KAI mendapatkan pinjaman dari CDB sebesar Rp 6,9 triliun untuk membiayai pembengkakan biaya atau cost overrun KA Cepat. Dana tersebut sudah diterima pada 7 Februari 2024.
"Penggunaannya tentu saja untuk membayar kontraktor. Kontrak itu kan ada Wijaya Karya, kemudian ada apa (yang lainnya) yang memang dibayar untuk pembangunan kontruksi. Untuk pelunasan kita sudah punya masa sesuai dengan syarat," kata EVP of Corporate Secretary KAI Raden Agus Dwinanto Budiadji saat media gathering di Jakarta, Senin (22/4).
Adapun seluruh cost overrun Whoosh sebesar USD 1,2 miliar atau Rp 18,2 triliun akan dibayar dengan utang dari CDB tersebut, dan setoran ekuitas konsorsium China, Beijing Yawan HSR Co Ltd.
Pembayaran kontrak tersebut dibayarkan kepada kontraktor yang telah merampungkan infrastruktur KA Cepat. Agus mengatakan pihaknya sudah memiliki daftar dan urutan pihak-pihak yang akan mendapat bayarannya.
"Kalau untuk apa, untuk yang kemarin itu konstruksi seperti dari Wijaya Karya. Kan juga ada beberapa ada yang belum bayar dan sebagainya. Kontrak itu kan banyak, dari China, dari Indonesia, dari mana-mana, kita selesaikan," kata Agus.
Akhir 2023 lalu, Dirjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan, Risal Wasal mengatakan pihaknya sudah memberi lampu hijau perpanjangan konsesi PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) mengoperasikan Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) menjadi 80 tahun. Salah satu pertimbangannya adalah pendapatan yang didapat dari operasional Whoosh tersebut.
"Tenornya sesuai pinjaman CDB sesuai dengan konsesinya. Konsesinya misalkan 40 tahun, ini kan masih dibahas terkait dengan Perhubungan. Terkahir masih dibahas 80 tahun, masih dibahas," kata Agus.
Sebelumnya, Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengatakan seluruh cost overrun Whoosh sebesar USD 1,2 miliar atau Rp 18,2 triliun sudah tertutupi dengan utang dari CDB dan setoran ekuitas konsorsium. Komite KCJB telah menyepakati angka pembengkakan biaya proyek tersebut dipenuhi oleh 25 persen ekuitas konsorsium China dan Indonesia, 75 persen sisanya berasal dari pinjaman atau utang.
Selain itu, Indonesia dan China juga bersepakat pembagian porsi pinjaman untuk pembengkakan biaya ini yaitu 60 persen oleh pihak konsorsium Indonesia, dan 40 persen konsorsium China.
"Jadi kalau cost overrun sudah tertutupi. Ini kan sebenarnya pinjaman dari CDB ini untuk ke KAI, untuk injeksi, nantinya sebagai bentuk pinjaman pemegang saham kepada PT KCIC," jelasnya saat ditemui di Hotel Putri Duyung Ancol, Senin (19/2).
Meski begitu, utang yang sudah cair itu lebih rendah dari kesepakatan awal. Tiko, sapaan akrab Kartika, sempat menyebutkan total pinjaman yang diajukan oleh konsorsium Indonesia kepada CDB senilai USD 550 juta atau sekitar Rp 8,3 triliun alias masih kurang Rp 2 triliun.
Adapun PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) terdiri dari konsorsium China diwakili oleh Beijing Yawan dengan porsi saham 40 persen, dan konsorsium Indonesia terdiri lima perusahaan konsorsium lokal yang tergabung dalam PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia dengan porsi saham 60 persen.
Dengan demikian, pembengkakan biaya yang menjadi beban PT KAI (Persero) hanya pinjaman CDB senilai Rp 6,9 triliun dan ekuitas menggunakan Penyertaan Modal Negara (PMN) yang sudah cair tahun lalu sebesar Rp 3,2 triliun.