Mengapa Pakistan yang Memiliki Nuklir Diam Saja Menonton Agresi Israel?

Mengapa Pakistan yang Memiliki Nuklir Diam Saja Menonton Agresi Israel?

Gelora News
facebook twitter whatsapp
Mengapa Pakistan yang Memiliki Nuklir Diam Saja Menonton Agresi Israel?

GELORA.CO -
Sebagai satu-satunya negara Islam yang memiliki senjata nuklir, Pakistan seharusnya bereaksi lebih keras terhadap aksi genosida yang dilakukan Israel di Gaza. Pakistan juga bukan hanya pendiri Organisasi Kerjasama Islam (OKI) juga anggota utama, sehingga dihormati anggota lainnya.

Namun berbeda dengan ekspektasi mayoritas anggota OKI, yang menginginkan penghapusan negara Yahudi dari peta wilayah Arab di Timur Tengah, Pakistan sepertinya mengambil sikap pasif sehubungan dengan kebijakan terkait Israel. Negara yang mengancam India dengan nuklirnya itu hanya terdiam ketika Israel menyatakan tidak akan berhenti menghancurkan Gaza. Orang-orang bertanya di manakah “Bom Islam” yang banyak didengungkan di Pakistan di tengah tantangan berat yang dihadapi kaum muslimin?

Prof KN Pandita, mantan direktur Pusat Studi Asia Tengah di Universitas Kashmir mengungkapkan, Iran sebagai anggota aktif OKI dan sangat anti-Israel, telah memahami sejak lama bahwa klaim Pakistan atas “Bom Islam” hanyalah tipuan tanpa substansi atau, sejujurnya, menurut pendapat Iran, tidak berada dalam kendali sebenarnya. 

“Mungkin inilah alasan mengapa Iran berusaha keras untuk mencapai kemampuan nuklir, namun Israel bertekad untuk menghalanginya selama mungkin,” ungkap Prof Pandita, mengutip tulisannya di Eurasian Times.

Anehnya, meski Israel sangat ingin melumpuhkan kemampuan nuklir Iran dan sebelumnya menghancurkan upaya nuklir Irak dan Suriah, Israel tidak pernah mengancam Pakistan dengan tindakan hukuman apa pun ketika Islamabad hampir saja memproduksi bom tersebut. Bahkan Amerika pun sudah mengalihkan perhatiannya dari program nuklir Pakistan.

Hubungan Pakistan-Israel


Pakistan dan Israel mempunyai pemahaman erat di antara mereka yang sedikit diketahui oleh dunia luar dan kurang diketahui oleh anggota OKI. Middle East Monitor pada 3 Agustus 2023, memuat artikel berjudul 'Intelijen Pakistan menggunakan Spyware Israel' yang menegaskan bahwa badan intelijen Pakistan menggunakan spyware Israel.

Media Israel sebelumnya mengklaim bahwa “Badan Investigasi Federal Pakistan dan berbagai unit kepolisian di negara tersebut telah menggunakan produk yang dibuat oleh perusahaan teknologi siber Israel Cellebrite setidaknya sejak tahun 2012.”

Yang aneh dari cerita ini adalah Pakistan tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel. Surat kabar Haartez mengklaim bahwa perangkat lunak tersebut dibeli di Singapura. Perangkat lunak Cellebrite memungkinkan lembaga penegak hukum untuk terlibat dalam pekerjaan forensik digital dengan meretas ponsel yang dilindungi kata sandi dan menyalin semua informasi yang disimpan.

Bukan Hanya Pakistan


Kembali ke hubungan Pakistan-Israel, masih menurut Prof Pandita, dapat dikatakan bahwa Pakistan bukanlah satu-satunya negara Muslim yang tidak menjadikan Israel sebagai paria; ada pula negara-negara OKI yang tetap membuka saluran terbuka atau terselubung untuk berinteraksi dengan Israel. Contoh utama normalisasi hubungan dengan Negara Yahudi adalah Kerajaan Yordania Hashemite. Kerajaan ini enggan berperang dalam perang enam hari tahun 1967.

“Menjelang Perang Yom Kippur pada tahun 1973, Raja Yordania diterbangkan dengan helikopter ke gedung Mossad di luar Tel Aviv, bersama dengan perdana menterinya Ziad Rifai, di mana ia memberi tahu para pejabat Israel, termasuk Perdana Menteri Golda Meir tentang rencana serangan Suriah dan dukungan Mesir,” lapor Middle East Monitor (MEM) dalam terbitan 15 April.

Berbicara tanpa mau disebutkan namanya, seorang pengamat independen Yordania mengungkapkan kepada MEM bahwa “Iran adalah musuh, bukan Israel.”

Perang Hamas Menggagalkan Normalisasi


Sebelum serangan 7 Oktober terhadap Israel yang menyebabkan kematian sekitar 1.200 warga Israel dan ratusan pria, wanita, serta anak-anak ditawan di tangan kelompok Hamas, aktivitas diam-diam terjadi di berbagai tingkatan dan individu untuk normalisasi hubungan Arab dengan Israel.

Uni Emirat Arab (UEA) dan Bahrain telah memulai pertukaran pejabat dengan Israel pada tahun 2020. Sementara Kerajaan Saudi, di bawah kepemimpinan Putra Mahkota Mohammed bin Salman, juga melakukan perundingan melalui utusan untuk tujuan tersebut.

Di Pakistan, perdebatan sempat berkobar di saluran televisi arus utama nasional dan platform media sosial tentang apakah Islamabad harus mempertimbangkan kembali pendiriannya terhadap Israel.

Kedua negara telah mengadakan pertemuan rahasia mengenai isu-isu terkait keamanan sejak menteri luar negeri mereka bertemu secara terbuka pada 2005. Wacana ini terkonfirmasi pada bulan Maret tahun ini ketika Fishel Benkhalid, seorang Yahudi Pakistan di kota Karachi, mengungkapkan melalui platform media sosialnya bahwa dia telah berhasil mengekspor makanan halal pertamanya ke Yerusalem dan Haifa.

Para pejabat Pakistan mengatakan bahwa ekspor dilakukan melalui negara ketiga dan merupakan inisiatif Benkhalid serta tidak menandakan adanya niat menjalin hubungan dagang dengan Israel. 

Malaya Lodhi, mantan duta besar Pakistan untuk PBB, mengatakan bahwa waktunya belum tepat untuk melakukan pembicaraan mengenai masalah ini. Dia berkata, “Pakistan telah menjadi pendukung setia perjuangan Palestina. Mereka ingin melihat adanya deeskalasi konflik.”
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita