Dua Capres Iran Mundur Beberapa Jam Jelang Pemilu

Dua Capres Iran Mundur Beberapa Jam Jelang Pemilu

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Hanya beberapa jam sebelum pemilihan umum berlangsung, sudah ada dua calon presiden Iran konservatif yang memilih untuk mengundurkan diri.

Walikota Teheran Alireza Zakani pada Kamis (27/6) mengatakan di akun X bahwa dia menarik diri dari pencalonan setelah sebelumnya menyangkal akan melakukannya.


Langkah itu diambil setelah sehari sebelumnya Wakil Presiden Amir-Hossein Ghazizadeh Hashemi juga mengumumkan pengunduran dirinya di platform media sosial.

Kedua capres garis keras itu menyebut pengunduran dirinya sebagai upaya untuk memperkuat kekuatan “revolusi,” merujuk pada revolusi Islam tahun 1979 yang menciptakan Republik Islam Iran saat ini.

Mereka menyerukan Ghalibaf dan Jalili untuk bersatu dan tidak membiarkan tuntutan sah kekuatan revolusioner tidak terjawab.

"Untuk menjaga kesatuan kekuatan revolusi, saya akan menarik diri dari pemilihan presiden," ujar Hashemi dalam unggahan X-nya.

Oleh karena itu, tersisa empat kandidat yang akan mengikuti pemilu Iran di antaranya:

1. Ketua Parlemen, Mohammad Bagher Ghalibaf

2. Mantan sekretaris Dewan Keamanan Nasional Tertinggi dan negosiator nuklir di bawah mantan Presiden Mahmoud Ahmadinejad, Saeed Jalili

3. Anggota parlemen Reformis, Masoud Pezeshkian

4. Ulama dan menteri kehakiman mantan Presiden Hassan Rouhani, Mostafa Pourmohammadi

Jalili dan Ghalibaf dianggap garis keras, begitu pula Zakani dan Hashemi, sementara Pezeshkian menjadi satu-satunya Reformis.

Mengutip Iran International, Pourmohammadi sering dicap sebagai seorang konservatif, namun mengejutkan para pengamat dengan janjinya untuk membatalkan undang-undang kewajiban jilbab di Iran pada debat tanggal 21 Juni,

Iran mengalami protes yang meluas pada tahun 2022 sehubungan dengan undang-undang tersebut setelah wanita muda Kurdi Mahsa Amini meninggal dalam tahanan polisi.

Gelaran pemilu hari Jumat (28/6) dilakukan setelah kematian Presiden Ebrahim Raisi dalam kecelakaan helikopter bulan lalu.

Jajak pendapat yang Kelompok Analisa dan Pengukuran Sikap di Iran yang berbasis di Belanda pekan lalu menunjukkan bahwa

Pezeshkian yang reformis meraih 37,7 persen suara, Jalili 29,4 persen, dan Ghalibaf 8,3 persen, sisanya 18,4 persen masih ragu-ragu memilih di antara mereka.

Di antara warga Iran yang ragu-ragu dalam memilih, jajak pendapat menunjukkan 37,8 persen mendukung Pezeshkian, 2,3 persen untuk Jalili, dan 1,7 persen untuk Ghalibaf.

Sementara  Pourmohammadi menerima kurang dari 1 persen di setiap kategori.

Sementara itu, survei tanggal 20 Juni dari Badan Pemungutan Suara Mahasiswa Iran yang berafiliasi dengan pemerintah menunjukkan Jalili mendapat dukungan 26,2 persen, Pezeshkian dengan 19,8 persen dan Ghalibaf dengan 19 persen.

Debat presiden terakhir berlangsung pada 24-25 Jun9 dan didominasi oleh kebijakan luar negeri.

Ghalibaf, Ghazizadeh Hashemi, Jalili dan Zakani mengkritik mantan Presiden Hassan Rouhani atas cara dia menangani perjanjian nuklir.

Pezeshkian, sekutu Rouhani dan pembela perjanjian tersebut, menuduh para pesaingnya gagal memberikan alternatif terhadap perjanjian tersebut.

Jumlah pemilih tahun ini diperkirakan mencapai rekor terendah. Sebanyak 65,5 persen responden dalam jajak pendapat GAMAAN mengatakan mereka tidak akan memilih dalam pemilu.

Hanya 22,4 persen yang menyatakan akan memilih dan 12,1 persen lainnya masih ragu-ragu.

Penentangan terhadap sistem Republik Islam secara keseluruhan menjadi alasan yang diberikan oleh 67,6 persen responden yang tidak memberikan suara.

Dalam jajak pendapat ISPA, 42,5 persen sudah pasti memutuskan memilih.

Jumlah pemilih yang berpartisipasi dalam pemilihan presiden terakhir Iran adalah 48,8 persen, terendah sejak berdirinya Republik Islam.

Jumlah pemilih yang berpartisipasi dalam pemilihan parlemen bulan Maret di Iran adalah sekitar 41 persen, angka terendah sejak 1979.

Dalam pidatonya pada hari Selasa, Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei menyerukan partisipasi seluruh pemilih Iran dalam pemilu.

Dia menghindari mengkritik kandidat mana pun secara langsung, namun menyarankan para kandidat untuk tidak bekerja sama dengan pihak-pihak yang menjalin kerjasama dengan Amerika Serikat.

Diperlukan lebih dari 50 persen suara untuk memenangkan pemilu. Jika tidak ada calon yang mencapainya, maka akan diadakan pemilihan putaran kedua antara dua calon yang memperoleh suara terbanyak.

Sumber: RMOL
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita