GELORA.CO - Dua perusahaan asal Eropa yakni Eramet dan BASF memutuskan untuk tidak melanjutkan investasi bersamanya dalam pengembangan pemurnian nikel-kobalt di Weda Bay, Halmahera Tengah, Maluku.
Mengutip mining technology, sejatinya Eramet atau perusahaan asal Prancis ini dan BASF asal Jerman sudah menandatangani perjanjian dalam study kelayakan pembangunan pabrik nikel-kobalt pada tahun 2020.
Pabrik ini dibangun untuk memperkuat rantai pasok baterai kendaraan listrik (Electric Vehicle/EV). Nilai investasi yang melibatkan kedua perusahaan untuk membangun smelter nikel-kobalt di Weda Bay itu berkisar US$ 2,6 miliar atau setara Rp 42 Triliun
Adapun alasan hengkangnya kedua perusahaan tersebut lantaran, pertumbuhan penjualan baterai EV di negara Asia Tenggara terbilang lambat.
Terlepas dari kemunduran tersebut, Eramet diklaim masih berkomitmen untuk mengevaluasi potensi investasi lain di sektor nikel Indonesia untuk baterai EV dan berniat untuk terus memberikan informasi terbaru kepada para pemangku kepentingan mengenai perkembangannya.
Di sisi lain, BASF telah menyatakan bahwa mereka akan menghentikan semua kegiatan yang sedang berlangsung terkait dengan proyek Weda Bay.
"Pasokan bahan baku penting yang aman, bertanggung jawab dan berkelanjutan untuk produksi bahan aktif katoda prekursor, yang mungkin juga berasal dari Indonesia, tetap penting untuk pengembangan masa depan bisnis bahan baterai kami." terang Presiden divisi BASF Catalysts, Dr Daniel Schonfelder, mengutip MiningTechnology berdasarkan laporan Bloomberg, dikutip Kamis (27/6/2024).
"Setelah melakukan evaluasi menyeluruh, kami telah menyimpulkan bahwa kami tidak akan melaksanakan proyek pemurnian nikel-kobalt di Weda Bay," ungkap Anggota Dewan Direktur Eksekutif BASF, Anup Kothari.
Di menambahkan, sejak dimulainya proyek di Weda Bay itu, pasar nikel global telah berubah secara signifikan. Secara khusus, opsi pasokan telah berevolusi dengan ketersediaan nikel kelas baterai BASF.
"Akibatnya, BASF tidak lagi melihat perlunya melakukan investasi yang begitu besar untuk memastikan pasokan logam yang kuat untuk bisnis bahan baterainya."
Sumber: cnbc