GELORA.CO - Hakim Konstitusi Arief Hidayat menyatakan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak cukup mampu membatalkan pengesahan pasangan calon Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Pasalnya, peringatan keras dan sanksi yang diberikan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) kepada KPU tidak mempermasalahkan hal tersebut.
“DKPP hanya mempersoalkan tindakan KPU yang tidak segera menyusun rancangan perubahan PKPU 19/2023 sebagai tindak lanjut Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023, bukan mempersoalkan atau membatalkan pencalonan pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 2,” kata Arief dalam sidang putusan sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Gambir, Jakarta Pusat, Senin (22/4/2024).
Arief menjelaskan DKPP melalui putusan nomor 135-PKE-DKPP/XII/2023, Nomor 136-PKE-DKPP/XII/2023, Nomor 137-PKE-DKPP/XII/2023, dan Nomor 141-PKE-DKPP/XII/2023 menyatakan tindakan KPU yang melakukan tindakan administratif merupakan pelanggaran kode etik berat.
Menurut DKPP, tindakan KPU yang tidak segera membuat perubahan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tidak sesuai dengan tata kelola administrasi tahapan pemilu dan bertentangan dengan ketentuan Peraturan Komisi Pemilihan Umum dan UU Pemilu.
“Sebagai konsekuensinya, terjadi pelanggaran etik yang berujung pada penjatuhan sanksi peringatan keras dan sanksi peringatan keras terakhir terhadap Komisioner KPU oleh DKPP,” ucap Arief.
Selain itu, MK juga menyoroti substansi putusan mengenai pelanggaran etik tersebut tidak dapat dijadikan alasan bagi pihaknya untuk membatalkan hasil verifikasi dan penetapan Prabowo-Gibran sebagai pasangan capres dan cawapres.
Di samping itu, MK juga menyoroti sikap seluruh peserta lain yang dianggap menerima keputusan KPU tersebut. Hal ini tampak dari tidak adanya pengajuan keberatan setelah KPU menetapkan Prabowo-Gibran sebagai salah satu peserta Pilpres 2024.
“Terlebih setelah penetapan tidak ada satupun pasangan calon yang mengajukan keberatan terhadap penetapan pasangan calon nomor urut 2, termasuk juga dalam hal ini pemohon,” tuturnya.