GELORA.CO - Pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai peserta pemilihan umum presiden (pilpres) 2024 disebut ketimpangan arena kompetisi sehingga pemilu sebagai demokrasi prosedural mengalami disfungsi elektoral.
Hal disampaikan oleh ahli hukum pemerintahan dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Bambang Eka Cahya selaku ahli dari dari pihak Timnas AMIN dalam sidang sengeketa di Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (1/4/2024).
"Pemilu sebagai demokrasi prosedural mengalami disfungsi elektoral," ujar Bambang.
Menurutnya, proses penetapan Gibran sebagai calon wakil presiden (cawapres) bukan sekedar pelanggaran etika tapi juga pelanggaran konstitusi.
"Catatan saya adalah kerangka hukum pemilu harus dijalani secara konsisten dan tanpa kelalaian serta tidak boleh diamandemen dalam waktu sebelum pemilu," jelasnya.
"Perubahan persyaratan dalam waktu yang singkat di tengah proses pendaftaran mengakibatkan perubahan mendasar terhadap peta petisi pemilu 2024," ia menambahkan.
UU pemilu, lanjut Bambang, mestinya tidak diubah ditengah pemilu agar terjadi kesempatan yang sama bagi seluruh peserta dan tidak ada yang secara spesifik diuntungkan oleh perubahan dadakan tersebut.
Sebagai informasi, hari ini digelar proses mendengarkan keterangan dari total 17 saksi serta ahli Timnas AMIN dalam sidang sengeketa hasil pemilihan umum. Proses ini berlangsung secara hybrid: luring dan daring.
Ada dua pengajuan permohonan sengketa Pilpres 2024 yang disampaikan kepada MK.
Perkara pertama diajukan tim hukum pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 1 Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar pada Kamis (21/3/2024) lalu.
Langkah yang sama juga dilakukan oleh tim hukum pasangan calon nomor urut 3 Ganjar Pranowo dan Mahfud yang mengajukan permohonan sengketa ke MK pada Sabtu (23/3/2024).
Kemudian, tim hukum pasangan nomor urut 2 Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka mendaftar ke MK sebagai pihak terkait pada dua perkara tersebut.
Sumber: Tribunnews