GELORA.CO - Partai Golkar selaku Pemohon Perkara Nomor 247-01-04-04/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 menghadirkan Ahli dari Fakultas Hukum Universitas Islam As-syafiyah Heru Widodo dalam permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Legislatif Tahun 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurut Heru, mobilisasi pemilih di luar daftar pemilih tetap (DPT) sebelum pukul 12.00 yang terjadi dalam pemilu DPRD Provinsi Riau serta Dapil Rokan Hulu 3 termasuk pelanggaran tata cara pemberian suara.
“Pemberian keleluasaan kepada pemilih DPK (daftar pemilih khusus) untuk mencoblos sebelum jam 12 secara prosedur merupakan pelanggaran terhadap tata cara pemberian suara, adapun secara substansi dapat dikatakan sebagai tindakan yang dapat memberikan perlakuan yang tidak semestinya kepada pemilih dalam DPK,” ujar Heru di di Ruang Sidang Pleno Gedung 1 MK, Jakarta Pusat pada Selasa (28/5/2024).
Di hadapan Majelis Hakim Panel 1, Heru menjelaskan, menurut aturan memang diperbolehkan memberikan kesempatan kepada pemilih di luar DPT dan DPTb (daftar pemilih tambahan), sepanjang masih terdapat sisa surat suara.
Namun, dibukanya waktu lebih awal kepada pemilih DPK untuk mencoblos sebelum pukul 12.00 waktu setempat berpotensi memberikan kesempatan kepada lebih banyak pemilih DPK untuk ikut mencoblos dalam TPS tersebut. Apalagi jika pencoblosan para pemilih dengan DPK tersebut tidak dibuatkan daftar hadir di TPS.
Justru terjadi mobilisasi karyawan Perkebunan PT Torganda yang tidak terdaftar dalam DPT memilih di TPS-TPS yang tersebar di Desa Tambusai Utara untuk kepentingan calon tertentu, yaitu calon anggota legislatif (caleg) nomor urut 5 dari PDIP.
Mobilisasi dilakukan bekerja sama dengan KPPS yang menerima mereka untuk memilih menggunakan KTP melalui DPK yang mencapai jumlah cukup besar.
Bahkan ada TPS yang jumlah pemilih dalam DPK-nya lebih banyak daripada pemilih dalam DPT dan DPTb.
Sementara pada sisi yang lain, terdapat banyak pemilih dalam DPT yang tidak diberikan undangan memilih atau Formulir C Pemberitahuan Memilih hingga mencapai angka 72 persen di puluhan TPS yang berada di Desa Tambusai Utara.
Hal ini berakibat pada rendahnya tingkat kehadiran pemilih dalam DPT di 31 TPS yang berlokasi di areal Perkebunan PT Torganda. Menurut Heru, pemilih yang hadir menggunakan hak pilihnya hanya 2.086 orang, jauh dari jumlah DPT sebanyak 7.462 orang.
Heru menyebut terdapat 5.376 pemilih atau 72 persen pemilih tidak hadir ke TPS karena dua sebab. Pertama, karena tidak menerima undangan memilih dari KPPS serta kedua karena jauhnya jarak rumah pemilih dengan lokasi TPS.
Dengan demikian, menurut Heru, jika disandingkan dengan jumlah pemilih yang belum menggunakan hak pilihnya karena tidak diberikan undangan memilih oleh KPPS, maka signifikan memengaruhi perolehan kursi keenam atau kursi terakhir DPRD Provinsi Riau Dapil 3.
Dia mengatakan, Partai Golkar seharusnya berpotensi merebut satu kursi tersebut sebagai kursi keduanya dengan mengungguli perolehan suara PDIP yang memperoleh kursi keenam DPRD Provinsi Riau Dapil 3, jika saja 5.376 orang diberikan undangan memilih.
“Dengan rendahnya partisipasi pemilih yang hanya dihadiri oleh 28 persen pemilih dalam DPT, masih belum menunjukkan perolehan suara yang paripurna, sehingga belum dapat digunakan untuk mengukur kemenangan peserta pemilu,” jelas dia.
“Tidak lain karena masih ada 72 persen pemilih yang belum diberi kesempatan ikut menggunakan hak pilihnya.
Dengan demikian, permohonan Pemohon masih memenuhi unsur signiifikan untuk mempersoalkan hasil pemilihan,” tandas Heru.
Sumber: tvOne