GELORA.CO - Perseteruan antara Panglima Manguni Makasiaow Andy Rompas dengan pemimpin LSM Majelis Pembela Rasulullah, Habib Bahar nampaknya belum juga reda.
Hal itu dipastikan ketika pentolan ormas adat Minahasa, Sulawesi Utara itu kembali menyenggol nama Habib Bahar dalam video yang diunggah melalui Facebook pribadinya baru-baru ini.
Panglima Manguni, Andy Rompas mengaitkan sosok Habib Bahar saat membahas aksi penyerangan yang dialami mahasiswa Katolik, Universitas Pamulang, Tangerang Selatan.
Lantas seperti apa omongan Panglima Manguni Andy Rompas saat menyenggol nama Habib Bahar?
Dikutip dari tayangan video akun Facebook pribadinya, pentolan ormas adat Sulawesi Utara itu awalnya memberikan komentar atas insiden yang dialami sejumlah mahasiswa Unpam Tangsel, beberapa hari lalu.
Mereka digeruduk warga setempat saat tengah menggelar doa di rumah kontrakan.
Menurut Andy Rompas, itu terjadi karena istilah mayoritas dan minoritas yang terkesan dibiarkan oleh pemerintah.
"Banyak orang yang tidak paham istilah mayoritas minoritas. Kalau istilah mayoritas minoritas itu selalu dipakai, dan para penceramah-penceramah radikal ujaran kebencian ini terus dibiarkan ya ini tidak akan pernah berhenti," katanya dikutip siap.viva.co.id pada Selasa, 7 Mei 2024.
Andy Rompas menilai, persoalan yang terjadi seperti mahasiswa Unpam itu tidak akan selesai, selama akar masalahnya tidak diatasi secara serius. Ia lantas menyinggung Habib Bahar.
"Tidak akan selesai disaat di atasnya tidak ditangkap. Contoh seperti Bahar bin Smith, itu jelas-jelas ceramah dengan angkat pedang, memfitnah orang Minahasa yang ada di tanah Minahasa. Dia kan tidak tahu cerita kronologinya."
"Dan saya cuma ingatkan satu lagi, kata mayoritas minioritas bisa dipakai di Indonesia tapi jangan lupa, kata mayoritas minoritas itu hanyalah untuk hitungan jumlah penduduk," sambungnya.
Panglima Manguni itu kemudian menjelaskan, jika dihitung dengan jumlah kepulauan maka sebaliknya.
"Sekarang kalau saya sampaikan hitungan jumlah wilayah kepulauan, adakah orang berpikir sampai situ? Sembilan provinsi utama di Indonesia adalah mayoritas umat Kristiani," tuturnya.
Memang, lanjut Andy Rompas, mayoritas umat Muslim di Indonesia sebesar 85 persen, sisanya minoritas.
"Tapi saya kembalikan lagi, kalau kita ambil secara kupulauan, pulau Papua 780 ribu sekian kilometer persegi, pulau Sulawesi Utara 13.800 sekian sekian kilometer persegi, pulau NTT 47 ribu kilometer persegi."
Kemudian, pulau Flores 15 ribu sekian persegi, pulau Sumba, 11 ribu kilometer persegi.
"Nah itu baru berapa pulau saja yang saya hitung. Nah bayangkan jika itu ditambahkan semua, berapa kesluruhan keluasan pulau yang diduduki kaum minoritas 874.355 ribu km persegi," tuturnya.
"Anda tahu berapa jumlah luasan seluruh Indonesia, jumlahnya 1.905 juta kilometer persegi. Jadi tidak ada itu istilah mayoritas minoritas," sambung dia.
Lantas seperti apa solusi menurut Andy?
"Pemerintah lah yang harus tegas, tidak bisa rakyat dibiarkan selalu ikut dengan suasana seperti ini. Seperti sekarang, kawan-kawan bersaudara dari Indonesia timur mulai bergerak mendatangi Tangerang," katanya
"Mau jadi apa? Mau jadi perang saudara? Mau jadi perang agama?" tanya Panglima Manguni itu.
"Saya mau pesan sama basudara yang ada di Jakarta, jangan terpancing. Kalian kalau sampai terikut perang saudara rugi, tidak ada hasilnya apa-apa. Karena tidak ada pahlawan dalam perang saudara," terangnya.
Andy berpendapat, hal tersebut sudah terbukti.
"Kasus Poso, kasus Ambon, siapa yang dilihat pahlawan? Tidak ada ya kan. Korbannya ada. Apakah harus terulang lagi seperti itu?" tanya Andy lagi.
