GELORA.CO - Tim kuasa hukum mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL), Djamaludin Koedoeboen
menyatakan dalam persidangan terungkap jika perjalanan umroh yang menggunakan uang Kementerian Pertanian (Kementan) bukan untuk kepentingan pribadi. Melainkan, merupakan perjalanan dinas kementerian.
Koedoeboen menyebut hal itu dikuatkan oleh keterangan salah satu saksi yang menyatakan ada penandatangan MoU atau perjanjian di Mekah, Arab Saudi. "Yang bersangkutan itu kalau yang kami ingat beliau juga ikut berangkat umrah dan ada penandatangan MoU di Mekah," kata Koedoeboen di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (22/5) malam.
Menurut Koedoeboen, saksi itu juga turut terlibat dalam pendantangan MoU tersebut. Sebab, dia yang membuat konsiderans atau uraian singkat mengenai pokok-pokok pikiran yang menjadi latar belakang dan alasan pembuatan keputusan.
"Beliau yang membuat konsiderans dari Mou itu. Dan itu yang akan kita gali sehingga kita bisa menemukan fakta, kebenaran materiil bahwa sebenarnya apa sih yang terjadi," ucap Koedoeboen.
Karena itu, Koedoeboen mengklaim tudingan yang menyebut kegiatan umrah merupakan kepentingan pribadi dari SYL terbantahkan. Terlebih, beberapa eselon I dan II ikut dalam kegiatan tersebut.
"Kemudian yang lain, mengemukan juga tadi bahwa dari kumpul kumpul itu adalah ternyata untuk aktivitas kegitaan Kementerian Pertanian, kan tadi dijelaskan kemudian berangkat eselon I, eselon IIn, kemudian mereka naik pesawa, mereka naik jet kemana-kemana, jadi bukan untuk pribadi beliau duit itu," tegas Koedoeboen.
Dalam kasus ini, Syahrul Yasin Limpo didakwa melakukan pemerasan dan menerima gratifikasi. Adapun pemerasan yang diduga diterima Syahrul Yasin Limpo sebesar Rp 44.546.079.044 atau Rp 44,54 miliar.
Serta menerima gratifikasi sebesar Rp 40.647.444.494 atau Rp 40,64 miliar, sepanjang Januari 2020 sampai dengan Oktober 2023.
Tindak pidana pemerasan ini dilakukan SYL bersama-sama dengan Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Kementan Muhammad Hatta, yang dilakukan sepanjang 2020-2023.
Dalam penerimaan pemungutan uang ini, Syahrul Yasin Limpo didakwa melanggar Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 huruf f jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Selain itu, Syahrul Yasin Limpo bersama-sama dengan Kasdi dan Muhammad Hatta didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp 40.647.444.494 atau Rp 40,64 miliar, sepanjang Januari 2020 sampai dengan Oktober 2023.
Dalam penerimaan gratifikasi ini, Syahrul Yasin Limpo didakwa melanggar Pasal 12 B jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Sumber: jawapos