Geger Luhut Vs KPK soal Sebut Aksi OTT Kampungan, Para Pejabat Malah Riuh Bertepuk Tangan

Geger Luhut Vs KPK soal Sebut Aksi OTT Kampungan, Para Pejabat Malah Riuh Bertepuk Tangan

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO  - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan kembali menjadi sorotan setelah pernyataannya mengenai KPK dan praktik operasi tangkap tangan (OTT). 

Menko Luhut Binsar Pandjaitan beberapa waktu lalu mengeluarkan pernyataan bahwa OTT yang dilakukan KPK adalah tindakkan yang kampungan.  

Dalam acara Pencanangan Hari Kewirausahaan Nasional dan Ulang Tahun HIPMI ke-52 di Jakarta, Senin (10/6), Luhut mengungkapkan alasan mengapa OTT dianggap kuno. 

Menurutnya, Indonesia sudah menerapkan sistem digitalisasi yang seharusnya sudah mampu menutup peluang tindak korupsi. 

Sebagai contoh, Luhut memberi gambaran mengenai Sistem Informasi Mineral dan Batu Bara (SIMBARA) milik pemerintah. Sistem satu pintu pengelolaan minerba di Indonesia memungkinkan semua pihak bisa mengawasi bisnis batu bara di Indonesia. 

"Dulu saya di-bully, dibilang kenapa Pak Luhut enggak setuju OTT? Ya enggak setujulah," kata Luhut dikutip Kamis (13/6/2024). "Kalau bisa tanpa OTT, kenapa bisa OTT? Kan kampungan itu, nyadap-nyadap telepon," imbuhnya. 

Menurutnya, sistem penyadapan dalam operasi tangkap tangan tersebut sangat tidak elok dan dirasa sangat merugikan.  

"Tahu-tahu nyadap dia lagi bicara sama istrinya, 'Wah enak tadi malam Mam', katanya. Kan repot," ucap Luhut berseloroh. Dalam forum tersebut hadir juga sejumlah pejabat tinggi dan pengusaha. 

Mendengar pernyataan Luhut yang sebut OTT adalah tindakan kampungan, para hadirin malah menyambut riuh dengan tepuk tangan mereka seolah setuju dengan Menko Marves. Merespons hal tersebut, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Nawawi Pomolango menyampaikan bahwa digitalisasi yang dimaksud Luhut saat ini tidak lantas kemudian menghapus praktik korupsi. 

Nawawi justru mempertanyakan keefektifan sistem digitalisasi pemerintah dalam penertiban tindak korupsi.  

Pasalnya, angka korupsi di Indonesia masih tinggi termasuk di sektor-sektor yang sudah mengalami digitalisasi modern.  "Nyatanya bahwa digitalisasi belum bisa memberikan jawaban semua. 

Bahwa negara ini masih ramai soal korupsi, walaupun digitalisasi sudah sedemikian baik," kata Nawawi di Kompleks DPR, Selasa (11/6) Nawawi mengatakan, pemerintah belum memiliki sistem digital yang benar-benar ampuh untuk membendung korupsi di Tanah Air


Sumber: tvOne
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita