Dugaan Penyimpangan Anggaran di Mojokerto, Dinilai karena Efek Dinasti Politik

Dugaan Penyimpangan Anggaran di Mojokerto, Dinilai karena Efek Dinasti Politik

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO  Disinyalir terjadi beberapa kasus penyimpangan anggaran di Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur (Jatim). 

Salah satunya adalah dugaan pengadanaan makanan dan minuman fiktif pada 2022, sebagaimana laporan Inspektor Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mojokerto ketika mengaudit program pemenuhan upaya kesehatan perorangan dan kesehatan masyarakat serta peningkatan SDM kesehatan. 

"Penyerapan anggaran atas subkegiatan pengelolaan pelayanan kesehatan ibu hamil Rp4.228.627.225 atau 93,97% dari anggaran. 

Namun, tidak diketahui efisiensi penggunaan anggarannya karena dari target yang direncanakan 18.350 ibu hamil yang mendapat layanan kesehatan, namun realisasi kinerja tidak terncantum sehingga presentase realisasi kinerja tidak dapat dihitung," tulis dokumen berita acara tertanggal 27 Desember 2023 yang disusun tim audit Inspektorat Pemkab Mojokerto. 

Temuan lainnya adalah penyerapan anggaran subkegiatan pengelolaan pelayanan kesehatan ibu bersalin tak sebanding dengan realisasi kinerja. 

Sebab, anggaran yang terserap Rp648.923.200 (59,47%), tetapi realisasi kinerja 4% (687 ibu hamil) dari total target 17.458 ibu hamil yang mendapatkan jaminan persalinan. 

 Inspektorat juga menemukan pengadaan makanan dan minuman fiktif Rp26,516 juta pada subkegiatan pengelolaan pelayanan kesehatan lingkungan. 

Kegiatan disinyalir rekayasa karena menggunakan nota fiktif dengan penyedia Warung Bu Satumi tanpa melakukan makanan dan minuman. 

Selain itu, berdasarkan hasil pemeriksaan auditor Inspektor, terdapat pengeluaran yang disahkan tanpa alat bukti pertanggungjawaban sebesar Rp43,753 juta, Kepala Dinkes Kabupaten Mojokerto, Ulum Rokhmat Rokhmawan, membantah temuan itu. Menurutnya, yang terjadi hanya perbaikan penulisan dan pihaknya telah mengoreksinya.  

Kendati demikian, Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Mojokerto tengah menyidiki kasus dugaan korupsi dana kapitasi 27 puskesmas pada Dinkes Kabupaten Mojokerto sejak November 2023. 

Kejaksaan menggandeng Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Jatim untuk menghitung kerugian negara. "Kami tinggal menunggu respons BPKP Jatim untuk segera audit secara konkret saja, kemudian pemeriksaan. 

Setelah itu, laporan hasil pemeriksaan dari BPKP Jatim akan diberikan kepada kita, baru bisa disimpulkan secara pasti siapa yang salah dan berapa kerugian yang dialami oleh negara," tutur Kasi Intel Kejari Kabupaten Mojokerto, Lilik Dwi Prasetio, pada Selasa (21/5/2024) lalu. 

Dugaan penyimpangan anggaran daerah disinyalir juga terjadi di Kota Mojokerto melalui bantuan kain kepada 10.024 kader Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) senilai Rp1,4 miliar pada akhir 2023. 

Keganjilan menyeruak karena pengadaannya sempat ditolak ketika dibahas Tim Anggaran Pemerintah Kota (Pemkot) bersama Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kota Mojokerto.

 Berdasarkan data yang dihimpun, pengajuan bantuan pengadaan kain seragam ini ditandatangani Ning Ita, sapaan Ika Puspitasari, selaku Ketua Muslimat NU Kota Mojokerto melalui surat Nomor 003/C/PCMNU/VII/2022. 

Dokumen itu ditujukan kepada Wali Kota Mojokerto, Ika Puspitasari, pada 21 Juni 2022. 

Surat memuat 4 poin permohonan, yakni kain untuk 10.024 anggota Muslimat NU Kota Mojokerto, 10.024 kerudung hijau, ongkos jahit pakaian 10.024 anggota sebesar Rp1.503.600.000, dan 3 sepeda motor senilai Rp93 juta.  DPRD menolak karena bantuan diajukan dan disetujui Wali Kota sekaligus Ketua Muslimat NU Kota Mojokerto, Ika Puspitasari. 

Namun, bantuan tetap terlaksana dan akhirnya menggunakan anggaran Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kota Mojokerto 2023, sekalipun tidak ada mata anggarannya. Ini dikuatkan dokumen pengadaan surat pesanan nomor: 027/1927/417.604/2023 tertanggal 19 Oktober 2023, di mana Badan Kesbangpol Kota Mojokerto melakukan pengadaan 10.000 lembar kain batik dengan anggaran Rp1,44 miliar dan CV Intan Jaya Sekti menjadi penyedia bahan. 

"Sebetulnya Bakesbangpol menolak, tapi karena ditekan oleh yang berkepentingan sekaligus pemangku kekuasaan, akhirnya tidak punya pilihan. 

Selain itu, juga tidak ada rencana anggaran sebelumnya," ungkap pejabat Pemkot Mojokerto yang enggan disebutkan namanya. Apa yang terjadi di Mojokerto tidak lepas dari tumbuhnya dinasti politik. 

Sebab, kedua daerah tersebut dipimpin anggota keluarga bekas Bupati Mojokerto sekaligus terpidana kasus suap pengurusan IPPR dan IMB menara telekomunikasi di Mojokerto 2015, Mustofa Kamal Pasha. Ikfina merupakan istri, sedangkan Ning Ita adik Mustofa. 

Pengamat politik Universitas Airlangga (Unair), Ali Sahab, menyampaikan, tumbuhnya dinasti politik di kabupaten/kota kecil seperti Mojokerto karena beberapa faktor.  

"Pertama, tidak adanya kompetitor yang bagus. Kedua, ⁠rata-rata mereka menguasai sumber-sumber kekuasaan, seperti uang, jejaring politik.

 Ketiga, ⁠pragmatisme pemilih yang lebih mendasarkan pilihannya atas dasar keuntungan material," terangnya saat dihubungi terpisah, Kamis (30/5) malam. Ali melanjutkan, dinasti politik membuka peluang terjadinya korupsi kian masif. 

 "Betul, kecenderungan untuk korupsi semakin besar karena penyalahgunaan kewenangan," jelasnya. Menurutnya, sangat sulit untuk memotong mata rantai dinasti politik dan menyetop perilaku korup yang ditimbulkan. 

Pangkalnya, variabel ekonomi memiliki pengaruh signifikan tumbuhnya dinasti politik di daerah. "Ketika logistik (urusan perut, red) masih menjadi masalah, maka logika tidak jalan," katanya. "Jadi, masyarakat harus sejahtera terlebih dahulu. Nah, kalau ini butuh waktu lama.

 Ya, salah satu cara harus memperbanyak kelompok sipil yang selalu menyuarakan akan bahaya politik dinasti dan oligarki dan selalu menggelorakan pemilih cerdas," sambung Ali. Hingga kini belum ada tanggapan dari Pemkb Mojokerto


Sumber: tvOne
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita