GELORA.CO - Dewan Pengurus Pusat (DPP) Relawan Pro Jokowi (Projo) turut menanggapi keriuhan peretasan Pusat Data Nasional (PDN) yang tengah terjadi. Akibat insiden ini Menkominfo sekaligus Ketum DPP Projo Budi Arie Setiadi didesak mundur.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Projo Handoko pun membela bosnya, seraya menegaskan bahwa bangsa Indonesia mestinya bersatu dalam menghadapi perang besar melawan kejahatan siber judi online dari serangan siber terhadap infrastruktur digital negara, bukannya teralihkan dengan isu politis.
“Dari pengamatan DPP Projo, terjadi penggalangan opini yang justru memperkeruh situasi dan memecah konsentrasi dalam perang melawan judi online,” kata Handoko saat konferensi pers di DPP Projo, Jakarta Selatan, Jumat (28/6/2024).
Handoko berpendapat, bahwa politisasi yang digalang oleh sebagian kecil tokoh-tokoh ini justru menguntungkan pihak-pihak yang ingin melancarkan kejahatan siber.
“Projo sangat prihatin atas sikap sebagian tokoh di media sosial yang mempolitisasi dan memanfaatkan kasus ransomware PDNS2 milik Telkom untuk menyerang Menkominfho Budi Arie Setiadi (Ketua umum Projo) dengan tujuan-tujuan politik sempit,” jelas dia.
Dia menyesalkan, pihak-pihak yang lebih memilih menyudutkan pemerintah dan membuat kekeruhan opini publik, ketimbang merapatkan barisan untuk mendukung upaya-upaya perbaikan. Ia menuding para pihak ini
“Hasil monitoring kami menunjukkan bahwa kelompok tokoh ini berasal dari sisa-sisa pendukung capres yang kalah pada pilpres Februari 2024 lalu,” ujar Handoko.
Projo mengimbau publik untuk tidak menghiraukan upaya-upaya pemecah belah bangsa dari para tokoh ini dan bersabar mengikuti laporan-laporan Kominfo, BSSN, dan kementerian/lembaga terkait penyelesaian masalah serangan siber ini.
Sebelumnya, Kepala Divisi Akses Atas Informasi SAFEnet Unggul Sagena mengatakan lumpuhnya Pusat Data Nasional (PDN), oleh peretas adalah akibat dari kelalaian Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengangkat Budi Arie menjadi Menkominfo.
"Soal PDN memang ini keteledoran besar, disinyalir karena kelalaian presiden dalam menunjuk pembantunya (Menkominfo saat itu), serta juga keinginannya untuk mempercepat proses penyelesaian," kata Unggul kepada Inilah.com saat dihubungi di Jakarta, Selasa (25/6/2024).
Ia juga mengkritisi Kominfo yang terkesan lari dari tanggung jawab, tidak seperti BSSN yang bekerja secara teknis, dan melaporkan perkembangan kasus ini ke publik.
"Sebelumnya, kominfo tidak bicara soal penyebab dan cenderung menutup-nutupi. Padahal, apa ruginya? Apakah berdampak pada public rush? Kan enggak. Justru dengan denying seperti bilang 'oh ini PDN sementara', jadi membuat kepercayaan publik runtuh," ujarnya mengkritik.
Diketahui, pada Kamis (20/6/2024), Pusat Data Nasional (PDN) mengalami gangguan atau down. Gangguan yang diduga berasal dari serangan ransomware peretas ini berdampak pada layanan publik yang terintegrasi seperti layanan Imigrasi.
Gangguan juga terjadi pada beberapa sistem penting Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, sehingga terjadi penundaan dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di beberapa wilayah.
Kemudian pada Sabtu (23/6/2024) kebocoran data dari sistem Indonesia Automatic Fingerprint Identification System (INAFIS) Polri terungkap di forum peretas, dan hanya beberapa hari berselang, dugaan serangan ke BAIS TNI mencuat ke publik.
Serangan yang berulang ini, menurutnya, seharusnya menjadi wake-up call untuk reformasi besar-besaran dalam pengelolaan dan keamanan siber nasional. Di balik serangan itu, peretas meminta uang tebusan 8 juta dolas Amerika Serikat (AS) atau sekitar Rp131 miliar untuk memulihkan sistem yang dibobolnya.
Sumber: inilah