambah peluang besar kemenangan kandidat konservatif.
Oleh karena itu, tersisa empat kandidat yakni Ketua Parlemen, Mohammad Bagher Ghalibaf; Mantan sekretaris Dewan Keamanan Nasional Tertinggi dan negosiator nuklir di bawah mantan Presiden Mahmoud Ahmadinejad, Saeed Jalili; Anggota parlemen Reformis, Masoud Pezeshkian; dan Ulama dan menteri kehakiman mantan Presiden Hassan Rouhani, Mostafa Pourmohammadi.
Jalili dan Ghalibaf dianggap garis keras, begitu pula Zakani dan Hashemi, sementara Pezeshkian menjadi satu-satunya Reformis.
Sementara Pourmohammadi sering dicap sebagai seorang konservatif, namun mengejutkan para pengamat dengan janjinya untuk membatalkan undang-undang kewajiban jilbab di Iran pada debat tanggal 21 Juni lalu.
Gelaran pemilu menjadi penting bagi kelompok garis keras Iran karena akan mempertahankan cengkeraman mereka pada kursi kepresidenan sepeninggal Raisi.
Para pemilih yang berpikiran reformis ingin melihat kemenangan Pezeshkian, meskipun dia baru-baru ini mengecewakan beberapa orang, termasuk pemilih yang lebih muda.
Dalam pidatonya pada hari Selasa (25/6), Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei menyerukan partisipasi seluruh pemilih Iran dalam pemilu.
Dia menghindari mengkritik kandidat mana pun secara langsung, namun menyarankan para kandidat untuk tidak bekerja sama dengan pihak-pihak yang menjalin kerjasama dengan Amerika Serikat.
Keempat kandidat telah berjanji untuk menghidupkan kembali perekonomian yang lesu, yang dilanda salah urus, korupsi negara, dan sanksi yang diterapkan kembali sejak tahun 2018 setelah AS membatalkan perjanjian nuklir Teheran tahun 2015 dengan enam negara besar.
Kendati demikian, presiden berikutnya diperkirakan tidak akan menghasilkan perubahan kebijakan besar apapun mengenai program nuklir Iran atau dukungan bagi kelompok milisi di Timur Tengah.
Sebab, Khamenei lah yang bertanggung jawab atas semua urusan penting negara. Tetapi, presiden menjalankan pemerintahan sehari-hari dan dapat mempengaruhi kebijakan luar negeri dan dalam negeri Iran.
Jumlah pemilih yang berpartisipasi telah menurun selama empat tahun terakhir, dengan sebagian besar penduduk muda merasa kesal dengan pembatasan politik dan sosial.
Hanya 48 persen pemilih yang berpartisipasi dalam pemilu 2021 yang membawa Raisi berkuasa, dan jumlah pemilih mencapai rekor terendah yaitu 41 persen dalam pemilu parlemen tiga bulan lalu.
Tagar #ElectionCircus telah banyak diposting di platform media sosial X oleh masyarakat Iran dalam beberapa minggu terakhir, dengan beberapa aktivis di dalam dan luar negeri menyerukan boikot pemilu.
Jika tidak ada calon yang memperoleh sedikitnya 50 persen ditambah satu suara dari seluruh surat suara termasuk suara blanko, putaran kedua antara dua calon teratas diadakan pada hari Jumat pertama setelah hasil pemilu diumumkan
Sumber: RMOL