"Jadi saran saya untuk pemerintah, kita kan punya badan-badan lembaga yang sangat besar, kenapa ini selalu dibiarkan? Yang ditangkap yang di bawah, tetapi di atas ini, penceramah-pencermah radikal dan penceramah-penceramah ujaran kebencian terus dibiarkan, bahkan saya lihat penuh dengan kemewahan, contohnya Habib Bahar bin Smith memamerkan kemewahannya."
Contoh lainnya lagi, kata Andy Rompas, adalah Ustadz Abdul Somad yang justru memamerkan Harley Davidson dengan klubnya.
"Itu logika yang kita harus pakai. Jadi kita harus mengambil pemikiran antara kata mayoritas mayoritas itu hanya sebagai jumlah penduduk, tetapi jumlah wilayah tidak," katanya.
Bahkan, jumlah tersebut belum ditambah dengan Batak, Kalimantan, yang luasan jumlahnya saja sebelum ditambah sudah 800.355 kilometer persegi.
"Berarti kalau ditambahkan mungkin satu juta atau 900 ribu kilometer persegi.
Jadi sekarang saya mau tanya, mayoritas minoritas itu berlaku untuk masyarakat untuk jumlah penduduk atau untuk kepulauan?" tanya Andy lagi.
Ia mengingatkan, kalau sampai minoritas ini merasa selalu dilecehkan seperti ini, merasa tidak pernah mendapatkan keadilan dan mereka mengikuti pembela Papua, apakah kita harus terpancing di situ?
"Jadi untuk pemerintah ya, jangan sampailah. Kalau seandainya, seandainya Indonesia timur bersatu dan meminta jikalau tidak ada keadilan seperti ini terus menerus, mereka meminta untuk referendum, apakah kita harus terpecah belah seperti itu?"
"Dan sementara hanya mungkin 3 juta orang radikal yang ada di Jakarta pada khususnya dibiarkan bebas bgitu saja. Jadi sekarang yang mayoritas minoritas siapa?" tanya dia lagi.
Andy kembali mengeaskan, bahwa melalui kepulauan, umat Kristen dan agama non Muslim itu adalah mayoritas kepulauan.
"Ini berbahaya kalau mereka berteriak meminta keadilan dan keadilan tidak pernah kunjung datang, dan mereka meminta agar dunia internasional PBB untuk mengajukan refendum, apakah Indonesia harus hancur seperti itu?" tuturnya.
Menurut Andy, jangan sampai itu terjadi. Di sinilah butuhnya ketegasan oleh pemerintah untuk mengatasi hal tersebut.
"Akarnya yang harus dicabut. Akarnya yang harus dihilangkan bukan korban pemaparan dari pada paham-paham radikal yang terjadi."
Andy kemudian juga menyinggung sosok Anies Baswedan, yang menurutnya jelas-jelas memakai politik indentitas disaat pemilu kemarin.
"Nah itulah yang dimaksud Pak Jokowi. Nah di sini kita bisa menangkap, Pak Jokowi sudah menjalankan, berusaha apa yang dia bisa lakukan. Kita berharap Pak Prabowo nanti di bulan Oktober setelah dilantik beliau dapat menindak sesuai dengan untuk keutuhan NKRI yang sesungguhnya," tuturnya.
"Jadi kembali ke kesimpulan, kita boleh minoritas di jumlah penduduk, tetapi pemerintah jangan pernah lupa, kita bagian mayoritas di jumlah kepulauan."
Dirinya menambahkan, sebaiknya menyelesaikan persoalan ini dengan cara-cara intelektual, tanpa perlu adu otot.
"Kita bisa pakai cara intelektual. Indonesia timur bisa bersatu, di sana Indonesia timur bisa mengangkat suara bersatu menuntut keadilan secara intelektual, tidak perlu sampai terpancing dalam perang agama, apalagi perang saudara, karena kita sama-sama Indonesia," tegasnya.
Tak lupa ia juga mengingatkan, agar menyerahkan kasus penyerangan yang dialami mahasiswa Unpam pada aparat berwajib.
"Saudara yang ada di Tangerang sana, yang ada di kota Jakarta jangan terpancing. Serahkan semua kepada kepolisian yang untuk menjalankan hukum yang ada di negara ini," ujarnya.
"Tugas kita tetap bersatu dan menuntut keadilan, mencari keadilan untuk lebih baik lagi Indonesia agar tidak terdapat lagi hal-hal yang seperti ini," sambungnya.
Jadi, kata Andy, belajarlah Pancasila di Indonesia timur.
"Karena di Jakarta sana khususnya di ibukota khususnya di daerah Jawa Barat pemaparan-pemaparan radikal ini sudah sangat sistematis dan masif," katanya.
Sumber: viva