GELORA.CO - Akhir pekan kemarin menjadi salah satu yang paling mematikan bagi pasukan Zionis Israel (IDF) di Jalur Gaza. Setelah delapan diumumkan tewas akibat kendaraan mereka diledakkan pejuang Palestina di Rafah, Sabtu (15/6/2024), dua lainnya juga tewas terkena jebakan di bagian tengah Jalur Gaza.
Sejauh ini, Rafah terbukti menjadi medan perang paling mematikan bagi tentara Israel. Merujuk catatan resmi Kementerian Luar Negeri Israel, sejak serangan ke Rafah dilancarkan Israel pada 5 Mei 2024, sebanyak 42 tentara IDF tewas hingga 10 Juni lalu. Ditambah serangan-serangan teranyar yang menewaskan 11 pasukan IDF tersebut, total yang tewas di Rafah sejak operasi dijalankan mencapai sedikitnya 53 orang.
Dengan korban terbaru yang diumumkan, jumlah korban tewas tentara Israel sejak dimulainya perang di Gaza pada 7 Oktober 2023 telah meningkat menjadi 661 orang. Jumlah ini termasuk 311 tentara yang tewas sejak dimulainya serangan darat di Gaza. Selain itu, 3.617 tentara terluka, menurut angka yang dipublikasikan pihak militer.
Pihak pejuang Palestina meyakini, angka kematian di IDF jauh lebih banyak dari yang diumumkan. Selain itu, belasan tentara Israel juga tewas akibat serangan-serangan kelompok Hizbullah dari Lebanon.
Komunitas internasional sebelumnya telah mengingatkan Israel untuk tak menyerang Rafah karena padatnya pengungsi Palestina di wilayah selatan Gaza itu. Kendati demikian, Israel tak menggubris seruan itu dan mulai melancarkan serangan darat, udara, dan dari laut sejak awal Mei lalu.
Mereka berdalih serangan itu harus dilakukan untuk menghabisi Hamas dan pejuang Palestina. Namun saat Rafah diserang, pejuang Palestina justru bermunculan di wilayah-wilayah lain di Jalur Gaza, terutama di utara yang selama ini diklaim Israel telah mereka kuasai.
Mohamad Elmasry, seorang profesor di Institut Studi Pascasarjana Doha, Qatar, mengatakan serangan pada Sabtu menunjukkan tujuan perang Israel untuk menghancurkan Hamas masih sulit dicapai setelah delapan bulan pertempuran.
“Pejuang perlawanan Palestina telah melakukan perlawanan yang cukup besar,” katanya kepada Al Jazeera sambil mencatat laporan berita baru-baru ini yang mengutip pejabat intelijen AS yang mengatakan sekitar 70 persen kekuatan tempur Hamas masih utuh.
“Yang lebih buruk lagi, dari sudut pandang Israel, Hamas telah mampu merekrut ribuan anggota baru sehingga tidak ada masalah tenaga kerja bagi Hamas.”
Gideon Levy, penulis dan kolumnis surat kabar Israel Haaretz, mengatakan kematian delapan tentara adalah 'harga yang mahal bagi masyarakat Israel'.
“Semakin banyak orang di Israel yang bertanya untuk apa perang ini dan sampai kapan? Hal ini mungkin akan menjadi sebuah perang tanpa akhir – sebuah perang yang menguras tenaga,” kata Levy kepada Al Jazeera.
Menurut dia, sekuat apapun tentara Israel, Hamas selalu dapat menyerang dan melakukan sabotase yang biasanya langsung ditanggapi Israel dengan serangan yang membunuh warga sipil.
“Ini tidak mengarah ke mana pun. Kita tidak akan pernah mencapai ‘kemenangan total’ yang konyol seperti yang dibicarakan oleh Perdana Menteri Netanyahu,” kata Levy.
Sumber: inilah