GELORA.CO - PT Bio Farma (Persero) sebagai induk dari Holding BUMN Farmasi dicecar habis saat rapat bersama Anggota Komisi VI DPR RI.
Direktur Utama PT Bio Farma Shadiq Akasya secara khusus mendapatkan kritik keras dari Amin AK terkait presentasinya mengenai persoalan fraud dan korupsi yang ada di beberapa BUMN Farmasi seperti Indofarma.
Amin AK menilai, apa yang dipaparkan oleh Shadiq Aksya seolah ingin memperhalus apa yang terjadi di Kimia Farma dan Indofarma. "Saya memberi masukan sekaligus kritik atas paparan dari Pak Shadiq, untuk hal-hal yang sifatnya substantif itu jangan diperhalus bahasanya sehingga mengaburkan masalah yang esensi," ujar Amin AK dipantau daring dari YouTube Komisi VI, Kamis (20/6/2024).
Amin AK yang merupakan Anggota Fraksi PKS tersebut tak setuju jika penyelewengan di BUMN Farmasi disampaikan dengan bahasa berpotensi menimbulkan dampak hukum.
Misalnya, kerugian perusahaan dikatakan karena tidak ada lagi produk-produk Covid-19 terjual.
Atau misalnya pendapatan Kimia Farma menurun lalu dikatakan karena adanya penyajian laporan keuangan belum sesuai dengan PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan).
"Mungkin variabel itu ada, tapi bukan itu masalahnya. Karena kan kita sudah baca media ada kasus-kasus Kimia Farma dan Indofarma yang sudah masuk ke ranah aparat hukum," ujar Amin.
"Ini juga bapak jangan memperhalus bahasa, misalnya kerja sama distribusi alkes blablabla tanpa perencanaan memadai', ini bahasa hukum."
"Kalau seorang direksi melakukan kesalahan dalam melakukan perencanaan tanpa ada unsur kesengajaan kemudian berakibat rugi kepada perusahaan, dia tidak bisa dipidana," imbuhnya. Menurutnya, jika seorang pimpinan perusahaan dikatakan melakukan kesalahan perencanaan atau melakukan aksi korporasi tidak tepat, tentu hal itu tidak bisa dipidana.
Padahal, terdapat indikasi-indikasi fraud yang berpotensi tindak pidana yang terjadi pada Kimia Farma, Indofarma, maupun Indofarma Global Medika (IGM).
"Kalau dia melakukan dengan kesengajaan untuk keuntungan pribadi dan kelompok, itu bukan karena perencanaan yang memadai, itu karena moral hazard (pelanggaran etika)," tegas Amin.
"Memang moralnya rusak, mengambil keuntungan pribadi atau kelompoknya yang itu merugikan perusahaan, yang pada akhirnya juga merugikan orang banyak," imbuhnya. Berbicara persoalan yang terjadi di Indofarma, memang sangat pelik.
Beberapa waktu lalu BPK mengungkapkan adanya pengadaan dan penjualan alat kesehatan atau alkes tanpa adanya studi kelayakan dan tanpa analisis kemampuan keuangan konsumen.
Pelanggaran tersebut menyebabkan potensi kerugian sebesar Rp146,57 miliar, dengan rincian terdiri dari piutang macet sebesar Rp122,93 miliar dan persediaan yang tidak dapat terjual sebesar Rp23,64 miliar.
Tak cuma itu, ada juga jual-beli fiktif pada Business FMCG, menempatkan dana deposito atas nama pribadi pada Koperasi Simpan Pinjam Nusantara (Kopnus), dan menggadaikan deposito pada Bank Oke untuk kepentingan pihak lain, melakukan pinjaman online, dan lain-lain.
Di sisi lain, anak usaha Kimia Farma selaku BUMN Farmasi yang lain juga menghadapi persoalan terkait dugaan rekayasa keuangan.
Hal itu bahkan sempat disampaikan oleh Staf Khusus III Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Arya Sinulingga. “Kimia Farma juga demikian. Ada inilah, rekayasa keuangan,” kata Arya usai meresmikan Vending Machine UMKM PT Pegadaian di Jakarta, Rabu (5/6)
Sumber: tvOne