Alasan di Balik Ditutupnya Pabrik Sepatu Bata di Purwakarta

Alasan di Balik Ditutupnya Pabrik Sepatu Bata di Purwakarta

Gelora News
facebook twitter whatsapp
Alasan di Balik Ditutupnya Pabrik Sepatu Bata di Purwakarta

GELORA.CO
- Belakangan penutupan pabrik sepatu legendaris Bata di Purwakarta, Jawa Barat viral. Pada hari ini, PT Sepatu Bata Tbk (Bata), mengeluarkan pernyataan resmi bahwa, alasan penutupan pabrik adalah untuk efisiensi operasional perusahaan.

Direktur dan Sekretaris Bata Hatta Tutuko mengatakan, penutupan itu dilakukan demi menjaga kelangsungan bisnis dalam jangka panjang. Perusahaan melakukan inisiatif tersebut untuk memenuhi kebutuhan pelanggan yang terus berkembang melalui pemasok lokal dan mitra lainnya.

"Bata merasa perlu untuk bertransformasi untuk melayani konsumen dengan lebih baik. Perusahaan tidak lagi dapat melanjutkan produksi di pabrik di Purwakarta dan sebagai gantinya perusahaan akan menawarkan produk-produk baru yang menarik yang dirancang dan dikembangkan oleh Bata serta produsen lokal dari pabrik mitra kami di Indonesia. Banyak di antaranya yang sudah bekerja sama dengan kami sebelumnya,” kata Hatta.

Namun, Bata akan tetap berkomitmen untuk berinvestasi di Indonesia dengan memenuhi permintaan pelanggannya. Hatta melanjutkan, keputusan-keputusan perusahaan tentu tidak dibuat dengan mudah dan dilakukan setelah melakukan evaluasi mendalam dan persetujuan pihak-pihak terkait.

“Penyesuaian-penyesuaian ini juga merupakan bagian dari komitmen oerusahaan untuk berkembang dan beradaptasi di masa-masa perubahan ini,” tuturnya.

Hatta menambahkan, Bata akan terus beroperasi dan melayani kebutuhan masyarakat Indonesia dengan kualitas produk terbaiknya, terus berinovasi dan meningkatkan pengalaman pelanggan melalui saluran omnichannel (www.bata.co.id), dan mengintegrasikan pengalaman langsung dari toko fisik dengan kenyamanan berbelanja online.

Sebelumnya, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat menyampaikan lebih dari 200 orang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat penutupan pabrik sepatu Bata di daerah itu. Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Purwakarta Didi Garnadi mengatakan bahwa pihaknya telah menerima informasi dari manajemen mengenai kondisi PT Sepatu Bata yang gulung tikar akibat sepi order.

Didi menyampaikan bahwa sebelum resmi ditutup, sekitar akhir Maret lalu, pihak perusahaan melaporkan rencana penghentian produksi di pabrik yang berlokasi di Jalan Raya Cibening, Kecamatan Bungursari, Purwakarta.

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah bertemu dengan Manajemen PT Sepatu Bata Tbk terkait isu penutupan pabrik Sepatu Bata di Purwakarta. Dalam pertemuan itu, manajemen PT Sepatu Bata Tbk diwakili oleh para direksi termasuk Hatta Tutuko diterima oleh Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif dan Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki (ITKAK) Adie Rochmanto Pandiangan.

Dari hasil dialog terungkap, keputusan penutupan lini manufaktur atau produksi oleh manajemen Sepatu Bata berkaitan dengan strategi bisnis yang dilakukan dalam rangka refocusing pada lini penjualannya. Itu merupakan langkah perusahaan guna menghadapi persaingan industri sepatu di dalam negeri. 

"Direksi menyampaikan, dalam rangka efisiensi dan memperhatikan tren pasar yang cepat dan bervariasi, maka PT Sepatu Bata Tbk fokus pada pengembangan produk. Juga desain yang memenuhi selera pasar,” ujar Adie dalam pertemuan yang berlangsung Rabu (8/5/2024).

PT Sepatu Bata Tbk menyampaikan, pabrik Purwakarta sebenarnya hanya bagian kecil dari keseluruhan bisnis perusahaan. Demikian juga dari sisi produksi, masih sangat kecil jika dibandingkan dengan produsen sepatu lainnya. Karenanya, menurut manajemen, penutupan pabrik Purwakarta merupakan langkah paling realistis.

“Dari data yang ada, pabrik Sepatu Bata sebelum penutupan hanya menyisakan 233 orang karyawan dan produksi yang hanya 30 persen dari kapasitas. Di sisi lain terjadi juga penurunan produksi di pabrik tersebut, dari sebelumnya 3,5 juta pasang pada tahun 2018, menurun menjadi 1,15 juta pasang di tahun 2023," kata Adie.

Dampaknya, lanjut dia, PT Sepatu Bata Tbk mengalami peningkatan kerugian setiap tahun. Lalu terus menurunnya nilai aset, menurunnya ekuitas, serta liabilitas yang terus meningkat.

Di sisi lain, penjualan Bata melalui toko-toko yang dimilikinya dalam dua tahun terakhir cenderung mengalami perbaikan. Manajemen menyampaikan bahwa merek di bawah naungan PT Sepatu Bata Tbk seperti North Star, Power, Marie Claire, Bubblegummers, dan Weinbrenner masih berada di hati konsumen serta preferensi yang cukup baik di mata konsumen.

“Kami melihat strategi ini penting bagi perusahaan, seperti halnya merek-merek besar sepatu global yang berfokus pada pengembangan produk dan merek," katanya.

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengungkapkan industri sektor padat karya perlu menjadi perhatian terkait tutupnya pabrik sepatu PT Sepatu Bata Tbk (BATA) di Purwakarta, Jawa Barat. "Jadi hal semacam ini, industri padat karya kita harus menjadi perhatian, karena kita melihat bahwa kalau investasi yang masuk saat ini juga mulai beralih dari sektor padat karya ke padat modal, karena akan semakin sulit bagi sektor padat karya saat ini," ujar Ketua Umum Apindo Shinta W Kamdani di Jakarta, Rabu.

Shinta mengatakan, memang melihat secara menyeluruh dari faktor permintaan di mana bukan hanya domestik, melainkan juga demand dari luar dan dia melihat demand ekspor menurun tajam. "Ini kembali lagi soal cost yang terus meningkat, dan pada akhirnya perusahaan seperti Bata walaupun sudah hadir begitu lama di Indonesia harus melihat apakah masih feasible sebagai bisnis," katanya. 

Memang dilihat saat ini dari kondisi yang ada, dengan daya saing dan hal-hal lainnya dianggap tidak feasible bagi mereka untuk terus berlanjut. Dengan kondisi geopolitik yang terjadi dan dampaknya mempengaruhi terhadap Indonesia, ini juga mempengaruhi penyerapan (absorb) pasar luar dan hal itu untuk pasar ekspor.

Sedangkan untuk pasar domestik mesti melihat dari faktor daya beli, karena dengan kondisi seperti ini maka daya beli pastinya ada penurunan yang harus diperhatikan. "Jadi dari segi industri seperti Bata itu bukan hanya sekarang, tetapi dia juga on going sudah melakukan evaluasi dan juga melihat dengan kondisi sekarang yang semakin memburuk sehingga dia tidak bisa bertahan lagi," kata Shinta.

Sumber: republika
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita